Privatisasi Perbankan dan Pengaruh Terhadap Sinergi, Kredibilitas, Kepemilikan Baru dan Tata kelola.
Dr. Hadori Yunus
Hadiyanto Budisetio
2006
Abstract
The purpose of this research is to address and learn more about privatization, especially in the banking industry in Indonesia. This research will be seen purely from the academic point of views which definitely involving many aspects of the theories that have been developed by expert from overseas and local as well. The focus of this study is to identify the impact of several important variables such as synergy, credibility, new ownership, culture and good corporate governance to the bank performance after privatized. Those five variables are believed to be the critical aspects in the merger and acquisition process. In order to support this research we have developed a simple research model. This model could help simplify the way of thinking and make better framework for the research. A simple questionnaire has also been developed in order to collect the primary data from target respondents, even though the depth of the questionnaire was not proven yet. Respondents who participate in this research are coming from privatized banks, either the bank was privatized through Initial Public Offering or through strategic partner. There were 188 data collected from more than 300 questionnaires distributed to bank officers at the head office of privatized banks in Indonesia. All variables used in this research can not be measured directly. Therefore, to be more accurate, it was done through some of indicators. Sequential Equation Modeling has been chosen as the research methodology and Lisrel 8.30 and SPSS 13.0 has also been chosen as the statistic software to be used.As a result of this research, only two hypotheses can be confirmed and the other nine hypotheses can not be confirmed. These results definitely do not match with the previous research conducted by researchers from other countries, but it could be used to broaden our way of thinking whereby other situation and condition could really produce different result.
Keywords: Privatization, Questionaire, Sequential Equation Modeling
I. Pendahuluan.
Ide penelitian ini diawali dari terjadinya krisis sistem nilai tukar valuta asing, yang berkembang menjadi krisis multi-dimensional di-Indonesia. Kronologis terjadinya krisis diawali dari tertekannya nilai tukar rupiah. Gejolak kurs rupiah menjalar menjadi tertekannya industri perbankan sehingga sektor keuangan berpengaruh negatif terhadap sektor riil. Selanjutnya krisis keuangan berkembang menjadi krisis sosial serta krisis politik yang sampai kepada krisis kepemimpinan nasional. Bank Indonesia menyuntikkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang juga dikenakan bunga, sehingga ikut menjadikan pemilik bank menghadapi beban yang makin berat. Pemerintah melalui menteri keuangan dan Bank Indonesia mengambil kebijakan untuk mencabut ijin usaha 16 bank pada awal November 1997. Krisis ekonomi menjalar menjadi krisis kepercayaan yang melanda seluruh sendi-sendi perekonomian seperti indeks harga saham gabungan anjlok, sistem pembayaran kacau, sektor konstruksi dan manufaktur terpuruk, pemutusan hubungan kerja yang berdampak pada tingkat pengangguran yang tinggi dan lain sebagainya. Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) mencapai 70,8 persen, menyebabkan kesulitan industri perbankan semakin memuncak. Pemerintah Indonesia terpaksa mengambil beberapa tindakan seperti restrukturisasi perbankan, memberikan penjaminan terhadap simpanan dan pinjaman perbankan, rekapitalisasi, membekukan beberapa bank sampai dengan membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Melalui BPPN, pemerintah Indonesia menguasai sebagian besar saham-saham perbankan, baik bank swasta maupun pemerintah. Secara faktual, bank-bank yang berada dibawah pengawasan BPPN, menjadi milik pemerintah dan pada tahap berikutnya pemerintah memutuskan untuk melakukan divestasi. Pada awalnya usaha untuk melakukan privatisasi cukup tersendat, walaupun telah terbukti bahwa banyak perusahaan milik pemerintah di Afrika, Asia, Amerika Latin, Eropa Timur maupun Eropa Barat telah dialihkan ke-sektor swasta, disebabkan oleh kinerja yang buruk dan kegagalan perusahaan tersebut (Mueller, 1989) serta keinginan untuk meningkatkan efisiensi setelah privatisasi (Meggison et al., 1994). Menurut Shafik (1996) pertumbuhan volume transaksi privatisasi antara tahun 1988 dan 1993 telah terjadi lebih dari 2600 transaksi di 95 negara didunia, dan menghasilkan $271milyar. Michael (2005) menyimpulkan motivasi untuk melakukan privatisasi perbankan di-berbagai negara adalah (a) meningkatkan pendapatan negara, (b) mem-promosikan sistem ekonomi yang efisien, (c) mengurangi keterlibatan pemerintah terhadap kegiatan ekonomi, (d) mempromosikan kepemilikan saham yang lebih luas dan terbuka, (e) memberikan kesempatan untuk berkompetisi, (f) memperkenalkan disiplin pasar kepada perusahaan milik pemerintah. Sheshinski and Lopez-Calva (1998) menggambarkan bahwa, program privatisasi tidak hanya revenue yang dihasilkan namun tujuan program privatisasi lebih luas lagi, yang melibatkan komponen fundamental yaitu memperbaiki efisiensi ekonomi mikro. Secara umum dapat disebutkan tujuan dari privatisasi adalah (a) mencapai allocative and productive efficiency, (b) memperkuat peranan sektor swasta dalam kegiatan ekonomi, (c) memperbaiki kesehatan finansial sektor publik, (d) membebaskan alokasi sumber daya untuk kepentingan kegiatan pemerintah yang lebih utama, (biasanya terkait dengan kebijakan sosial). Kebutuhan dana segar atau peningkatan pendapatan negara yang mendesak, adalah alasan yang dipilih oleh pemerintah Indonesia untuk melakukan divestasi bank-bank rekapitalisasi.
Privatisasi tidak selalu merupakan jalan keluar yang terbaik. Kritik terhadap kegagalan privatisasi disampaikan oleh Bayliss (2002), terkait dengan dampaknya terhadap masyarakat miskin. Yang menjadi dilema adalah bahwa semakin lama privatisasi dilakukan, akan semakin rawan terhadap timbulnya gelombang kesulitan keuangan berikutnya, khususnya dikaitkan dengan rencana pemerintah untuk menarik kebijakan program penjaminan. Faktor penting lainnya adalah faktor sinergi, kredibilitas serta perbaikan kualitas manajemen, termasuk memperkuat perangkat hukum dan pelaksanaannya, kerangka peraturan untuk industri keuangan, serta memperbaiki lingkungan investasi untuk mengurangi resiko bisnis serta konsekuensinya terhadap resiko pinjaman. Otoritas moneter seperti Bank Indonesia harus secara terus menerus dan konsisten meningkatkan efektivitas pengawasan terhadap industri perbankan guna memastikan kualitas laporan keuangan yang tinggi, yang sangat penting untuk efisiensi dan stabilitas sektor keuangan. Kapasitas pertumbuhan untuk rekayasa dan inovasi keuangan, perlu menekankan kualitas pengawasan. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah kredibilitas mengingat tentang kegiatan usaha yang didasarkan kepada tingkat kepercayaan yang tinggi, terutama kegiatan usaha perbankan. Oleh sebab itu faktor kepemilikan, latar belakang pemilik serta kisah sukses dalam kegiatan usaha sebelumnya, akan ikut menentukan tingkat kepercayaan masyarakat. Keterlibatan pemilik yang baru dalam manajemen akan menimbulkan percampuran budaya sehingga memungkinkan untuk meneliti pengaruh faktor budaya maupun penerapan corporate governance (tata kelola perusahaan) pada masing-masing institusi. Pengaruh budaya maupun tata kelola perusahaan menjadi penting mengingat pemilik baru dari beberapa industri perbankan di Indonesia adalah perusahaan ataupun konsorsium perusahaan yang melibatkan perusahaan asing.
II. Tinjauan Teoritis.
Privatisasi dapat dilakukan melalui divestasi. Kekhawatiran akan adanya kontrol oleh pihak asing, tidak perlu dibesar-besarkan sepanjang penyandang dana baru merupakan institusi keuangan yang dapat memberikan sinergi, kredibilitas, dana segar serta manajemen yang lebih baik kepada institusi yang dibelinya.
A. Dasar Pengertian Teoritis.
Menurut Weber (1997), teori-teori dapat dipisahkan menurut tiga kelompok yaitu (1) Grand Theory; (2) Middle-range Theory; dan (3) Substantive Theory. Sebagai Grand Theory dalam pembahasan ini, dipetik dari gagasan bahwa kepemilikan swasta mempunyai keuntungan dibandingkan kepemilikan publik terutama didalam hal efisiensi maupun kesehatan sektor finansial.
Smith (1776, p. 824) menuliskan :
“In every great monarchy in Europe the sale of the crown lands would produce a very large sum of money which, if applied to the payments of the public debts, would deliver from mortgage a much greater revenue than any which those lands have ever afforded to the crown………When the crown lands had become private property, they would, in the course of a few years, become well improved and well cultivated”.
Beberapa teori-teori yang mendukung pandangan bahwa pengelolaan oleh pihak swasta diyakini lebih baik antara lain:
B. Teori Privatisasi.
Privatisasi merupakan upaya mengurangi peranan pemerintah serta memberikan kepercayaan yang lebih besar kepada swasta untuk berperan dalam sistem perekonomian suatu negara, guna memenuhi kebutuhan masyarakat.
Menurut Savas (1987) :
“The word privatize first appeared in a dictionary in 1983 and was defined narrowly as ‘to make private, especially to change (as a business or industry) from public to private control or ownership’. But the word has already acquired a broader meaning; it has come to symbolize a new way of looking at society’s needs, and a rethinking of the role of government in fulfilling them. It means relying more on society’s private institutions and less on government to satisfy the needs of the people.”
1. Privatisasi dan Efisiensi Mikro-ekonomi.
Untuk kondisi yang tidak kompetitif, yang ditandai dengan penurunan biaya rata-rata pada cakupan permintaan yang relevan dalam pasar yang khusus, tumbuhnya lebih dari satu perusahaan tidak disarankan dilihat dari sisi efisiensi, Shleifer (1998). Pertimbangan tentang masalah perjanjian serta insentif sebagai bagian yang relevan untuk mengembangkan efisiensi pada tingkat mikro-ekonomi, disebut agency view, La Porta and Lopez-de-Silanes (1998). Agency View mengenal dua penyebab terjadinya insentif yang buruk untuk efisiensi, yaitu managerial perspective, Vickers and Yarrow (1989) dan political perspective (Shapiro and Willig, (1990)). Dalam managerial perspective, ketidak-mungkinan kontrak yang lengkap memainkan peranan yang mendasar didalam menjelaskan pentingnya masalah kepemilikan (Sappington and Stiglitz (1987)).
2. Dampak privatisasi terhadap Makro-ekonomi.
Privatisasi memungkinkan pemerintah meningkatkan dana dalam jangka pendek dan meng-eliminasi kebutuhan subsidi yang permanen. Perubahan yang nyata dalam posisi finansial, ditentukan dari selisih dividen dan pajak yang dibebankan, (Perroti and Guney (1993)). Akhirnya penjualan perusahaan sektor publik akan mengurangi pertumbuhan jumlah tenaga kerja, karena fungsi yang sama. Pengangguran akan dapat dikurangi untuk jangka menengah panjang, ketika pertumbuhan ekonomi yang membaik sebagai hasil dari menaiknya efisiensi pada tingkat mikro, serta lebih stabil pada tingkat makro.
3. Teori keuntungan privatisasi (The Theory of the Gains from Privatization).
Sachs, et al. (2000b), menggambarkan tentang alasan mendasar untuk privatisasi adalah, karena situasi informasi asimitris dan masalah kontrak yang tidak lengkap, sehingga menjadikan permasalahan insentif yang rumit, dan berdampak kepada perusahaan milik publik menjadi sangat tidak efisien. Guna menerapkan privatisasi, Havrylyshyn and McGettigan (1998) menandai dua pemikiran. Pertama, menekankan pentingnya lingkungan yang kompetitif dan struktur pasar (Nellis, 1999). Kedua, menekankan untuk langsung melakukan privatisasi. Kedua pemikiran ini juga mempertimbangkan pentingnya the hardness of the firm’s budget constraint serta pentingnya mengembangkan a multitude of market institutions.
III. Variabel Penelitian.
A. Sinergi.
Sinergi dapat terjadi dimana-mana, termasuk dialam maupun di-dalam kehidupan manusia (Corning, 1996). Dua alasan yang memotivasi untuk melakukan pengambil-alihan sebuah perusahaan yaitu sinergi (synergy) dan keagenan (agency). Pengambil-alihan yang didasari oleh keperluan sinergi akan memberikan penghasilan yang lebih tinggi kualitasnya dibandingkan dengan pengambil-alihan yang didasarkan agency, (Markelevich, 2003). Distribusi keuntungan akan tergantung kekuatan tawar serta kontribusi masing-masing pihak, (Chatterjee, 1986).
1. Teori Pengambil alihan (Takeover Theory).
Pandangan umum terhadap pengambil-alihan adalah mengambil alih kontrol perusahaan lain melalui pembelian sahamnya. Teori pengambil alihan secara tradisional akan fokus pada konsep sinergi dengan alasan bahwa sinergi meliputi, economies of scale, economies of vertical integration, cost reduction, complimentary resources, tax shields, effective use of free cash flows and improved efficiencies, (Brealey and Myers, 1991 Ch.33). Teori ini sesuai dengan kebijakan pasar bebas.
2. Sumber-sumber sinergi operasional (Operating Synergy).
Sinergi operasional adalah sinergi yang memungkinkan untuk menambah pendapatan operasional, meningkatkan pertumbuhan ataupun keduanya. Yang dikategorikan sebagai sinergi operasional adalah (a) Economies of scales akan mengurangi biaya atau menambah kekuatan pasar yang akan menaikkan keuntungan serta penjualan (b) Greater pricing power dengan berkurangnya tingkat kompetisi dan pangsa pasar yang lebih luas, berdampak pada keuntungan dan pendapatan yang lebih tinggi (c) Combination of different functional strengths dimana perusahaan dengan kemampuan marketing yang kuat mengakuisisi perusahaan yang mempunyai lini produk yang baik (d) Higher Growth in new or existing markets, dimana perusahaan produk konsumen mengakuisisi perusahaan yang baru tumbuh. Dengan jaringan distribusi yang mapan akan dapat meningkatkan penjualan produk tersebut.
3. Sumber-sumber sinergi finansial (Financial Synergy).
Yang dimaksudkan dengan sinergi finansial adalah arus kas yang lebih tinggi atau biaya modal yang lebih rendah. Sedangkan yang masuk kategori sinergi finansial adalah (a) Cash slack merupakan kombinasi perusahaan dengan dana tunai yang berlebih, namun terbatas kesempatan mendapatkan proyek dan perusahaan dengan proyek yang banyak namun mempunyai dana tunai yang terbatas dapat menghasilkan nilai yang lebih tinggi (b) Debt Capacity akan bertambah karena gabungan dari dua perusahaan memungkinkan untuk mempunyai pendapatan serta arus kas yang lebih stabil dan dapat diperkirakan., (c) Tax benefits dengan memanfaatkan hukum perpajakan sehubungan dengan net operating losses to shelter income.
B. Kredibilitas.
Kredibilitas manajemen di-definisi-kan sebagai kepercayaan investor terhadap kompetensi serta kelayakan manajemen untuk dipercaya dalam masalah finansial (Hovland et al., 1953, 21). Perusahaan yang memiliki kredibilitas tinggi, secara fundamental berbeda dalam hal pendapatan serta keuntungan, dibandingkan dengan perusahaan yang mempunyai kredibilitas rendah (Lang and Lundholm, 1993). Kredibilitas berarti juga sebagai keyakinan pasar, tentang tendensi dan kemampuan sebuah organisasi. Kredibilitas adalah kemampuan untuk melakukan hal yang benar dan berhasil. Perusahaan yang berusaha meningkatkan kredibilitas harus fokus terhadap pembeberan berita negatif, mengingat nilai yang sangat tinggi. Sedangkan perusahaan yang tertarik kepada kredibilitas jangka panjang, maka perusahaan harus fokus pada kinerja perusahaan (Mercer, 2002).
C. Kepemilikan baru.
World Development Report (2002) memberikan tiga alasan tentang kepemilikan bank oleh pemerintah yaitu (1) pemerintah yang paling tepat untuk mengalokasikan kapital kepada jenis investasi dengan produktivitas tinggi; (2) Dibawah kepemilikan swasta, diperkirakan akses kredit akan terbatas sehingga membatasi pertumbuhan; (3) Kepemilikan swasta lebih mudah jatuh, yang juga berdampak terhadap stabilitas sistem finansial. Menurut Levine (1997) struktur kepemilikan dan peranan bank dalam ekonomi nasional merupakan variabel yang sangat penting sehingga rancangan privatisasi sektor perbankan, harus menjadi acuan program stabilisasi, dan sukses tidaknya proses privatisasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor politik, metodologi, waktu serta alokasi kepemilikan.
D. Budaya.
Hofstede (1980) mengatakan bahwa budaya adalah jalan hidup yang diturunkan dari satu generasi kepada generasi yang berikutnya. Koentjaraningrat (1974) membagi kebudayaan menurut unsur-unsur yang terdiri dari sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian serta sistem teknologi dan peralatan.
1. Konsep Budaya Nasional.
Hofstede (1980) meng-identifikasi-kan empat dimensi dasar dari budaya nasional yang mendasari perilaku organisasi yaitu: Power distance mempunyai arti sebagai penerimaan masyarakat terhadap ke-tidak sama-an kekuatan dan dianggap sebagai sesuatu yang normal. Individualism adalah kecenderungan manusia untuk lebih memperhatikan diri sendiri serta keluarganya, sedangkan collectivism adalah kecenderungan manusia untuk menjadi bagian dari kelompok dan saling memperhatikan satu sama lain sampai dengan derajat kesetiaan tertentu sejalan dengan kepentingan individu. Masyarakat di-dominasi oleh kesuksesan, uang dan barang. Situasi seperti ini disebut masculinity. Sebagai lawannya adalah femininity yang merupakan situasi dimana nilai masyarakat di-dominasi oleh kualitas kehidupan. Uncertainty avoidance adalah keadaan dimana manusia merasa terancam oleh keadaan yang tidak menentu. Budaya dengan uncertainty avoidance yang rendah menjadikan manusia lebih dapat menerima resiko, kegiatan organisasi masyarakatnya kurang terstruktur, sedikit aturan tertulis, para pimpinan lebih banyak yang berani mengambil resiko, higher labor turnover dan karyawan yang lebih ambisius. Organisasi memacu para personalia nya untuk memakai inisiatif sendiri dan bertanggung jawab terhadap tindakannya. Sedangkan negara yang memiliki budaya dengan uncertainty avoidance yang tinggi memiliki kegiatan organisasi yang lebih terstruktur, mempunyai ketentuan tertulis, para pimpinan tidak terlalu spekulatif, lower labor turnover dan karyawan yang tidak terlalu ambisius.
2. Konsep Budaya Organisasional.
Menurut Hofstede (1994), budaya merupakan keseluruhan pola pemikiran, perasaan dan tindakan dari sekelompok sosial yang membedakan dengan kelompok sosial yang lainnya. Hofstede (1980) menuliskan :
“The collective programming of the mind which distinguishes the members of one human group’s from another………..the interactive aggregate of common characteristics that influence a human group’s response to the environment.”
Disini Hofstede memperkenalkan istilah the collective mental programming atau software of mind untuk menyebutkan keseluruhan pola tersebut. Proses terbentuknya pola pikir, perasaan dan tindakan dapat di-analogi-kan dengan proses penyusunan program didalam komputer. Hofstede (1991) menyimpulkan enam dimensi kunci dari budaya organisasional yaitu: Budaya yang berorientasi pada proses lebih memperhatikan cara melakukan sesuatu pekerjaan. Para peserta proses cenderung kurang berani mengambil resiko dan menjalankan segala sesuatunya sesuai dengan buku. Budaya yang berorientasi pada hasil lebih memperhatikan keluaran atau hasil. Para peserta proses akan memberikan usaha maksimum untuk menyelesaikan pekerjaan dan siap mengambil resiko. Budaya yang berorientasi kepada pekerjaaan ditandai dengan sikap para pimpinan yang mengharapkan tercapainya pekerjaaan sesuai jadwal dan karyawan melakukan segala sesuatunya sesuai dengan apa yang diperintahkan. Sedangkan budaya dengan orientasi kepada karyawan, para pimpinan tidak menekan karyawan untuk berproduksi serta tidak memperhatikan kekeliruan yang dilakukan, karena para karyawan dianggap telah melakukan yang terbaik. Budaya parochial ditandai dengan identitas organisasi yang melekat kepada karyawan, dimana norma organisasi meng-kontrol perilaku. Mereka percaya bahwa ketika me-rekrut karyawan, latar belakang kehidupan sosial calon karyawan termasuk keluarganya juga dilihat. Budaya profesional ditandai oleh karyawan yang mendasarkan identitasnya sesuai dengan kinerja yang dilakukan. Kehidupan pribadi adalah urusan pribadi dan tidak mengijinkan norma organisasi mempengaruhinya. Budaya dengan sistem tertutup ditandai dengan keadaan yang sulit untuk menerima anggota baru, sangat formal dan seringkali dipenuhi dengan proses yang memerlukan banyak material. Sedangkan budaya dengan sistem terbuka ditandai dengan kemudahan untuk menerima anggota baru dalam unit kerjanya, sering kali mempunyai karyawan wanita yang lebih banyak, termasuk para pimpinannya. Budaya kontrol yang ketat ditandai dengan kebijakan serta ketentuan yang formal serta kontrol yang ketat terhadap waktu dan uang, cenderung untuk lebih sederhana, mengulang-ulang pekerjaan dan bersifat klerikal, lebih berorientasi kepada proses, lebih banyak memberhentikan karyawannya. Akibatnya karyawan sering absen sebagai kompensasi untuk melepaskan diri dari tekanan. Organisasi dengan budaya kontrol yang longgar ditandai dengan ketidak-formalan serta tidak dengan birokrasi yang panjang. Budaya normatif memberikan perhatian yang besar kepada pemenuhan prosedur dan ketentuan. Cenderung lebih tertarik kepada bagaimana sesuatu pekerjaan dilakukan. Budaya pragmatis lebih mementingkan sesuatu yang praktis dan melihat hasil pekerjaan, walaupun terkadang harus menyalahi prosedur maupun ketentuan. Organisasi pragmatis lebih meletakkan hasil pencapaian sebagai prioritas tertinggi dan bilamana hal ini akan memberikan diskon ataupun layanan khusus kepada pelanggan, akan dilakukan juga.
E. Good Corporate Governance atau Tata Kelola Perusahaan.
Financial system di Indonesia telah menunjukkan perubahan struktural yang dipacu oleh kekuatan deregulasi, perubahan teknologi serta inovasi finansial. Namun demikian perusahaan finansial masih melakukan fungsi dasar ekonomi seperti menjembatani unit surplus dan defisit, men-transformasi dan menggeser resiko yang terkait dengan transaksi finansial serta posisi neraca perusahaan. Pada jaman sekarang ini, perhatian literatur akademis banyak dicurahkan kepada masalah tata kelola perusahaan atau corporate governance. Meskipun disadari bahwa tata kelola ini mempunyai implikasi yang sangat penting bagi perusahaan finansial, namun kenyataannya tata kelola ini masih belum memainkan peranannya dalam proses reformasi sistem finansial sebagaimana diharapkan. Panduan Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) yang dikeluarkan pada April 1999 tentang tata kelola perusahaan sbb:
“Corporate governance is the system by which business corporations are directed and controlled. The corporate governance structure specifies the distribution rights and responsibilities among different participants in the corporation, such as the board, managers, shareholders and stakeholders, and spells out the rules and procedure making decisions on corporate affairs. By doing this, it also provides the structure through which the company objectives are set, and the means of attining those objectives and monitoring performance.”
1. Tata kelola bagi perusahaan finansial dan pasar finansial.
Tata kelola bagi perusahaan dan pasar finansial sangat diperlukan mengingat sifat dari proses pembiayaan oleh perusahaan finansial sangat tertutup oleh karena perlunya menjaga kerahasiaan nasabah, serta informasi yang asimitris menjadi masalah bagi tata kelola perusahaan. Chevalier and Ellison (1997) memberikan catatan bahwa defisiensi informasi menimbulkan permasalahan bagi investor terkait dengan pengaturan resiko terhadap return yang dihasilkan oleh fund managers ketika ingin mengetahui kinerja. Pola operasional dari institusi finansial selalu melibatkan beberapa proses pelimpahan kewenangan didalam mengambil keputusan serta tanggung jawab pengambilan resiko dan juga masalah perubahan. Institusi keuangan memainkan peranan yang penting tentang tata kelola perusahaan bagi perusahaan lain, karena peranannya sebagai penyedia kredit yang mengharuskan untuk memantau kinerja perusahaan tersebut, termasuk peranannya sebagai penasehat yang berdampak kepada nilai kekayaan perusahaan serta kemungkinan untuk mengambil alih. Berdasarkan analisis terhadap mekanisme pemungutan suara sebagai mekanisme tata kelola, pemilik luar secara relatif menjadi lebih efisien untuk ko-operatif. Kompleksitas yang terkait dengan manajemen resiko kredit, asset-liability management, rancangan sistem, prosedur-prosedur, laporan-laporan dan lain-lain, memungkinkan manajemen senior dan jajaran direksi untuk berasimilasi, perlu memahami permasalahan yang ada serta mengetahui posisi yang diambil oleh bank, merupakan permasalahan tata kelola yang penting dan kompleks.
2. Stakeholdings, Corporate Governance and Company Law.
Tujuan utama dari tata kelola perusahaan adalah melindungi integritas perusahaan. Permasalahan utamanya adalah bagaimana mencegah terjadinya konflik antar stakeholders, yang dapat merusak perusahaan. Oleh sebab itu masalah loyalitas, termasuk hubungan para stakeholders akan lebih utama dibandingkan dengan memproduksi produk yang lebih baik dengan harga yang lebih memadai didalam mengukur kesuksesan kegiatan usaha. Menurut La Porta, Lopez-de-Silanes, Shleifer and Vishny (2000) pendekatan hukum terhadap tata kelola perusahaan, mekanisme kuncinya adalah perlindungan terhadap investor luar mengingat ketergantungan kepada hukum dan rawan terhadap pengambil alihan. Sistem tata kelola perusahaan mendukung inovasi dengan membentuk tiga kondisi yaitu: (a) Financial Commitment,
(b) Organizational Integration dan (c) Insider Control.
F. Kinerja.
Studi mengenai kinerja bank setelah privatisasi pertama kali dilakukan oleh Verbrugge, Meggison and Owens (1999). Disimpulkan bahwa kinerja industri perbankan pasca privatisasi masih sebanding dengan kinerja perusahaan bukan bank yang juga di-privatisasi. Cornett, Guo, Khaksari and Tehranian (2000) menguji perbedaan kinerja antara bank swasta dan bank pemerintah di Korea Selatan, Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand antara periode 1994-1997. Ditemukan bahwa bank pemerintah memilik kinerja yang minim. Resesi tahun 1997 menunjukkan penurunan kinerja bank pemerintah lebih besar dibandingkan dengan bank swasta. Terbukti pula bahwa bank asing lebih efisien dan mempunyai profitabilitas yang lebih tinggi. Demirgüç and Huizinga (1999) melaporkan bahwa kondisi makro-ekonomi, perpajakan, baik secara eksplisit maupun implisit, peraturan penjaminan deposito, struktur finansial secara keseluruhan dan kepastian hukum serta pendirian perusahaan, berdampak kepada selisih suku bunga (interest rate margin), kunci pengukuran kinerja ekonomi dan profitabilitas perusahaan. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan, bahwa non-interest income sebagai bagian dari total aset, cenderung lebih tinggi untuk bank yang dikendalikan oleh pendapatan dari komisi dibandingkan dengan bank yang mengandalkan pendapatannya dari kegiatan investasi perbankan (investment banking). Fenomena ini menggambarkan perbedaan kinerja antara bank komersial retail dan bank komersial wholesale.
IV. Kerangka Pemikiran Teoritis dan Pengembangan Hipotesis
Variabel penelitian terdiri dari variabel independen, variabel intervening (perantara) serta variabel dependen. Variabel dependen dalam studi ini adalah kinerja bank yang akan dijelaskan serta di-konfirmasi-kan oleh variabel-variabel independen yaitu (1) sinergi, (2) kredibilitas, (3) kepemilikan baru, (4) budaya serta (5) tata kelola perusahaan. Variabel kredibilitas maupun variabel sinergi juga berfungsi sebagai variabel intervening untuk menganalisis pengaruh budaya maupun tata kelola perusahaan terhadap kinerja.
A. Pengaruh langsung variabel independen terhadap variabel dependen.
Penelitian ini akan menganalisis pengaruh langsung antara variabel independen terhadap variabel dependen dengan uraian sebagai berikut:
1. Variabel sinergi.
Markelevich (2003) menunjukkan bahwa akuisisi dengan motivasi sinergi akan menghasilkan kinerja jangka panjang yang lebih tinggi. Studi literatur menunjukkan pola pengaruh positif ini sebagaimana dibuktikan oleh Jensen and Ruback (1983) serta Bradley, Desai and Kim (1988). Selain itu hasil transaksi secara rata-rata akan menghasilkan neraca yang lebih kuat, sehingga rasio-rasio kinerja, khususnya yang terkait dengan leverage akan lebih baik. Sinergi yang unik atau khas, akan memberikan kontribusi yang lebih baik dibandingkan dengan sinergi yang mudah diganti, Barney (1998).
2. Variabel kredibilitas.
Variabel kredibilitas di-identifikasikan mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja bank pasca privatisasi, khususnya bilamana ada keterbukaan informasi serta keberanian untuk menyampaikan berita negatif kepada investor, (Dye, 1985). Kredibilitas perusahaan sangat terkait dengan reputasi, kehandalan, kepercayaan rekan bisnis, keinginan stratejik, integritas, kewajaran, hubungan pribadi yang mengutamakan kepentingan perusahaan, penghargaan, kekuatan kepemimpinan serta pengetahuan maupun kompetensi.
3. Variabel kepemilikan baru.
Tinjauan teoritis menunjukkan bahwa privatisasi telah memberikan hasil yang lebih baik antara lain peningkatan efisiensi, profitabilitas. Berdasarkan data dan pengalaman yang telah terjadi didunia luar, maka untuk mendapatkan kinerja yang baik dari bank pasca privatisasi, kepemilikan oleh pihak asing akan menjadi pilihan yang utama dengan berbagai alasannya. Privatisasi bank di Indonesia kebanyakan pemilik barunya adalah pihak asing.
4. Variabel Budaya.
Privatisasi industri perbankan di Indonesia dilakukan melalui metoda initial public offering atau mencari strategic partner. Struktur kepemimpinan akan berbeda, ketika pemegang saham baru menempatkan wakilnya dalam kursi pimpinan. Akibatnya timbul perbedaan budaya, baik para pimpinan maupun para karyawan. Deal and Kennedy (1982) mem-populerkan dugaan bahwa budaya adalah kunci dari kinerja yang kuat, walaupun tidak dengan tingkat akurasi yang tinggi, mengingat sampel yang diambil adalah perusahaan-perusahaan dengan kinerja sangat baik. Studi yang dilakukan oleh Kotter and Heskett (1982) serta Sǿrensen (2002) dengan data set yang sama membuktikan adanya hubungan antara budaya dengan kinerja. Meskipun belum memberikan kesimpulan yang nyata, namun paling tidak terdapat mekanisme hubungan antara budaya dengan kinerja yaitu :The extreme-value effect adalah bilamana sebuah perusahaan melakukan tindakan yang bersifat untuk memperoleh pencapaian yang tinggi, maka semua karyawan akan menilai sebagai tindakan yang baik. Dalam situasi seperti ini akan disepakati sebagai budaya yang kuat. Sebaliknya dengan perusahaan yang tindakannya bersifat biasa biasa saja akan dikatakan sebagai perusahaan dengan budaya yang lemah. The communication or socialization effect dengan dampak lebih transparan. Semua karyawan akan diamati secara cermat berdasarkan realisasi pekerjaannya. Berdasarkan penelitian sebelumnya maka tidak terlalu jelas hubungan antara budaya dengan kinerja perusahaan, walaupun terdapat indikasi tentang hubungan tersebut.
5. Variabel Tata Kelola Perusahaan.
Menurut Stiglitz (2002), privatisasi tanpa tata kelola perusahaan tidak memiliki dampak positif kepada pertumbuhan. Dalam kaitannya dengan kinerja, sangat diperlukan perangkat hukum yang dapat menjamin tata kelola perusahaan yang baik. Sesuai dengan tinjauan teoritis serta bukti-bukti dari penelitian sebelumnya menunjukkan pengaruh positif tata kelola perusahaan terhadap kinerja. Maher and Andersson (2000) memberikan bukti empiris tentang tata kelola perusahaan dan kinerja serta meng-identifikasi-kan implikasi-implikasi beberapa kebijakan. Keduanya menyimpulkan bahwa tata kelola perusahaan harus dikembangkan sejalan dengan kompetisi dan anti-trust policy, karena kelemahan dari tata kelola perusahaan sedikit banyak ketika perusahaan yang dikendalikan oleh manajemen dan sekaligus mendapatkan tekanan dari kekuatan pasar.
B. Pengaruh tak langsung variabel independen terhadap variabel dependen.
Penelitian ini juga menganalisis pengaruh tak langsung dari variabel independen terhadap variabel dependen dengan uraian sebagai berikut:
1. Variabel sinergi – kredibilitas terhadap kinerja.
Sinergi akan sangat mempengaruhi kredibilitas. Dengan sinergi, nilai perusahaan menjadi lebih besar dibandingkan dengan kombinasi dari nilai perusahaan secara sendiri-sendiri. Disamping itu kekuatan para pimpinan perusahaan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kegiatan usaha. Bukti empiris dalam restrukturisasi perusahaan menunjukkan bahwa membuang aset yang tidak berhubungan dengan bisnis inti perusahaan, akan dilihat sebagai nilai tambah oleh pasar, (Berger and Ofek, (1999)).
2. Variabel kepemilikan baru – kredibilitas terhadap kinerja.
Pemerintah sebagai pemegang saham, tidak akan menjual sahamnya kepada perusahaan yang tidak jelas keberadaannya. Dengan memperhatikan reputasi pemilik yang baru, maka dapat diperkirakan kredibilitas perusahaan akan meningkat. Hal ini akan berdampak positif terhadap kinerja perusahaan.
3. Variabel Budaya terhadap variabel Sinergi.
Pengertian tentang budaya sangat sejalan dengan maksud dari sinergi itu sendiri. Menurut Hofstede (1991) didalam lingkungan pekerjaan, perbedaan budaya lebih diperhitungkan menurut budaya nasionalnya. Budaya yang kuat dapat membentuk tingkat motivasi yang tinggi. Nilai-nilai yang dipahami bersama membuat manusia merasa nyaman bekerja, merasakan adanya komitmen dan penghargaan, membuat orang berjuang lebih keras.
4. Variabel budaya terhadap variabel kredibilitas.
Kredibilitas dunia usaha dibedakan menurut dua jenis disclosure credibility yaitu persepsi investor terhadap informasi yang dikeluarkan dan management credibility lebih menekankan kepada sifat ketahanan para manager perusahaan dengan mengacu kepada persepsi investor terhadap manager dilihat dari segi kompetensi maupun kepercayaan, (Hovland et. al. 1953, 21).
5. Variabel tata kelola perusahaan terhadap variabel sinergi.
Tata kelola perusahaan mengatur pemisahan fungsi antara setiap bagian yang terlibat didalam perusahaan seperti menejer, pemegang saham dan lain-lain. Stiglitz (2002) mengatakan bahwa dengan tata kelola perusahaan yang lemah, manajemen dapat secara leluasa dan efektif mencuri dari para pemilik saham. Keasy, Thompson and Wright (1997) menyarankan empat alternatif paradigma untuk menjelaskan mengapa permasalahan tata kelola perusahaan sering kali memberikan solusi yang saling bertentangan satu dengan yang lain. Keempat alternatif tersebut adalah The Abuse of Executive Power model, The Myopic Market model, The Stakeholder model dan Principal-Agent model. Khusus untuk Principal-Agent model menunjukkan pengaturan tata kelola perusahaan sebagai jawaban terhadap permasalahan keagenan dengan memisahkan kepemilikan serta kontrol.
6. Variabel Tata Kelola Perusahaan terhadap variabel kredibilitas.
Signifikansi pengaturan tata kelola perusahaan secara internal untuk pemegang saham didalam perusahaan finansial berpotensi untuk meningkatkan dampak perubahan teknologi. Kemampuan perusahaan finansial untuk mengembangkan sistem dan struktur internal yang memadai akan memastikan pentingnya pendelegasian tanggung jawab dalam mengambil keputusan telah mencapai bentuk yang konsisten antara manajemen dengan pemegang saham.
C. Model Teoritis sebagai kerangka pemikiran.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat dibentuk model teoritis kerangka pemikiran seperti gambar dibawah ini. Variabel-variabel yang akan diteliti digambarkan dalam bentuk elips, yang menunjukkan bahwa variabel tersebut merupakan variabel laten, yaitu variabel yang tidak dapat diukur secara langsung (unobserved). Metode penggambaran ini mengikuti konvensi Structural Equation Modelling (SEM), yang akan dipakai dalam pembahasan selanjutnya.
H1 : Terdapat pengaruh positif variabel sinergi terhadap variabel kinerja.
H2 : Terdapat pengaruh positif variabel kredibilitas terhadap variabel kinerja.
H3 : Terdapat pengaruh positif variabel kepemilikan baru terhadap variabel kinerja.
H4 : Terdapat pengaruh positif variabel budaya terhadap variabel kinerja.
H5 : Terdapat pengaruh positif variabel tata kelola perusahaan terhadap kinerja.
H6 : Terdapat pengaruh timbal balik yang positif antara sinergi terhadap kredibilitas.
H7 : Terdapat pengaruh positif variabel kepemilikan baru terhadap kredibilitas.
H8 : Terdapat pengaruh positif variabel budaya terhadap variabel sinergi.
H9 : Terdapat pengaruh positif variabel budaya terhadap variabel kredibilitas.
H10 : Terdapat pengaruh positif variabel tata kelola perusahaan terhadap sinergi.
H11 : Terdapat pengaruh positif variabel tata kelola perusahaan terhadap kredibilitas.
V. Metode Penelitian.
A. Jenis Penelitian.
Studi ini dilakukan untuk mengkaji pengaruh variabel prediktor sinergi, kredibilitas, kepemilikan baru, budaya serta tata kelola perusahaan terhadap kinerja bank pasca privatisasi dan melibatkan variabel yang dapat diukur secara langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab itu digunakan structural equation modeling (SEM) sebagai metode penelitian. SEM merupakan gabungan dari dua metode statistik yang terpisah yaitu analisis faktor dan model persamaan simultan, Ghozali (2005). Model persamaan struktural, merupakan gabungan dari analisis faktor dan analisis jalur, menjadi satu metode statistik komprehensif. Metode estimasi yang dipergunakan adalah metode estimasi maximum likelihood.
B. Populasi dan Sensus Penelitian.
Populasi di-maksud-kan sebagai keseluruhan kelompok, yang masuk dalam cakupan penelitian, sedangkan sensus adalah pengumpulan data seluruh populasi yang ditargetkan, Burns and Bush (1998). Unit analisis yang dipakai adalah data individual, dengan memperlakukan setiap responden sebagai sumber data. Sensus dilakukan terhadap Bank BCA, Bank Niaga, Bank Permata, Bank Danamon, Bank Internasional Indonesia, Bank Lippo, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BRI serta Bank Bukopin.
C. Teknik Analisis.
1. Analisis Faktor.
Tujuan analisis faktor adalah ingin mencari pengelompokkan baru variabel asli, menjadi variabel yang jumlahnya semakin sedikit. Analisis faktor ini disebut sebagai exploratory factor analysis. Analisis faktor juga dipergunakan untuk mengkonfirmasi apakah suatu konstruk yang secara teori telah dibentuk, dapat di-konfirmasi-kan dengan data empiris. Analisis ini disebut confirmatory factors analysis. Langkah kerja serta asumsi analisis faktor dapat diuraikan menurut (a) jumlah data, (b) korelasi antar variabel, (c) matriks korelasi keseluruhan, (d) menentukan jumlah faktor (e) pembentukan komposit.
2. Uji Kualitas Instrumen Pengukuran.
Pengujian kualitas terhadap instrumen pengukuran didasarkan pada validitas. Pengujian reliabilitas dilakukan pada tahap pengujian asumsi model struktural.
3. Estimasi nilai parameter.
Untuk mengkonfirmasikan hipotesis dengan menggunakan SEM. Secara keseluruhan langkah-langkah dalam SEM mengadaptasi dari Ghozali (2005).
4. Model Pengukuran dan Persamaan Struktural.
Model pengukuran terhadap variabel laten yang membentuk variabel-variabel
sinergi, kredibilitas, kepemilikan baru, budaya, tata kelola serta kinerja diuji dengan menggunakan confirmatory factor analysis.
Persamaan struktural untuk model teoritis yang diajukan adalah sebagai berikut:
SN = α1KR + α2KO + α3 GCG + δ1 …………. (1)
KB = β1SN + β2KR + β3PB + β4KO + β5GCG + δ2 …………. (2)
KR = γ1SN + γ2PB + γ3KO + γ4 GCG + δ3 …………. (3)
5. Evaluasi Kriteria Goodness-of-fit.
a.Pemenuhan asumsi-asumsi SEM.
i.Normalitas
ii.Outliers
iii.Evaluasi Multikolinearitas atau Singularitas.
iv.Uji Reliabilitas.
Construct reliability diperoleh dengan cara:
( ∑ Standardized Loading )2
Construct Reliability = ------------------------------------------------
( ∑ Standardized Loading )2 + ( ∑εj )
1.Standardized loading diperoleh dari standardized loading (standardized regression weights) tiap-tiap indikator.
2.εj adalah measurement error = 1 – (Standardized loading)2.
Variance Extracted diperoleh dengan cara :
∑ Standardized Loading2
Variance Extracted = ---------------------------------------------------
∑ Standardized Loading 2 + ∑εj
b.Evaluasi Uji Kesesuaian (Goodness-of-fit).
i.χ2 – Chi Square dan Probabilitas
ii.The Root Mean Square Error for Approximation (RMSEA).
iii.Goodness of Fit Index (GFI).
iv.Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI).
v.CMIN/DF atau χ2 relatif.
c.Perbandingan Terhadap Baseline Model.
Indeks-indeks yang digunakan untuk mengukur kesesuaian model yang di-analisis dibandingkan dengan sebuah baseline model adalah sebagai berikut:
i.Tucker Lewis Index (TLI).
ii.Comparative Fit Index (CFI).
d.Estimasi Parameter.
Estimasi parameter digunakan untuk menguji hipotesis nol yang menyatakan koefisien regresi antara hubungan sama dengan nol, melalui pengamatan terhadap nilai probabilitas untuk setiap nilai critical ratio (CR).
e.Analisis Efek Langsung, Efek Tidak Langsung dan Efek Total.
Efek langsung menunjukkan pengaruh langsung dari suatu variabel (misal X1) terhadap variabel yang lain (misal X5). Efek tidak langsung menunjukkan adanya pengaruh tidak langsung dari suatu variabel (misal X1) terhadap variabel lain (misal X5) melalui variabel lain (misal X3). Efek total merupakan penjumlahan efek langsung dengan efek tidak langsung.
6. Interpretasi dan Modifikasi Model.
Distribusi frekuensi yang tidak simetris merupakan sinyal untuk sebuah model yang kurang baik. Batas keamanan untuk jumlah residual adalah 5%, bila jumlah residual lebih besar dari 5% dari semua residual kovarians yang dihasilkan oleh model, maka modifikasi mulai dipertimbangkan.
7. Komparasi Model.
Tiga kriteria untuk meng-konfirmasi-kan model yaitu Goodness of Fit (Hair et al. (1998)) komparasi kekuatan koefisien jalur secara individual dan komparasi koefisien determinasi (Poznanski and Bline, 1997).
a. Goodness-of-Fit.
Kriteria goodness-of-fit mencakup absolute fit measure, incremental fit measure dan parsimony fit measure.
1.Absolute Fit Measure.
(a)Chi-square (Discrepancy), (b) Non-centrality Parameter (NCP)
(c)Goodness-of-fit Index (GFI), (d) Root Mean Square Residual (RMR).
(e)Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA).
2. Incremental Fit Measure.
(a)Adjusted Goodness-of-fit (AGFI), (b) Tucker-Lewis index (TLI).
3. Parsimony Fit Measure.
( a) Parsimony-adjusted Normed Fit Index (PNFI),
(b) Akaike Information Criterion (AIC) and Expected Cross Validation Index (ECVI).
b. Komparasi Kekuatan Koefisien Jalur.
Komparasi atau perbandingan kekuatan koefisien jalur didasarkan pada
kriteria bahwa koefisien yang lebih besar mengindikasikan suatu model lebih baik daripada model yang lain. Koefisien yang dibandingkan satu sama lain hanyalah koefisien yang signifikan secara statistik. Penjumlahan dilakukan dengan menggunakan angka absolut.
c. Komparasi Koefisien Determinasi.
Kriteria ketiga adalah jumlah nilai koefisien determinasi (squared multiple correlation) variabel endogen. Suatu model lebih baik daripada yang lainnya apabila memiliki nilai koefisien determinasi yang lebih besar.
D. Instrumen Penelitian.
1. Sinergi.
Diambil 10 indikator sinergi dari tiga sumber sinergi. Dari sisi kualitas sumber daya manusia ditandai dengan indikator (1) efisiensi, efektifitas dan kualitas kerja, (2) interaksi, (3) kontrol dan resiko. Sisi operasional ditandai dengan indikator (1) skala ekonomis, (2) pertumbuhan pangsa pasar, (3) kualitas produk dan (4) strategi pemasaran. Sisi kekuatan finansial ditandai dengan indikator (1) intermediasi, (2) stabilitas keuangan dan (3) keuntungan pajak. Sinergi diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Galunic, (1994) serta Eisenhardt, (1989a). Pertanyaan di-konsentrasi-kan pada fakta, bukan pada interpretasi para responden.
2. Kredibilitas.
Indikator kredibilitas meliputi 10 indikator yaitu (1) kepercayaan investor, (2) kepercayaan karyawan, (3) kontinuitas strategi, (4) mampu memberi informasi yang akurat, (5) kompeten dalam bidangnya, (6) pengetahuan, (7) kepemimpinan, (8) kerjasama, (9) integritas tinggi, (10) kepercayaan publik.
Ukuran kredibilitas didasarkan pada tanggapan subyek terhadap serangkaian item yang menggunakan skala lima poin Likert-type.
3. Kepemilikan Baru.
Sebagai indikator kepemilikan adalah (1) nilai tambah (value added), (2) kepedulian, (3) kompetisi, (4) kepatuhan, (5) kehati-hatian, (6) efisiensi finansial, (7) efisiensi operasional, (8) profesionalisme kerja, (9) kualitas pelayanan, (10) pasar saham, (11) keleluasaan. Ukuran efisiensi kepemilikan didasarkan pada tanggapan subyek terhadap serangkaian item yang menggunakan skala lima poin Likert-type.
4. Budaya.
Indikator budaya yang dipelajari meliputi 12 items yaitu (1) struktur, (2) etos kerja, (3) prestasi kerja, (4) komunikasi, (5) kepemimpinan, (6) reward and punishment, (7) norma, (8) filosofi, (9) sikap kerja, (10) ketulusan, (11) kejujuran, (12) kerja sama. Ukuran budaya didasarkan pada dua penafsiran yaitu kesamaan internal adalah derajat dimana orang-orang dalam perusahaan mempunyai kepercayaan yang sama dan ketidak-samaan eksternal yaitu derajat dimana kepercayaan dasar berbeda dengan kepercayaan masyarakat pada umumnya.
5. Tata kelola perusahaan.
Indikator tata kelola perusahaan yang dipelajari meliputi 10 indikator yaitu (1) transparansi, (2) disclosure, (3) kemandirian, (4) akuntabilitas, (5) pertanggung-jawaban, (6) kewajaran, (7) keselamatan kerja, (8) kesejahteraan, (9) evaluasi dan penilaian, (10) etika. Ukuran tentang pemahaman tata kelola perusahaan didasarkan pada tanggapan subyek terhadap serangkaian item yang menggunakan skala lima poin Likert-type. Angka yang diperoleh dari responden setelah mengisi kuesioner tentang tata kelola perusahaan akan dipakai sebagai acuan.
6. Kinerja Bank Pasca Privatisasi.
Indikator kinerja yang diukur meliputi 12 indikator yaitu (1) reaksi pasar saham, (2) cost of capital, (3) perlindungan resiko, (4) return on asset (ROA), (5) return on equity (ROE), (6) interest margin, (7) non performing loans, (8) efisiensi operasional, (9) efisiensi finansial, (10) pertumbuhan perusahaan, (11) capital adequacy ratio, (12) loan to deposit ratio.
VI. Hasil Penelitian.
Bagian ini menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan, mencakup berbagai aspek mulai dari profil responden sampai dengan diterima atau ditolaknya hipotesis yang diajukan.
A. Profil Responden.
1. Data demografis
a. Jenis Kelamin.
Tabel 1.1: Profil Responden menurut jenis kelamin
Frekuensi
%
Jenis Kelamin
Laki-laki
126
67
Perempuan
62
33
Dapat dilihat bahwa responden laki-laki lebih banyak yaitu sebesar 67 persen dibandingkan responden perempuan sebanyak 33 persen.
b. Usia.
Tabel 1.2: Profil Responden menurut usia
Frekuensi
%
Usia
<30 tahun
24
12.8
30-40 tahun
102
54.3
40-50 tahun
60
31.9
>50 tahun
2
1.1
Mayoritas responden berusia antara 30 sampai 40 tahun mencakup 54,3 persen dari keseluruhan responden yang ada. Sedangkan kelompok dengan usia diatas 50 tahun sedikit sekali perannya hanya 1,1 persen saja.
c. Pendidikan.
Tabel 1.3: Profil Responden menurut pendidikan
Frekuensi
%
Pendidikan
Diploma
10
5.3
S-1
134
71.3
S-2
41
21.8
S-3
3
1.6
Responden dengan pendidikan sarjana satu mendominasi pengembalian kuesioner yaitu sebanyak 71,3 persen. Sarjana strata tiga, hanya sebesar 1,6 persen.
d. Asal Bank.
Tabel 1.4: Profil Responden menurut bank asal
Bank Asal
Freq
%
Bank Asal
Freq
%
Mandiri
31
16.5
BII
20
10.6
BNI
18
9.6
Lippo
16
8.5
BRI
11
5.9
Niaga
20
10.6
Bukopin
6
3.2
Permata
22
11.7
BCA
40
21.3
Danamon
4
2.1
Responden BCA yang terbanyak mengembalikan kuesioner sebesar 21,3 persen, diikuti Bank Mandiri sebesar 16,5 persen. Bank Danamon dan Bank Bukopin tergolong yang paling sedikit dalam pengembalian kuesioner yang diedarkan.
e. Pengalaman kerja.
Tabel 1.5: Profil Responden menurut pengalaman kerja.
Masa kerja
Freq
%
Masa Kerja
Freq
%
2 tahun
6
3.2
11 tahun
13
6.9
3 tahun
11
5.9
12 tahun
14
7.4
4 tahun
10
5.3
13 tahun
12
6.4
5 tahun
16
8.5
14 tahun
6
3.2
6 tahun
9
4.8
15 tahun
7
3.7
7 tahun
8
4.3
16 tahun
4
2.1
8 tahun
26
13.8
17 tahun
3
1.6
9 tahun
11
5.9
18 tahun
0
0
10 tahun
31
16.5
19 Tahun
1
0.5
Responden dengan pengalaman kerja sepuluh tahun merupakan responden terbanyak diikuti responden dengan masa kerja delapan tahun sebesar 13,8 persen.
2. Analisis Faktor.
Konsep utama yang digunakan adalah pengukuran validitas dan reliabilitas. Ghozali (2005) mengingatkan bahwa indikator yang dipergunakan untuk merefleksikan suatu variabel juga mengandung kesalahan, sehingga didalam analisis statistik juga harus mempertimbangkan komponen kesalahan ini. Analisis faktor yang dipergunakan adalah confirmatory factor analysis (CFA). Nilai muatan faktor (loading factor) dari tiap-tiap indikator yang disyaratkan sebagai indikator pembentuk konstruk adalah lebih besar dari 0.50 (Hair et.al, 1995). Dapat pula dipakai sebagai patokan ketika model pengukuran memiliki fit yang sangat baik maka nilai estimasi atau loading factor dapat dipakai sebagai koefisien validitas.
Langkah kerja serta asumsi analisis faktor dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Jumlah data.
Pada penelitian ini akan dipergunakan 188 data yang diperoleh yang mana jumlah ini telah memenuhi persyaratan minimum 100 data.
b. Korelasi antar variabel.
Analisis faktor untuk menunjukkan korelasi antar variabel dengan menghitung korelasi parsial. Untuk maksud perhitungan tersebut diatas di-asumsi-kan bahwa variabel lain dianggap tetap. Korelasi antar variabel menggunakan nilai faktor muatan (loading factor) dimana dilakukan confirmatory factor analysis (CFA)..
c. Matriks korelasi keseluruhan.
Pada tahapan ini ukuran yang digunakan adalah Bartlett test of sphericity dan Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy (KMO-MSA). Bartlett test of sphericity harus signifikan pada level 0.000 sedangkan nilai KMO-MSA bervariasi dari 0 sampai 1. Jika nilai KMO-MSA < 0.50, maka analisis faktor tidak dapat dilakukan.
d. Hasil tes KMO-MSA and Bartlett dari setiap variabel.
Sesuai dengan hasil pengolahan data diperoleh keluaran KMO-MSA dan Bartlett’s tes sebagaimana terlihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 2: Hasil tes KMO-MSA and Bartlett dari setiap variabel
Sumber: Data primer yang telah diolah.
Bartlett's Test of Sphericity
KMO-MSA
Signifikansi
df
Approx Chi-square
Sinergi
0.731
0.000
45
577.866
Kredibilitas
0.824
0.000
45
590.935
Kepemilikan Baru
0.694
0.000
55
555.730
Budaya
0.862
0.000
66
814.994
Tata Kelola Perusahaan
0.660
0.000
45
429.606
Kinerja
0.716
0.000
66
780.072
B. Evaluasi Uji Kesesuaian (Goodness of Fit)
Dengan SEM, tidak boleh hanya tergantung pada suatu indeks atau beberapa indeks fit saja, namun sebaiknya mempertimbangkan seluruh indeks fit yang ada. Dengan mengikuti Hair et. al (1995) maka evaluasi terhadap kesesuaian model dilakukan melalui beberapa tingkatan yaitu:
1. Uji Kesesuaian Model Pengukuran (measurement model fit).
Tujuan melakukan evaluasi model pengukuran adalah untuk menentukan validitas serta reliabilitas indikator-indikator dari suatu konstruk.
Uji validitas adalah ukuran sampai sejauh mana suatu indikator secara akurat dapat mengukur apa yang hendak diukur, sedangkan uji reliabilitas adalah suatu pengujian untuk menentukan konsistensi pengukuran indikator dari variabel suatu variabel laten.
2. Uji Kesesuaian Keseluruhan Model (Overall Model Fit)
Sesuai hasil CFA indikator pembentuk konstruk, selanjutnya dibentuk diagram jalur model teoritis yang menghubungkan 6 variabel laten yang ada secara struktural. Diagram jalur dan indikator-indikator model fit disajikan sebagai berikut :
a. Modification index – Modifikasi Indeks.
Sebenarnya model penelitian yang fit telah terpenuhi, namun Modification Index tetap akan dilakukankan untuk dapat memperoleh model fit yang absolut.
b. Hasil Olah Data setelah Modifikasi Indeks.
Dari hasil olah data juga diperoleh persamaan struktural sbb:
SN = 0.41KR – 0.15KO + 0.34GCG (1)
KB = -0.57SN – 1.57KR + 3.00PB – 0.26KO – 0.89GCG (2)
KR = -0.27SN + 1.18PB – 0.01KO – 0.20GCG (3)
c. Tabulasi Indikator Goodness of Fit setelah Modifikasi Indeks
Tabel 3: Indikator Goodness of Fit setelah Modifikasi Indeks
Goodness of Fit Index
Cut-Off Value
Hasil Model
Keterangan
χ 2 – Chi-Square
933.86
Baik
Nilai-p
> 0.05
0.792
Derajat bebas, DF
970
RMSEA
≤ 0.05
0.00
GFI
Nilai besar
0.82
AGFI
≥ 0.90
0.80
CFI
≥ 0.95
1.00
Relative χ 2 CMIN/DF
≤ 2.00
0.96
NCP
Nilai kecil
0.00
TLI
≥ 0.90
1.12
RMR
Nilai kecil
0.066
PNFI
Nilai kecil
0.55
AIC
Independence
AIC model < AIC Saturated dan AIC Independence
2158.79
Baik
Model
1155.86
Saturated
2162.00
ECVI
Independence
ECVI model < ECVI Saturated dan ECVI Independence
11.54
Baik
Model
6.37
Saturated
11.56
d. Olah data dengan menggunakan Return on Assets (ROA).
Guna mengetahui hasil penelitian yang lebih berkualitas maka dilakukan pengolahan data return on asset (ROA) dengan model yang sama.
e. Pengolahan data dengan ROA.
Hasil olah data memperoleh persamaan struktural sebagai berikut:
SN = 0.31KO + 0.26GCG (1)
KR = -0.47SN + 3.99PB – 0.043KO – 0.99GCG (2)
ROA = - 0.23SN – 0.24KR + 1.28PB – 0.64KO – 0.40GCG (3)
Keluaran dari olah data menunjukkan hubungan yang tidak signifikan dan dibuktikan dengan nilai t yang berwarna merah.
3. Uji Kesesuaian Model Struktural (structural model fit).
Uji kesesuaian model struktural titik fokusnya ada pada hubungan antara variabel laten eksogen dan endogen, serta hubungan antara variabel endogen.
a. Hubungan Antar Variabel Terikat.
Hubungan antara variabel terikat sebagaimana diperoleh dari keluaran Beta tergambar seperti dibawah ini.
Tabel 4: Hubungan antara variabel terikat
Estimasi Parameter
S.E.
t-value
Signifikansi
KR <--- SN
-0.27
0.25
-1.06
N.S.
KB <--- SN
-0.57
1.75
-0.33
N.S.
SN <--- KR
0.41
0.5
0.81
N.S.
KB <--- KR
-1.57
4.6
-0.34
N.S.
Keterangan: N.S. = Not Significant
1.Pengaruh sinergi terhadap kinerja
- Nilai t-value sebesar -0.33 dan Estimasi parameter sebesar -0.57, menunjukkan pengaruh sinergi yang tidak signifikan terhadap kinerja.
Hipotesis 1 tidak dapat diterima.
2.Pengaruh kredibilitas terhadap kinerja
- Nilai t-value sebesar – 0.34 dan Estimasi parameter sebesar -1.57, menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan terhadap kinerja.
Hipotesis 2 tidak dapat diterima.
3.Pengaruh kredibilitas terhadap sinergi
- Nilai t-value adalah 0.81 (< 1.96) berarti bahwa hubungan struktural pengaruh kredibilitas terhadap sinergi tidak signifikan.
- Estimasi parameter sebesar 0.41 menunjukkan pengaruh positif kredibilitas terhadap sinergi.
4.Pengaruh sinergi terhadap kredibilitas
- Nilai t-values adalah -1.06 ( < 1.96) berarti bahwa hubungan struktural pengaruh sinergi terhadap kredibilitas tidak signifikan.
- Estimasi parameter sebesar -0.27 berarti bahwa terdapat pengaruh yang negatif antara variabel kredibilitas terhadap sinergi.
Hipotesis 6 tidak dapat diterima.
b. Hubungan Antar Variabel Terikat dan Bebas.
Keluaran Gamma menggambarkan pengaruh variabel eksogen independen terhadap variabel endogen dependen. Dengan mengacu kepada keluaran yang dihasilkan, dapat terlihat hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas yang dipakai dalam penelitian sebagaimana tertera pada gambar dibawah ini:
Tabel 5: Hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas
Estimasi Parameter
S.E.
t-value
Signifikansi
SN <--- KO
-0.15
0.35
-0.45
N.S.
SN <--- GCG
0.34
0.17
2.02
S
KR <--- PB
1.18
1.27
0.93
N.S.
KR <--- KO
-0.01
0.40
-0.02
N.S.
KR <--- GCG
-0.20
0.34
-0.59
N.S.
KB <--- PB
3.00
9.36
0.32
S
KB <--- KO
-0.26
1.30
-0.20
N.S.
KB <--- GCG
-0.89
2.43
-0.36
N.S.
Keterangan: N.S. = Not Significant
S = Significant
1. Pengaruh variabel budaya terhadap sinergi.
- Nilai t-value sebesar – 0.45 dan Estimasi parameter sebesar -0.15, menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan dari budaya terhadap sinergi.
Hipotesis 8 tidak dapat diterima.
2. Pengaruh variabel tata kelola perusahaan terhadap sinergi.
- Nilai t-value sebesar 0.34, menunjukkan pengaruh yang positif dari tata kelola perusahaan terhadap sinergi.
- Estimasi parameter sebesar 2.02 menunjukkan pengaruh tata kelola perusahaan yang signifikan terhadap sinergi.
Hipotesis 10 dapat diterima.
3. Pengaruh budaya terhadap kredibilitas.
- Nilai t-value sebesar -0.01 dan Estimasi parameter sebesar -0.02, menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan dari budaya terhadap kredibilitas.
Hipotesis 9 tidak dapat diterima.
4. Pengaruh kepemilikan baru terhadap kredibilitas.
- Nilai t-value sebesar 0.93, menunjukkan pengaruh yang positif dari kepemilikan baru terhadap kredibilitas.
- Estimasi parameter sebesar 1.18 menunjukkan pengaruh kepemilikan baru yang tidak signifikan terhadap kredibilitas.
Hipotesis 7 tidak dapat diterima.
5. Pengaruh tata kelola perusahaan terhadap kredibilitas.
- Nilai t-value sebesar -0.59 dan Estimasi parameter sebesar -0.20, menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan dari tata kelola perusahaan terhadap kredibilitas.
Hipotesis 11 tidak dapat diterima.
6. Pengaruh kepemilikan baru terhadap kinerja
- Nilai t-value sebesar 0.32 dan Estimasi parameter sebesar 3.00, menunjukkan pengaruh yang positif dari kepemilikan baru terhadap kinerja.
Hipotesis 3 tidak dapat diterima.
7. Pengaruh budaya terhadap kinerja
- Nilai t-value sebesar -0.20 dan Estimasi parameter sebesar -0.26, menunjukkan pengaruh budaya yang tidak signifikan terhadap kinerja.
Hipotesis 4 tidak dapat diterima.
8. Pengaruh tata kelola perusahaan terhadap kinerja
- Nilai t-value sebesar -0.36 dan Estimasi parameter sebesar -0.89, menunjukkan bahwa tata kelola perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja.
Hipotesis 5 tidak dapat diterima.
C. Pengaruh antar Variabel.
1. Korelasi antara dua variabel.
Dari Correlation Matrix of ETA on KSI terlihat bahwa hubungan paling kuat terjadi antara kepemilikan baru dengan kredibilitas yaitu sebesar 0.91. Keadaan ini dapat dimengerti mengingat perubahan kepemilikan akan berdampak langsung dan nyata yang dilihat oleh pasar. Hubungan yang paling lemah terlihat antara kinerja dengan sinergi sebesar -0.01.
Tabel 6: Correlation Matrix of ETA on KSI
SN
KR
KB
PB
KO
GCG
SN
1.00
KR
0.23
1.00
KB
-0.01
0.41
1.00
PB
0.47
0.91
0.49
1.00
KO
0.35
0.79
0.38
0.85
1.00
GCG
0.45
0.47
0.01
0.67
0.53
1.00
2. Regresi antara variabel.
Kontribusi relatif variabel laten independen yang mempengaruhi variabel laten endogen perlu untuk di-indentifikasi. Perhatikan keluaran Lisrel pada bagian Regression Matrix ETA on KSI seperti tabel 21 dibawah ini.
Tabel 7: Regression Matrix ETA on KSI
Sumber: Keluaran Lisrel
PB
KO
GCG
SN
0.43
-0.14
0.23
KR
1.06
0.03
-0.27
KB
1.09
-0.23
-0.60
3. Efek Tidak Langsung dan Efek Total.
Keluaran Total and Indirect Effects menunjukkan pengaruh tidak langsung dan pengaruh total variabel independen terhadap variabel dependen Pengaruh tidak langsung adalah pengaruh suatu variabel independen terhadap suatu variabel dependen lainnya yang di-mediasi oleh satu atau lebih variabel perantara.
D. Komparasi Model.
Ghozali (2001) mengatakan bahwa jika telah ditemukan model yang fit sebagaimana di-indikasi-kan oleh indikator-indikator goodness of fit seperti RMSEA, maka komparasi koefisien jalur dan determinasi tidak perlu dilakukan lagi.
E. Pembahasan.
1. Pelaksanaan privatisasi.
Tabel 6 dibawah ini menunjukkan bulan dan tahun serta metoda privatisasi yang dilakukan pada masing-masing bank yaitu:
Tabel 6: Privatisasi/Divestasi Bank
Sumber: Website masing-masing bank
Bank
Bulan/Tahun
Metoda
Mandiri
Jul-03
Initial Public Offering
BNI
Nov-96
Initial Public Offering
BRI
Nov-03
Initial Public Offering
Bukopin
Jul-06
Initial Public Offering
BCA
Aug-01
Strategic Partner
Niaga
Oct-02
Strategic Partner
Danamon
May-03
Strategic Partner
BII
Nov-03
Strategic Partner
Permata
Aug-04
Strategic Partner
Lippo
Dec-98
Strategic Partner
Tabel diatas menggambarkan bahwa privatisasi dilakukan dalam jangka waktu yang relatif pendek yaitu berkisar 3 tahun sampai dengan 5 tahun. Dari sepuluh bank yang di-privatisasi tersebut diatas terdapat lima bank yaitu Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BRI, Bank Bukopin dan Bank BCA tidak mengganti pimpinannya ataupun mengikut sertakan wakil dari pemegang saham yang baru. Dengan tidak adanya keikut-sertaan wakil dari pemegang saham yang baru maka terdapat situasi sebagai berikut:
a.Sinergi yang diharapkan terjadi antara pemegang saham lama dengan yang baru, antara karyawan lama dengan yang baru, pimpinan yang lama dengan baru tidak terjadi secara nyata.
b.Perubahan budaya yang diperkirakan akan terjadi oleh karena adanya pemegang saham baru, terutama budaya kerja yang baru juga tidak terjadi.
c.Perbedaan kredibilitas secara nyata antara sebelum dan sesudah privatisasi juga tidak terlihat, mengingat pelakunya masih sama.
Sedangkan kelima bank yang lain yaitu Bank Niaga, Bank Danamon, Bank BII, Bank Lippo dan Bank Permata telah memasukkan wakil pemegang sahamnya yang baru kedalam posisi-posisi strategis seperti komisaris, direktur utama, maupun direktur disamping posisi lain dibawah direksi. Kurun waktu privatisasi yang dilakukan belum cukup lama, maka perubahan-perubahan yang diharapkan terjadi sesuai dengan teori privatisasi masih belum terlihat nyata. Dipastikan kebenarannya bahwa “privatization is a process, not an event”, Verbrugge, Meggison and Owens (1999).
2. Privatisasi dilakukan secara bertahap.
Privatisasi di Indonesia dilakukan secara bertahap dimana pemerintah melepas sahamnya secara sebagian-sebagian, sehingga berdampak pada proses sinergi yang diharapkan terjadi antara pemegang saham lama dengan yang baru juga berjalan secara bertahap. Kredibilitas perusahaan pun, terutama bank yang pada awalnya milik pemerintah tidak dilihat ada perubahan yang signifikan oleh para investor. Keadaan ini sejalan dengan Otchere and Chan (2003) yang mengatakan bahwa privatisasi parsial hanya memberikan perubahan kinerja yang sangat terbatas. Shleifer and Vishny (1996) mengatakan bahwa privatisasi parsial masih membuka kesempatan bagi politikus untuk mempengaruhi kinerja bank guna kepentingan politik.
3. Kinerja menurut Return on Assets.
Peneliti terdahulu mengelompokkan indikator kinerja menurut profitabilitas, efisiensi operasional, perlindungan resiko serta economies of scale. Sedangkan indikator profitabilitas dikelompokkan menurut Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Non-Performing Loan (NPL) serta Net Interest Income (NII). Penelitian ini memakai ROA rata-rata dimana pengambilan data dimulai sejak bank tersebut di-privatisasi
Tabel 9: ROA rata-rata Bank
Sumber: Laporan Triwulan Bank Indonesia
Bank
ROA rata-rata
Bank
ROA rata-rata
Mandiri
2.03
BII
2.56
BCA
5.24
Niaga
2.75
BNI
2.10
Permata
-18.78
BRI
3.52
Lippo
-31.19
Danamon
5.96
Bukopin
2.83
Bank BCA dimana pemegang saham baru tidak ikut campur didalam operasional perusahaan tetap menunjukkan ROA yang semakin membaik. Peneliti tidak memakai data return on equity (ROE) sebagai bahan penelitian karena masalah akurasi yang disebabkan oleh pengaruh besarnya bad loan yang dihapus bukukan.
4. Penelitian secara keseluruhan.
Mengacu kepada hasil penelitian, dapat dilihat bahwa beberapa variabel telah memberikan pengaruh positif terhadap variabel lainnya. Kredibilitas berpengaruh positif kepada sinergi. Kepemilikan baru bergaruh positif kepada kinerja. Kepemilikan baru berpruh positif kepada kredibilitas. Budaya bergaruh positif kepada kredibilitas dan tata kelola perusahaan berpengaruh positif kepada sinergi. Bilamana dikaitkan dengan masa rivatisasi yang relatif masih sangat singkat, maka pengaruh-pengaruh positif tersebut telah menunjukkan arah yang sejalan dengan teori yang ada. Sejalan dengan hasil olah data, kepemilikan baru memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja. Pengaruh signifikan tata kelola perusahaan terhadap sinergi juga diperoleh, namun belum signifikan terhadap kinerja. Bank Indonesia mengeluarkan peraturan Bank Indonesia tentang pelaksanaan Good Corporate Governance pada tanggal 30 Januari 2006, maka dipahami bilamana tata kelola perusahaan masih belum terlihat pengaruhnya terhadap kinerja bank.
F. Keterbatasan.
Dalam proses penelitian ini dijumpai beberapa keterbatasan-keterbatasan yang tentunya akan memberikan dampak terhadap hasil akhir yang diperoleh. Adapun keterbatasan yang ada antara lain, jumlah bank yang telah di-privatisasi masih sangat sedikit, sehingga data yang dapat dikumpulkan relatif sedikit. Keterbatasan referensi termasuk jurnal yang dapat dibaca untuk menambah pengetahuan serta wawasan, baik secara teori maupun pengetahuan tentang hasil-hasil penelitian sebelumnya. Kurun waktu dilakukannya privatisasi yang berbeda-beda berdampak kepada pengumpulan data yang berbeda pula. Kedalaman dari setiap pertanyaan pada kuesioner yang dipergunakan masih perlu disempurnakan untuk dapat memperoleh hasil yang lebih baik. Singkatnya waktu penelitian termasuk waktu untuk mengisi kuesioner oleh para responden, sehingga tidak tertutup kemungkinan dimana responden memberikan jawaban dengan serba seadanya.
VII. Kesimpulan.
Berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh dari kuesioner yang diterima, dapat ditarik beberapa kesimpulan, implikasi serta saran sebagai berikut:
A.Kesimpulan.
1.Privatisasi industi perbankan yang telah dilakukan belum menunjukkan perbaikan profitabilitas perusahaan sebagaimana diharapkan, khususnya dilihat dari ROA yang ada. Namun demikian ROA yang ada menunjukkan tren yang menaik sehingga dapat pula disimpulkan bahwa privatisasi memang memberikan kinerja yang lebih baik. Keadaan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya.
2.Penelitian yang dilakukan telah memberikan hasil yang cukup baik meskipun belum dapat dikatakan sempurna. Hasil cukup baik dapat dilihat dari model fit yang diperoleh sebagaimana diperlihatkan dalam evaluasi goodness of fit.
3. Sinergi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja seperti di-teori-kan oleh para ahli sebelumnya, disebabkan oleh karena lima bank tidak mengganti pimpinannya dan tidak memasukkan wakil-wakil kedalam jajaran pengambil keputusan. Selain itu jangka waktu penelitian dengan waktu privatisasi yang masih terlalu singkat ikut menjadi penyebab.
4. Kredibilitas ternyata tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja bank pasca privatisasi.
5. Kepemilikan baru ternyata memberikan pengaruh signifikan terhadap kinerja bank pasca privatisasi. Keadaan ini menunjukkan bahwa pergantian kepemilikan memberikan dampak yang positif. Secara teoritis pemilik baru yang merupakan institusi finansial yang kuat akan memberikan kinerja keuangan yang lebih baik bagi bank pasca privatisasi.
6. Budaya tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja menunjukkan bahwa proses privatisasi yang dilakukan belum memperhatikan faktor budaya antara pemilik baru dengan para karyawan ataupun budaya yang telah terbentuk sebelumnya. Namun demikian keadaan ini sebenarnya mengkonfirmasikan bahwa masalah budaya sangatlah marjinal dan tidak mempunyai pengaruh yang berarti.
7. Tata kelola perusahaan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja maupun kredibilitas, namun memberikan pengaruh yang positif terhadap sinergi. Keadaan ini dapat dipahami mengingat Bank Indonesia baru menerbitkan ketentuan tentang tata kelola perusahaan pada tanggal 30 Januari 2006 yang lalu.
Akibatnya dapat dipahami bilamana tata kelola perusahaan masih belum sepenuhnya dijalankan oleh seluruh jajaran dalam bank.
8. Kepemilikan baru tidak berpengaruh positif terhadap kredibilitas sebagaimana di-teori-kan, karena tidak semua pemilik baru setelah privatisasi berasal dari pihak-pihak yang mempunyai bidang usaha sejenis.
Referensi
Barney, J., (1998), “Returns to Bidding Firms in the Mergers and Acquisitions: Reconsidering the Relatedness Hypothesis,” Strategic Management Journal, Summer Special Issue 9: 71-78.
Bayliss, Kate, (2002), “Privatization and Poverty: The Distributional Impact of Utility Privatization,” Annals of Public and Cooperative Economics 73: 603-625.
Berger, P. G. and Ofek, E. (1999), “Causes and Effects of Corporate Refocusing Programs”, Review of Financial Studies, Vol. 12, pp. 311-345.
Bradley, M., A. Desai, and H. Kim, (1988), “Synergistic Gains from Corporate Acquisitions and Their Division between the Stockholders of Target and Acquiring Firms”, Journal of Financial Economics 21, 3-40.
Brealey, R. A., and Myers, S. C., (1991), Principal of Corporate Finance, McGraw-Hill, 4th ed., 1991.
Burns, Alvin C. and Ronald F. Bush, (1998), Marketing Research International Edition. New Jersey: Prentice Hall International, 2nd ed., 1998.
Chatterjee, S., (1986), “Types of Sinergy and Economic Value: The Impact of Acquisitions on Merging and Rival Firms,” Strategic Management Journal 7(2): 119-139.
Chevalier, J. and G. Ellison (1997), “Risk taking by Mutual Funds as a Response to Incentives”, Journal of Political Economy, 6, 105, December, 1167-1200.
Cornett, M. M., Guo, L., Khaksari, S., Tehranian, H., (2000), “Performance Differences in Privately-owned versus State-owned banks: An International Comparison”. Working paper, World Bank. Southern Illinois University at Carbondale, Suffolk University and Boston College.
Corning, P.A., (1996), “Synergy and the Systems Sciences,” Retrieved September 7, 2005 from the World Wide web: http://complexsystems.org/commentaries/sept97.html
Deal, T., and A.A. Kennedy (1982), Corporate Cultures: The Rites and Rituals of Corporate Life. Addison Wesley, Reading MA.
Demirgüç-Kunt, A., Huizinga, H., (1999), “Determinants of commercial bank interest margins and profitability: Some international evidence,” The World Bank Economic Review 13, 379-408.
Dye, R., (1985), “Disclosure of Non-Propietary Information,” Journal of Accounting Research 23: 123-145.
Ghozali, Imam (2001), Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Ghozali, Imam, (2005), Model Persamaan Struktural, Konsep dan Aplikasi dengan Program AMOS ver. 5.0., ed.II, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hair, J.F., Anderson, R.E., Tatham, R.L., and Black, W.C., (1998), Multivariate Data Analysis (5th etn), New Jersey, Prentice-Hall International: UK.
Havrylyshyn, Oleh, and Donald McGettigan, (1998), “Privatization in Transition Countries: A Sampling of the Literature,” IMF Working Paper 99/6 (Washington: International Monetary Fund).
Hofstede, G. (1980), Cultures Consequences: International Differences in Work-Related Values, London: Sage Publication.
Hofstede, G. (1991), Culture and Organizations: Software of the mind, Mc Graw Hill, London
Hofstede, G. (1994), Cultures and Organizations: Intercultural Cooperation and Its Importance for Survival, London: HarperCollins Publishers.
Hovland, C., I. Janis, and H. Kelley, (1953), “Communication and Persuasion,” Yale University Press: New Haven, Connecticut.
Jensen, M.C. and Ruback, R.S., (1983), “The Market for Corporate Control: The Scientific Evidence”, Journal of Financial Economics, Vol.11, pp.5-50.
John, K. and Ofek, E. (1995), “Asset Sales and Increase in Focus”, Journal of Financial Economics, Vol. 37, pp. 105-126.
Keasey, K., Thompson S., and M. Wright (eds), (1997), Corporate Governance: Economic and Financial Issues, Oxford University Press, Oxford.
Kotter, J.P. and Heskett, J.L. (1992), Corporate Cultures and Performance, Canada: Maxwell Macmillan
La Porta, R., Lopez-de-Silanes, F., Shleifer, A. and Vishny, R.W., (2000), “Investor Protection and Corporate Governance”, SSRN Working Paper Series http://papers.ssrn.com/paper.taf?ABSTRACT_ID=183908.
Lang, M., and R., Lundholm, (1993), “Cross-Sectional Determinants of Analyst Rating of Corporate Disclosures,” Journal of Accounting Research 31(2): 246-271.
Levine, R., (1997), “Financial development and economic growth: view and agenda”, Journal of Economic Literature, 35, 688-726.
Maher, M. and Andersson, T. (2000), “Corporate Governance: Effects on Firm Performance and Economic Growth” forthcoming in Renneboog, L.; McCahery, J.; Moerland, P. and Raaijmakers (eds), Convergence and diversity of corporate governance regimes and capital markets, (Oxford university Press).
Markelevich, A., (2003), “Examining the Performance of Corporate Acquisitions Based on the Motive for the Acquisition.” Doctoral Dissertation, City University of New York Baruch College.
Mercer, M., (2002), “The Credibility Consequences of Manager’s Decisions to Provide Warnings about Unexpected Earnings,” Doctoral Dissertation, Emory University of Atlanta, Goizueta Business School.
Michael, Andrews A., (2005), “State-Owned Banks, Stability, Privatization and Growth: Practical Policy Decisions in a World without Empirical Proof”, International Monetary Funds Working Paper WP/05/10
Mueller, Denis G., (1989), “Public Choice.” Cambridge, United Kingdom: Cambridge University Press.
Nellis, John, (1999), “Time to Rethink Privatization in Transition Countries?” Discussion Paper 38, International Finance Corporation, World Bank.
OECD (1995), “Financial Markets and Corporate Governance”, Financial Market Trends, No. 62, Nov.
Otchere, I., Chan, J., (2003), “Intra-Industry Effects of Bank Privatization”, Journal of Banking and Finance 27, 949-975.
Perotti, Enrico and Serhat Guney (1993), “The Structure of Privatization Plans,” Financial Management 22, 84-98.
Poznanski, Peter J., and Dennis M. Bline, “Using Structural Equation Modeling to Investigate the Causal Ordering of Job Satisfaction and Organizational Commitment among Staff Accountants,” Behavioral Research in Accounting Vol. 9 (1997): 154-198.
Sachs, Jeffrey, Clifford Zinnes, and Yair Eilat, 2000b, “The Gains from Privatization in Transition Economies: Is ‘Change of Ownership’ Enough?” CARE II Discussion Paper 63 (Cambridge: Massachusetts: Harvard Institute for International Development).
Sappington, D.E., and J., Stiglitz (1987), “Privatization, Information and Incentives,” Journal of Policy Analysis and Management 6, 567-582.
Savas, E.S. Privatization: The Key to Better Government. New Jersey: Chatham House Publishers, Inc., 1987.
Shafik, Nemat (1996), “Selling Privatization Politically,” Columbia Journal of World Business.
Shapiro, Carl and Robert, Willig (1990), “Economic Rationales for the Scope of Privatization,” in Suleiman and Waterbury (1990).
Sheshinski, Eytan and Lopez-Calva, Felipe Luis (1998), “Privatization and Its Benefits: Theory and Evidence”. Paper prepared as part of the Consulting Assistance on Economic Reform (CAER) II project at the Harvard Institute for International Development, Harvard University.
Shleifer, Andrei (1998), “State versus Private Ownership,” mimeo, Harvard University.
Shleifer, Andrei and Robert, Vishny (1996), “A Theory of Privatization,” Economic Journal 106: 309-319
Smith, Adam (1776), An Inquiry into the Nature and Cause of the wealth of Nations, [Edition by Oxford University Press, 1976]
Sommer, E., (1996), “Synergy, an introduction,” Retrieved September, 7, 2005 from the World Wide Web: http://www.worldtrans.org/ISSS_Primer/seminzk.html
Sǿrensen, J.B., (2002), “The Strenght of Corporate Culture and the Reliability of Firm Performance,” Administrative Science Quarterly, Forthcoming.
Stiglitz, Joseph (2002), Globalisasi dan Kegagalan Lembaga-Lembaga Keuangan Internasional. Alih bahasa, Ahmad Lukman; editor, Adi Susilo. Jakarta: Ina Publikatama, 2003.
Verbrugge, J.A., Meggison, W.L., Owens W.L., (1999), “State Ownership and The Finansial Performance of Privatized Banks: An Empirical Analysis”. Working Paper University of Georgia, University of Oklahoma, University of Georgia.
Vickers, John and George Yarrow (1989), “Privatization: An Economic Analysis,” Cambridge, Massachusetts: MIT Press.
Weber, Jeffrey A. (1997). “Merging the Metaphysical and Epistemological Aspects of Uncertainty: A Theoritical Vision,” Pennsylvania Senate Policy Development and Research Office. www.pamij.com.
Kamis, 09 Juli 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar