Kamis, 20 Agustus 2009

Pengembangan Karier di Universitas Nacional Timor Lorosa’e

Pengembangan Karier di Universitas Nacional Timor Lorosa’e
UNTL dalam rangka Menuju Manajemen Universitas yang berbasis Good University Governance (GUG) mengembangkan dan menata struktur organisasi dan system akademik yang diberi nama SODA. SODA (Sentralizasaun  Operasional Desentralizasaun Akadémiku) adalah “Model Manajemen Perguruan Tinggi dimana kegiatan operasional dilaksanakan secara terpusat di tingkat Universitas sedangkan kegiatan Akademik dilakukan secara Desentralisasi  di tingkat Fakultas dan Jurusan/Program Studi.”
SODA Mensentralisasikan Administrasi Operasional dalam hal koordinasi dan Sinkronisasi, seperti : Penerimaan Mahasiswa Baru, Administrasi Akademik, Keuangan, Sumber Daya Manusia, Sarana Prasarana, Kemahasiswaan, Sistem Informasi, Penjaminan Mutu dan hal-hal khusus dan Kerjasama. Sedangkan yang didesentralisasikan adalah Substansi Akademik seperti : Penyetaraan mahasiswa baru (Pindahan/Alih Kredit), Pengembangan kurikulum program studi, Penetapan Dosen Mengajar, Pengembangan dosen (kegiatan ilmiah termasuk pengembangan karir fungsional), Pengelolaan laboratorium khusus/studio fakultas/jurusan, Pengembangan Program Studi di tingkat Fakultas, Bimbingan Akademik, Bimbingan tugas akhir, Kegiatan Himpunan Mahasiswa Jurusan (Kokurikuler), Kegiatan Mahasiswa Fakultas (BEMF). Salah satu contoh desentralisasi yang sudah berjalan sekarang di UNTL adalah pelayanan perkuliahan yang terbagi atas masing-masing fakultas memiliki gedung tersendiri.
Dalam sistem ini kegiatan administrasi saja dipusatkan di tingkat Rektorat yang secara teknis operasionalnya ditangani oleh Biro atau Direktorat. Pada tingkat Rektorat dibentuk Direktorat–Direktorat yang terdiri dari sub direktorat yang melaksanakan seluruh kegiatan administrasi. Pada tingkat Fakultas, ketatausahaan hanya mengurusi administrasi yang bersifat lokal, terutama untuk membantu Dekanat/Jurusan dalam urusan administrasi dan Fakultas lebih berfungsi dalam pengembangan akademik. 
Sosialisasi mengenai implementasi SODA ini diharapkan mendapat dukungan, pengertian, pemahaman dan kepercayaan  baik dari mahasiswa, dosen dan karyawan agar dapat bersinergi dengan baik dan memotivasi komitmen, disiplin dan iklim kerja yang sehat dan harmonis untuk meraih kemajuan dan kejayaan Universitas Nacional Timor 
Lorosa’e.
PENDAHULUAN
UNTL merupakan Perguruan Tinggi Negeri satu-satunya di Negara RDTL mempunyai tugas pokok penyelenggaraan pendidikan tinggi. Inti dari tugas PTN adalah menyelenggarakan tugas akademik yang tercermin dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Untuk dapat melaksanakan tugas ini UNTL harus membuat perencanaan yang baik sehingga tujuan yang telah ditentukan dapat tercapai.
Landasan yuridis untuk menyusun rencana pengembangan akademik UNTL adalah Undang-undang Pendidikan Nasional (UU No. 8 tahun 2004) ). pengembangan akademik UNTL didasarkan pada Statuta Universidade Tahun 2005, yang di dalamnya mengandung Visi, Misi, Tujuan Universitas serta Pola Ilmiah Pokok (PIP) UNTL yaitu Kebudayaan.
Dalam penyusunan arah kebijakan akademik, yang pertama harus ditentukan adalah tujuan umum yang ditunjukkan dalam visi, misi dan evaluasi diri yang menunjukkan kemampuan kita, kelemahan, peluang dan ancaman (kita kenal sebagai analisis SWOT).
Pada era globalisasi sekarang ini dibutuhkan tenaga – tenaga yang handal, pilihan dan professional sebagai salah satu pilar penunjang pertumbuhan suatu negara. Untuk itu dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai rangkaian upaya untuk mewujudkan manusia Timor-Leste seutuhnya, dalam cakupan manusia sebagai insan ataupun sebagai sumber daya yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah - pisahkan.
Manusia sebagai sumber daya yang memiliki etos kerja yang produktif, keterampilan yang handal, kreatifitas yang mumpuni, disiplin yang terjaga serta profesionalisme yang terpercaya serta memiliki kemampuan memanfaatkan, mengembangkan, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi maupun kemampuan manajemen.
Dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia pada UNTL, secara umum dapat dibagi menjadi dua jalur yaitu : Struktural (Managerial) dan Fungsional (Teknis). Namun demikian jalur – jalur tersebut tidak membatasi seseorang untuk terpaku pada salah satu jalur dalam pengembangan dirinya.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui jalur struktural (managerial) sangat diperlukan wawasan yang luas pada para pengambil keputusan, perumus kebijakan dan pengelola program, selain itu perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan penilaian program.
Masalah manusia adalah sebuah masalah yang universal, sehingga sumber daya manusia dalam jalur struktural (managerial) harus mampu mendorong kerja sama secara bilateral maupun multilateral pada tingkat regional maupun global ke arah pengembangan sumber daya manusia yang bertumpu pada kemandirian nasional dan kepentingan bersama.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui jalur fungsional (teknis) dilakukan melalui berbagai jenjang pendidikan dan latihan khususnya pada jenjang D3 (diploma tiga) sampai dengan S2 (strata dua) agar dapat berorientasi dan beradaptasi dengan irama perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berpegang teguh pada etika profesi.
Mengingat betapa pentingnya pengembangan sumber daya manusia tersebut maka peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dilakukan oleh  UNTL dilakukan melalui jenjang pendidikan khusus sebagai syarat utama bagi seorang calon pegawai UNTL yang berkualitas.
Masalah perencanaan karier terkait sekali dengan permasalahan kepuasan kerja karyawan, karena sebagaimana kita ketahui bahwa seluruh manusia ingin kariernya meningkat secara terus menerus sampai pada titik puncak. Namun tidak semua orang yang berhasil sampai pada titik puncak yang diinginkan.
Penyebab permasalahan di atas cukup kompleks baik ditinjau dari dalam diri orang tersebut, lingkungan pekerjaan ataupun aturan perusahaan yang membuat dirinya merasa puas ataupun tidak puas dalam bekerja.
Di UNTL Pengembangan karier fungsional (teknis) terdiri dari :
a.Peningkatan jenjang pendidikan staff akademik dan staff non akademik, menuju S2 dan S3, baik di dalam negeri dan juga di luar negeri. Program ini didukung dengan program insentif bagi staff akademik dan staff non akademik yang menempuh S2 dan S3, beasiswa UNTL bagi staff akademik dan staff non akademik yang menempuh pendidikan S2 setiap tahun 100-200 dosen, dan S3 setiap tahun 20-30 staff akademik dan staff non akademik yang mendapatkan Beasiswa luar negeri dari Mendikbud yang harus dimanfaatkan semaksimal mungkin dimana kendala utama Bahasa Inggris dan Bahada Português harus diatasi dengan kursus Bahasa Inggris dan Bahasa Português bagi staff akademik dan staff non akademik ditingkatkan.
b.Program pertukaran staff akademik dan staff non akademik dengan universitas luar negeri ditingkatkan
c.Pelatihan staff akademik baik dalam pemahaman kurikulum maupun ketrampilan proses belajar mengajar
d.Penyusunan penilaian kinerja staff akademik dan staff non akademik.
Di UNTL Pengembangan karier Struktural (manajerial) terdiri dari :
1. Masih diterapkannya pola pengembangan karier melalui pendidikan formal S2 atau S3 bagi dosen yang tidak potensial dipromosikan ke dalam jenjang jabatan struktural
2. Adanya sebagian dosen setelah mengakhiri masa pendidikan dan pernah menduduki jabatan struktural masa lalu memiliki sikap loyalitas yang menurun terhadap pimpinan fakultas,
3. Masih ada para dosen yang berkualifikasi belum difungsikan, sehingga pada mereka hanya tertumpuk suatu harapan,
4. Masih ada sebagian pimpinan yang enggan mengakui prestasi individu, terutama sulit untuk memberikan pengakuan dan penghargaan,
5. Sebagian dosen belum berkeinginan untuk mengikuti program pengembangan karier yang dikembangkan pada saat ini mnegingat masih belum transparannya tujuan dari pembinaan karier itu sendiri.
Berdasarkan UU Kepegawaian No. 8 Tahun 2004 bahwa apabila Staff Akademik dan staff non Akademik yang telah mengikuti proram pengembangan karier sbb:
Nível
Scalão
Nível Educação
Observação
7 (Sete)
A
B
C
D
Doutorado
Prosesu tengki tinan Rua
6 (Seis)
A
B
C
D
Mestrado

Pos Graduação/Licensiatura

5 (Sinco)
A
B
C
D
Licensiatura

Bacharelato

4 (Quatro)
A
B
C
D
Escola Secundário

Proposta Tesis

BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang
Manajemen bank yang biasanya disebut manajemen aktiva pasiva bank (Banking Asset Liability Management) meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian terhadap penghimpunan dan pengalokasian dana dari masyarakat, yang mana output dua kegiatan tersebut akan terlihat pada sisi pasiva (liability), sedangkan pengalokasian dana atau investasi berada pada sisi aktiva (asset). Kasmir (2001) berpendapat bahwa badan usaha bank sebagai lembaga intermediasi keuangan yang kegiatan operasionalnya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat, serta memberikan jasa bank lainnya. Oleh sebab itu dana bank bersumber dari simpanan dan masyarakat (dana pihak ketiga), dana dari lembaga lainnya (dana pihak kedua) dan dana modal sendiri (dana pihak pertama). Bagi perusahaan, jasa bank yang terpenting adalah bagaimana memilih dan mengelola sumber dana yang tersedia, terutama yang bersumber dana dari masyarakat yang terkumpul dalam bentuk simpanan giro, tabungan dan deposito.
Dendawijaya (2001) mengungkapkan, yang paling penting bagi bank adalah bagaimana memilih dan mengelola sumber dana yang tersedia sehingga bagi bank, pengelolaan sumber dana dari masyarakat luas yang terutama dalam bentuk simpanan giro, tabungan dan deposito adalah sangat penting. Dalam pengelolaan sumber dana dimulai dari perencanaan akan kebutuhan dana, kemudian pelaksanaan pencarian sumber dana dan pengendalian terhadap sumber-sumber dana yang tersedia. Konsep manajemen dana bank adalah memaksimalkan profitabilitas dan memenimumkan resiko yang ditanggung. Profitabilitas bank ditentukan oleh suksesnya manjemen bank dalam mencapai pendapatan spread, yaitu antara jumlah tingkat bunga pada loan dan investment yang diterima bank (assets) dengan jumlah biaya bunga yang dibayarkan untuk alokasi dana dan sumber dana.
Hasil penelitian Esti (2008) membuktikan bahwa, likuiditas bagi bank merupakan masalah yang sangat penting kerena berkaitan dengan kepercayaan masyarakat, nasabah, dan pemerintah. Dalam dunia perbankan sering timbul pertentangan antara kepentingan likuiditas dan profitabilitas. Untuk mempertahankan posisi likuiditas yang tinggi, bank harus menggunakan dana yang seharusnya biasa dipinjamkan untuk memperbesar cadangan primer. Dengan demikian, kesempatan untuk mendapatkan keuntungan akan berkurang. Pengelolaan likuiditas biasa dilakukan dengan dua pendekatan yaitu assets management dan liability management.
Asset management diartikan sebagai manajemen tentang kekayaan atau harta milik bank. Jadi bagaimana bank mengatur penempatan uang agar kekayaan itu menjadi berkembang dan bank tetap dalam posisi yang menguntungkan serta aman dalam resiko business, itulah intisari dari kegiatan manajemen aktiva bank. Menata aktiva bank bukan berarti menyusun dan menempatkan aktiva sedemikian rupa agar nampak wajar dan menarik. Tetapi lebih dari itu. Bank juga harus memikirkan bahwa penempatan aktiva mempunyai tujuan selain meningkatkan aktivitas dan kekayaan, dapat pula sekaligus meningkatkan keuntungan bank. Sedangkan liability management yang diartikan sebagai proses bagaimana bank mengelola semua kewajiban dan modal yang ada. Kewajiban-kewajiban bank dapat dibedakan menjadi kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang. Kewajiban tersebut berkaitan dengan sumber-sumber dana yang diterima dan dihimpun bank dari masyarakat. Sinungan (2002).
Penelitian Soetanto (2008) yang menjelaskan aspek likuiditas suatu badan usaha akan mengalami perubahan jika unsur-unsur yang mempengaruhinya juga mengalami perubahan. Ada dua alat analisis yang digunakan untuk menganalisis penggunaan modal kerja yaitu analisis sumber dan penggunaan modal kerja dan analisis rasio keuangan. Laporan tentang perubahan modal kerja akan memberikan gambaran tentang bagaimana manajemen perusahaan mengelola modal kerjanya yang dapat dilihat dari peningkatan atau penurunan modal kerja untuk dua periode atau lebih. Dengan melakukan analisis sumber dan penggunaan modal kerja selain dapat melihat perubahan modal kerja yang terjadi juga dapat berguna untuk mengetahui bagaimana cara perusahaan melunasi pinjamannya. Laporan perubahan modal kerja tersebut sangatlah penting karena beberapa ukuran kinerja perusahaan masih tetap menggunakan komponen modal kerja, yaitu likuiditas perusahaan. Apabila perusahaan dapat mempertahankan suatu kondisi dimana sumber dana lebih besar daripada penggunaan modal kerjanya, berarti akan diperoleh modal kerja yang cukup, maka diharapkan likuiditas perusahaan akan meningkat. Apabila perusahaan mengalami kekurangan modal kerja, keadaan akan mendorong bank mengalami kerugian dan mengajukan kredit kepada bank sentral, dimana dengan semakin lamanya waktu pinjaman tersebut maka beban bunga yang dipikul akan semakin besar pula sehingga bisa mengakibatkan mengurangi laba dan akhirnya akan mengurangi kemampuan bank untuk melunasi kewajiban yang harus segera dipenuhi.

1.2 Masalah Penelitian
Didasari hasil-hasil penelitian sebelumnya bahwa asset management dan liability management merupakan aspek penentu akan likuiditas dan profitabilitas perbankan sebagai agent of trust maka memicu alasan dasar penelitian ini untuk menganalisis lebih lanjut kedua factor tersebut.
.
1.3 Persoalan Penelitian
1. Untuk menganalisis pengaruh assets management dan liability management PT. Bank Mandiri Tbk. Cabang Dili dengan PT. BII Tbk. Cabang Salatiga periode 2004-2008 terhadap tingkat likuiditas?
2. Untuk manganalisis pengaruh asste management dan liability management PT. Bank Mandiri Tbk. Cabang Dili dengan PT. BII Tbk. Cabang Salatiga periode 2004-2008 terhadap tingkat profitabitas?
3. Untuk menganalisis perbedaan asset management dan liability management PT. Bank Mandiri Tbk. Cabang Dili dengan PT. BII Tbk. Cabang Salatiga periode 2004-2008 terhadap likuiditas?
4. Untuk menganalisis perbedaan asset management dan liability management PT. Bank Mandiri Tbk. Cabang Dili dengan PT. BII Tbk. Cabang Salatiga periode 2004-2008 terhadap profitabilitas?

1.4 Tujuan Penelitian
1.Untuk mengetahui pengaruh asset management dan liability management PT. Bank Mandiri Tbk. Cabang Dili dengan PT. BII Tbk. Cabang Salatiga periode 2004-2008 terhadap likuiditas.
2.Untuk mengetahui pengaruh asset management dan liability management PT. Bank Mandiri Tbk. Cabang Dili dengan PT. BII Tbk. Cabang Salatiga periode 2004-2008 terhadap profitabilitas.
3. Untuk mengetahui perbedaan asset management dan liability management PT. Bank Mandiri Tbk. Cabang Dili dengan PT. BII Tbk. Cabang Salatiga periode 2004-2008 terhadap likuiditas.
4.Untuk mengetahui perbedaan asset management dan liability management PT. Bank Mandiri Tbk. Cabang Dili dengan PT. BII Tbk. Cabang Salatiga periode 2004-2008 terhadap profitabilitas.

1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat akademis yang dimaksud yaitu menambah literatur yang sudah ada sebelumnya, sedangkan manfaat praktis yang dimaksud yaitu bagi pihak perbankan untuk secara kontinu memperhatikan asset management dan liability management karena berpengaruh terhadap aspek likuiditas dan profitabilitas bank.

BAB II
Kerangka Teori

2.1 Konsep dan Defenisi Konsep
Manajemen bank disebut juga manajemen aktiva pasiva bank (Banking Asset Liability Management). Kegiatan manajemen dan bank meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian terhadap penghimpunan dan pengalokasian dana dari masyarakat. Pada neraca perusahaan bank penghimpunan dana ditempatkan pada sisi pasiva (liability), sedangkan pengalokasian dana atau investasi berada pada sisi aktiva (asset). Martono, (2002)
Menurut Kasmir, (2001). Badan usaha bank sebagai lembaga intermediasi keuangan, yang kegiatan operasionalnya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat, serta memberikan jasa bank lainnya. Oleh sebab itu dana bank bersumber dari simpanan dan masyarakat (dana pihak ketiga), dana dari lembaga lainnya (dana pihak kedua) dan dana modal sendiri (dana pihak pertama). Bagi perusahaan jasa bank, yang terpenting adalah bagaimana memilih dan mengelola sumber dana yang tersedia, terutama yang bersumber dana dari masyarakat yang terkumpul dalam bentuk simpanan giro, tabungan dan deposito.
Dendawijaya, (2001) mengungkapkan, yang paling penting bagi bank adalah bagaimana memilih dan mengelola sumber dana yang tersedia. Bagi bank pengelolaan sumber dana dari masyarakat luas, terutama dalam bentuk simpanan giro, tabungan dan deposito adalah sangat penting. Dalam pengelolaan sumber dana dimulai dari perencanaan akan kebutuhan dana, kemudian pelaksanaan pencarian sumber dana dan pengendalian terhadap sumber-sumber dana yang tersedia. Konsep manajemen dana bank adalah memaksimalkan profitabilitas dan memenimumkan resiko yang ditanggung. Profitabilitas bank ditentukan oleh suksesnya manjemen bank dalam mencapai pendapatan spread, yaitu antara jumlah tingkat bunga pada loan dan investment yang diterima bank (assets) dengan jumlah biaya bunga yang dibayarkan untuk alokasi dana dan sumber dana.
Dalam membiayai kegiatannya, bank membutuhkan dana. Dana tersebut dapat berasal dari berbagai sumber. Dana bank sangat penting untuk perencanaan investasi dan keputusan-keputusan manajemen untuk meraih keuntungan. Besar kecilnya skala usaha bank ditentukan oleh modal yang dimiliki. Dengan dana yang besar, bank dapat melakukan kegiatan dengan skala yang besar pula, sedangkan jumlah dana yang kecil akan membatasi gerak usaha bank. Subagyo, (2000).
Sinungan, (2002) menjelaskan bahwa, sumber dana bagi bank yang berupa dana masyarakat seperti giro, tabungan dan deposito serta dana pinjaman dari pihak ketiga dengan menerbitkan surat utang ditambah modal sendiri adalah sangat penting fungsinya bagi bank dan bahkan sering dikatakan sebagai darah bagi bank untuk menghidupi operasional perbankan. Apabila dilihat dari Neraca bank yang secara periodik diumumkan di surat kabar, sumber-sumber dana tadi dapat dilihat di sisi Pasiva-nya. Manajemen Pasiva atau Liability Management yang intinya merupakan suatu proses pengelolaan sumber dana bank yang berasal dari masyarakat dan pihak ketiga lainnya.
Dana bank pada umumnya mempunyai fungsi di bidang operasional, perlindungan, dan pengaturan. Dana digunakan untuk membiayai kegiatan operasional yang antara lain untuk memenuhi kebutuhan kantor, dan untuk memenuhi cadangan minimum likuiditasnya. Dengan dana yang cukup, bank dapat memenuhi permintaan nasabah jika sewaktu-waktu ada penarikan atau aplikasi kredit.
Pemenuhan kebutuhan dana bagi bank bisa dicari dengan melalui berbagai sumber, seperti bank itu sendiri yang berupa modal disetor (net worth), masyarakat, dan lembaga keuangan. Sumber dana yang berasal dari bank itu sendiri (modal disetor) bersifat permanen dan berasal dari pemegang saham. Modal itu bersifat permanen karena modal disetor tidak bisa ditarik oleh pemegang saham sewaktu-waktu atau dalam jangka pendek kecuali kalau pemegang saham ingin mengundurkan diri dari posisinya sebagai pemegang saham. Siamat, (2000).
Kasmir, (2000). Berpendapat penggunaan dana bank secara umum adalah untuk memenuhi berbagai tujuan guna menunjang kegiatan operasional bank. Dana yang sudah terkumpul akan dialokasikan ke dalam beberapa kepentingan yaitu dipegang dalam bentuk uang kas, disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman, suku bunga, digunakan untuk pembelian surat-surat berharga, dan untuk membeli kekayaan lain-lain.
Hasil penelitian Esti, (2008) mengakui bahwa, Likuiditas bagi bank merupakan masalah yang sangat penting kerena berkaitan dengan kepercayaan masyarakat, nasabah, dan pemerintah. Dalam dunia perbankan sering timbul pertentangan antara kepentingan likuiditas dan profitabilitas. Untuk mempertahankan posisi likuiditas yang tinggi, bank harus menggunakan dana yang seharusnya biasa dipinjamkan untuk memperbesar cadangan primer. Dengan demikian, kesempatan untuk mendapatkan keuntungan akan berkurang. Pengelolaan likuiditas biasa dilakukan dengan dua pendekatan yaitu assets management dan liability management.
Aseeets management adalah pengelolaan kekayaan yang digunakan dalam alokasi dana atau kekayaan untuk berbagai alternative investasi. Dalam pengeloaan kekayaan ada beberapa pendekatan yaitu pool of funds, assets allocation, commercial loan theory, shiftability theory, dan doctrine of antipated income.
The pool of funds: Pengelolaan kekayaan dengan pendekatan pool of funds adalah untuk mengumpulkan semua sumber kekayaan menjadi satu dan diperlakukan sebagai sumber dana tunggal tanpa membedakan sumber dananya. Dana yang sudah dikumpulkan menjadi satu akan dialokasikan ke berbagai bentuk kekayaan dengan kriteria tertentu. Bentuk alokasi dana tersebut adalah cadangan primer, cadangan sekunder, pinajaman, kekayaan lain-lain, dan investasi jangka panjang.
The assets-allocation: Pada pendekatan tersebut semua jenis sumber dana dikumpulakan menjadi satu tetapi masing-masing sumber dana dipertimbangkan sifat-sifatnya, tidak menjadi satu sumber dana tunggal. Alokasi dana berkaitan dengan sifat masing-masing sumber dana, untuk semua sumber dana yang tingkat perputarannya tinggi maka likuiditasnya juga tinggi. Prioritas pertama alokasi dana adalah untuk kekayaan tetap yang digunakan dalam kegiatan operasional seperti gedung, paralatan, dan sebagainya. Kedua, bank sebaiknya memelihara cadangan primernya untuk memenuhi kebuthuhan likuiditas. Ketiga, bank sebaiknya mengalokasikan dana untuk cadangan sekunder (surat-surat berharga jangka pendek). Prioritas keempat adalah kredit pinjaman yang merupakan sumber pendapatan utama bank. Kelima, bank sebaiknya meminimalkan resiko kekayaanyya dengan melakukan diversifikasi. Investasi pada saham, obligasi, dan surat berharga jangka panjang sebagai prioritas yang terakhir.
Commercial loan theory: Penekanan pada pendekatannya adalah pada pinjaman jangka pendek dan yang bersifat self-liquidating. Seorang pengusaha meminjam dana dari bank untuk menghasilkan barang yang biasa dijual dan dari kelebihan penjulan tersebut pengusaha mampu mngembalikan pinjaman bank. Pendekatan ini tidak banyak dipakai karena perkembangan jaman menuntut bank untuk bisa melayani kebutuhan nasabah yang juga membutuhkan pinjaman jangka panjang.
Shiftability theory: dengan asumsi bahwa likuiditas bank bisa dipelihara jika kekayaan yang dipegang bisa digeser menjadi bentuk kekayan yang lain. Konsep ini telah menggeser fokus sumber likuiditas dari pinjaman ke surat berharga. Seperti commercial loan theory, analisis ini hanya bisa diterapkan untuk bank secara individual bukan untuk sistem perbankan secara keseluruhan. Jika suatu saat bank membutuhkan lebih banyak cadangan primer dan bank-bank lain tidak, maka bank tersebut mampu mengubah kekayaannnya menjadi bentuk yang lebih likuid tanpa kesulitan.

Doctrine of antipated income: The anticipated income theory menyatakan bahwa likuiditas bank dapat direncanakan jika skedul pembayaran pinjaman didasarkan pada future income para peminjam. Teori ini mengakui bahwa pinjaman tidak selalu self-likuidating. Teorinya mengemukakan fakta bahwa likuiditas bank dipengaruhi oleh batas waktu pinjaman. Kelemahan teori ini adalah adanya ketidakpastian future income dari para peminjamnya.
Manajemen pasiva bank atau liability of bank management adalah suatu proses dimana bank berusaha mengembangkan sumber-sumber dana yang non-tradisional melalui pinjaman di pasar uang atau dengan menerbitkan instrument utang untuk digunakan secara menguntungkan terutama untuk memenuhi permintaan kredit. Dalam mengelola liability management bank menggunakan 2 konsep pasiva yaitu : Reserve position liability management dan loan position liability management.
Reserve position liability management: Dalam memenuhi kebutuhan likuiditas yang bersifat jangka pendek menurut konsep tersebut dapat dilakukan melalui pinjaman dari pasar uang. Selanjutnya konsep ini memungkinkan bank memiliki rasio aktiva produktif yang sedikit kurang likuid sehingga dapat meningkatkan keuntungan bank.
Loan Position Liability Management: Bertujuan untuk meningkatkan jumlah aktiva produktif untuk memperoleh keuntungan. Persyaratan untuk menganut konsep ini adalah tersedianya pasar uang yang likuid dengan peserta yang cukup dan dengan dana yang memadai di mana suatu bank tidak dapat mempengaruhi tingkat bunga pasar.
Lebih lanjut penelitian Lukman, (2005), likuiditas pada umumnya didefenisikan sebagai kepemilikian sumber dana yang memadai untuk memenuhi seluruh kebutuhan kewajiban yang akan jatuh tempo. Atau dengan kata lain kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban pada saat ditagih  baik yang dapat diduga ataupun yang tidak terduga.
Lembaga perbankan manajemen likuiditas adalah salah satu hal yang penting dalam memelihara kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut. Untuk itu setiap bank yang beroperasi sangat menjaga likuiditasnya agar pada posisi yang ideal. Dalam manajemen likuidtas bank berusaha untuk mempertahankan status rasio likuiditas, memperkecil dana yang menganggur guna meningkatkan pendapatan dengan resiko sekecil mungkin, serta memenuhi kebutuhan cash flownya. Jadi tujuan manajemen likuiditas adalah mencapai cadangan yang dibutuhkan dan telah ditetapkan oleh bank sentral karena kalau tidak dipenuihi akan kena pinalti dari Bank sentral, kedua memperkecil dana yang menganggur karena kalau banyak dana yang menganggur akan mengurangi profitabilitas bank, dan mencapai likuiditas yang aman untuk menjaga proyeksi cashflow dalam kondisi yang sangat mendesak misalnya penarikan dana oleh nasabah, pengambilan pinjaman.
Dalam likuiditas terdapat dua resiko yaitu resiko ketika kelebihan dana dimana dana yang ada dalam bank banyak yang idle, hal ini akan menimbulkan  pengorbanan tingkat bunga yang tinggi. Kedua resiko ketika kekurangan dana, akibatnya dana yang tersedia untuk mencukupi kebutuhan kewajiban jangka pendek tidak ada. Dan juga akan mendapat pinalti dari bank sentral. Kedua keadaan ini tidak diharapkan oleh bank karena akan mengganggu kinerja keuangan dan kepercayaan masyarkat terhadap bank tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa ketika bank mengharapkan keuntungan yang maksimal akan beresiko pada tingkat likuiditas yang rendah atau ketika likuiditas tinggi berarti tingkat keuntungan tidak maksimal. Disini tearjadi konflik kepentingan antara mempertahankan likuiditas yang tinggi dan mencari keuntungan yang tinggi.
Manajemen likuiditas sangat penting bagi bank terutama untuk mengatasi resiko likuiditas yang disebabkan oleh dua hal diatas. Untuk menjaga agar resiko likuiditas ini tidak terjadi kebijakan manajemen likuiditas yang dapat dilakukan antara lain dengan menjaga asset jangka pendek, seperti kas, memelihara earning asset yang dapat dijual dengan mudah.
Namun untuk menjaga resiko likuiditas tersebut terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan oleh bank. Pertama dengan melakukan transaksi di pasar uang antar bank (interbank call money market) yaitu penempatan dana (placement) dan pinjaman dana  dalam dollar atau dengan mata uang lainnya. Kedua dengan menempatkan dana di SBS (sertifikat bank sentral). Ketiga membeli surat berharga pasar uang (SBPU), keempat melalui transaksi pasar lewat broker. Dimana kesemuanya itu dalam bentuk kontrak pinjam atau utang. Dimana waktu jatuh tempo bank mendapatkan dananya kembali ditambah dengan bunga yang telah ditetapkan.
Pasar uang sangat likuid untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya ketika kekurangan dana. Disamping itu juga aman unutuk menempatkan kelebihan dana sehingga dana tersebut dapat menghasilkan keuntungan bagi bank sehingga mengurangi biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar bunga.
Penelitian Sudarsanam, (2008) menyimpulkan dalam manajemen bank harus dipertimbangkan jangka waktunya karena dalam mengelola bank harus mempertimbangkan tujuan yang akan dicapai baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang. Dalam jangka pendek bank bertujuan memelihara likuiditasnya, sedangkan tujuan jangka panjang adalah mencari keuntungan. Dalam mengelola likuiditas bank membedakan antara rekening yang bisa dikendalikan dan rekening yang tidak bisa dikendalikan. Rekening yang tidak bisa dikendalikan oleh bank meliputi simpanan para nasabah, pinjaman yang diberikan pada nasabah dan cek yang akan diuangkan. Karena menyangkut kapan akan terjadi penarikan oleh nasabah, dan kapan nasabah akan menabung di bank. Sedangkan rekening yang bisa dikendalikan oleh bank meliputi sertifikat deposito, dan surat-surat berharga jangka pendek, bank dapat mengatur kapan sebaiknya membeli surat berharga dan berapa banyak.
Wulan, (2008) hasil penelitian menunjukkan bahwa industri perbankan merupakan industri yang paling mengalami perkembangan yang cukup pesat, baik dari sisi volume usaha, mobilisasi dana masyarakat maupun pemberian kredit. pengelolaan industri perbankan sungguh sangat mempengaruhi pola dan strategi manajemen bank baik disisi pasiva maupun disisi aktiva bank. Dengan situasi seperti sekarang memaksa industri perbankan harus lebih kreatif dan inovatif dalam mengembangkan dan memperoleh sumber-sumber dana baru. Dengan liberalisasi perbankan tersebut, industri perbankan dapat membuka hambatan yang sebelumnya menimbulkan represi sektor keuangan dan sistem keuangan negara, sehingga menyebabkan bisnis perbankan berkembang pesat dengan persaingan yang semakin ketat dan semarak.
Dengan bertambahnya jumlah bank, persaingan untuk menarik dana dari masyarakat semakin meningkat. Semua berlomba untuk menarik dana masyarakat sebanyak-banyaknya dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang membutuhkan baik untuk tujuan produktif maupun konsumtif. Karena bagi sebuah bank, dana merupakan darah dan persoalan paling utama, sehingga tanpa dana, bank tidak dapat berfungsi sama sekali. Berdasarkan pengalaman di
lapangan atau bukti-bukti empiris, dana bank yang berasal dari modal sendiri dan cadangan modal hanya sebesar 7% sampai dengan 8% dari total aktiva bank.

2.2 Pengembangan Hipotesis
Pengembangan hipotesis berdasarkan pengaruh antara variabel (X) terhadap variabel (Y). Adapun rumusan hipotesis sebagai berikut:
Manajemen dana bank merupakan tugas yang amat penting dari manajemen bank, para bankir akan memusatkan perhatiannya pada suatu persoalan sentral dari bank, yaitu persoalan likuiditas dan profitabilitas. Para pemegang saham bank pasti menghendaki keuntungan yang tinggi, sedangkan bankir tidak hanya memikirkan profit yang tinggi, tetapi juga bagaimana menjaga kepercayaan masyarakat sehingga menjaga posisi likuiditas juga merupakan prioritas.



Pengaruh asset management dan liability management terhadap tingkat likuiditas bank
Dengan bertambahnya jumlah bank, persaingan untuk menarik dana dari masyarakat semakin meningkat. Semua berlomba untuk menarik dana masyarakat sebanyak-banyaknya dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang membutuhkan baik untuk tujuan produktif maupun konsumtif. Karena bagi sebuah bank, dana merupakan darah dan persoalan paling utama, sehingga tanpa dana, bank tidak dapat berfungsi sama sekali. Berdasarkan pengalaman di lapangan atau bukti penelitian dari Romli, (2006) dana bank yang berasal dari modal sendiri dan cadangan modal hanya sebesar 7% sampai dengan 8% dari total aktiva bank.
Penelitian Kidemank, (2009), bank adalah juga perusahaan, karenanya persoalan Penilaian kualitas aset dimaksudkan untuk menilai kondisi aset bank, termasuk antisipasi atas risiko gagal bayar dari pembiayaan (credit risk) yang akan muncul dan kecukupan dari manajemen risiko kredit perbankan yang bersangkutan. Kemerosotan kualitas dan nilai aset merupakan erosi terbesar bagi bank.
Dana-dana yang dihimpun dari masyarakat merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank yang bisa mencapai 80% sampai dengan 90% dari seluruh dana yang dikelola oleh bank. Gunadarma, (2004), dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat biasanya disimpan dalam bentuk giro, deposito dan tabungan. Selain dari tiga macam bentuk simpanan dana pihak ketiga tersebut yaitu giro, deposito dan tabungan, masih terdapat beberapa macam dana pihak ketiga lainnya yang diterima bank. Akan tetapi, dana-dana ini sebagian besar berbentuk dana sementara yang sukar disusun perencanaannya karena bersifat sementara.
Dari berbagai sumber dana yang berhasil dihimpun oleh bank, kemudian bank menyalurkannya kembali dana tersebut kepada masyarakat secara efektif dan efisien. Dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat sebagian besar dialokasikan untuk kredit. Karena kegiatan pemberian kredit merupakan rangkaian kegiatan utama suatu bank, dimana pemberian kredit adalah tulang punggung kegiatan perbankan.
Pada saat dimana industri perbankan menghadapi situasi  perekonomian yang seolah tidak menentu dan penuh dengan ketidakpastian, pemberian kredit oleh bank kepada masyarakat sedikit tersendat. Pengalaman adanya kredit macet akhir-akhir ini telah memacu kalangan perbankan untuk lebih berhati-hati dalam mengatur alokasi dananya pada kredit. Oleh karena itu kalangan industri perbankan saat ini cenderung lebih menyukai untuk mengalokasikan dananya dalam bentuk cadangan sekunder yang dalam hal ini dialokasikan pada surat-surat berharga. Karena Sertifikat Bank Sentral (SBS) tidak dibatasi oleh permintaan atau kelebihan likuiditas sementara perbankan, sedangkan tingkat suku bunga lebih menjanjikan dengan tingkat resiko yang rendah daripada dialokasikan pada kredit untuk masyarakat. Sela in itu Sertifikat Bank Sentral (SBS) dianggap tidak terbatas, pasarnya luas dan tingkat diskontonya tidak dapat dipengaruhi oleh satu bank manapun yang ikut lelang. Bahkan penempatan dana dalam Sertifikat Bank Sentral (SBS) tersebut dapat memberikan pendapatan kepada bank yang setiap  saat dapat dijadikan uang tunai tanpa mengakibatkan kerugian pada bank sehingga dalam hal ini bank mendapatkan dua manfaat sekaligus yaitu untuk menjaga likuiditas dan meningkatkan profitabilitas bank.
Dalam menghadapi persaingan usaha, setiap perusahaan perlu memiliki kemampuan manajemen yang baik untuk dapat tetap bertahan melanjutkan usahanya. Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan oleh perusahaan adalah keseimbangan antara likuiditas dan profitabilitasnya. Oleh karena itu, Nurman, (2009) tertarik untuk meneliti seberapa besar pengaruh manajemen sumber dana bank terhadap tingkat likuiditas dan profitabilitas bank dengan menggunakan analisis rasio likuiditas. Dari hasil analisis rasio likuiditas, diketahui bahwa secara keseluruhan bank cukup likuid, mampu memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan tepat waktu.
Berdasarkan analisa regresi yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa pengaruh manajemen sumber dana bank terhadap tingkat likuiditas dan profitabilitas bank positif dan signifikan yaitu apabila bank memiliki rasio likuiditas yang cukup tinggi yang diukur melalui quick ratio, banking ratio dan loans to assets ratio sedangkan profitabilitas bank dapat diukur melalui ROA, BO/PO, GPM dan NPM kalau semakin menurun maka dikarenakan bank kurang produktif dalam mengelola modal baik yang berasal dari laba maupun penambahan modal saham, sehingga banyak modal yang menganggur. Disini dapat terlihat bahwa tahun 2006, kebijakan yang dilakukan bank memberikan ROA yang paling rendah, tingkat aktiva lancar yang tinggi menunjukkan bahwa likuiditas bank juga tinggi, sehinnga tingkat risiko ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban finansialnya juga rendah, sedangkan tahun 2004, kebijakan yang dilakukan bank memberikan return on assets (ROA) yang paling tinggi, tetapi tingkat aktiva lancar yang rendah menunjukkan bahwa likuiditas bank juga rendah, sehinnga meningkatkan risiko ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban finansialnya. Oleh karena itu, perlunya keseimbangan antara likuiditas dengan profitabilitas.

Penelitian Yuniningsih, (2008), efesiensi, sangat berhubungan erat dengan biaya. Setiap perusahaan terus meningkatkan efesiensi agar pemasukan dapat terus dipertahankan bahkan ditingkatkan. Dari teori yang ada, efesiensi begitu mudah disederhanakan. Berikan sesuai standar kebutuhan itu rumusan efesiensi. Contohnya, dari suatu point di Bandung ke suatu point di Jakarta sudah diketahui jarak dan relatif waktu tempuh. Pasti perusahaan akan memberikan standard kebutuhan; bahan bakar kendaraan sekian, waktu tempuh minimal sekian jam (ukuran lalulintas normal). Perusahaan tersebut benar-benar menerapkan rumusan efesiensi. Sedangkan Efektif sangat berhubungan erat dengan pola kerja sumber daya manusia yang dilibatkan. Bila Dari kedua unsur tersebut salah satu tidak dipenuhi maka stempel yang didapat sumber daya manusia bukan cuma sebagian tetapi dua-duanya yaitu "tidak efektif dan tidak efesien". Kalau sudah ditegur beberapa kali tidak ada perubahan, sumber daya manusia tersebut terancam dikeluaarka dari perusahaan.
H1: Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan asset management dan liability management terhadap likuiditas bank pada PT. Bank Mandiri Tbk. Cabang Dili dengan PT. BII Tbk. Cabang Salatiga.

Pengaruh asset management dan liability management terhadap tingkat profitabilitas bank
Berger dan Patti (2003), yang meneliti hubungan struktur modal dengan kinerja perusahaan pada industri perbankan, mengelompokkan bank berdasarkan struktur kepemilikan saham. Kepemilikan saham dikelompokkan menjadi tiga yaitu Bank yang dikendalikan oleh dewan pengurus, pemegang saham outsider di atas 5%, dan pemegang saham institusi. Hasil uji menyimpulkan bahwa pemegang saham institusi mempunyai efek pemantauan (monitoring) yang baik yang dapat mengurangi biaya keagenan. Hasil penelitiannya juga konsisten dan berhubungan antara kinerja dengan kepemilikan insider.
Cole, dan Lin (2000) menemukan bukti bahwa peningkatan monitoring oleh bank, akibat meningkatnya jumlah hutang, menyebabkan kinerja perusahaan meningkat pula. Soliha dan Taswan (2002) menyebutkan adanya hubungan positif yang tidak signifikan antara kebijakan hutang dalam struktur modal perusahaan dengan nilai perusahaan.
Salah satu masalah ekonomi penting yang dihadapi bangsa Indonesia dalam beberapa tahun terakhir adalah kelebihan likuiditas dalam perekonomian. Akibat ekses likuiditas tersebut, maka penempatan dana di sertifikat BI, sebagai contoh, semakin bertambah. Dari hasil penelitian Ismal dan Beik, (2008). Berdasarkan data yang dirilis oleh BI, total SBI per 17 Januari 2008 mengalami peningkatan dari kisaran Rp 200 triliun tahun lalu menjadi Rp 312,79 triliun tahun ini. Proporsinya, kepemilikan asing yang mencapai Rp 28,94 triliun atau sekitar 9,25 persen dari total keseluruhan.
Penelitian Hadinoto, (2008) mengenai perbandingan kinerja industri perbankan pada bank devisa dan non devisa sudah pernah dilakukan. Pendekatan pengukuran kinerja yang digunakan adalah Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE) dan Loan to Deposit Ratio (LDR). Hasil beberapa penelitian menyatakan bahwa pada tahun 2000 tidak terdapat perbedaan kinerja antara bank devisa dan non devisa jika dilihat dari ROA, ROE dan LDR, sedangkan pada tahun 2001 juga menunjukkan tidak adanya perbedaan kinerja antara bank devisa dengan bank non devisa jika dilihat dari ROA dan ROE. Sedangkan untuk indikator LDR hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kinerja yang cukup signifikan antara bank devisa dan non devisa, yang disebabkan oleh membaiknya kondisi perekonomian Indonesia, serta diikuti penurunan tingkat suku bunga perbankan sehingga berdampak positif untuk sektor perbankan. 
Tulisan tersebut, menganalisis kinerja keuangan bank syariah devisa dan non devisa dengan menggunakan pendekatan Asset Liability Management (ALMA) yang didasarkan pada rasio profitabilitas dan likuiditasnya.
Kesimpulan dari hasil penelitiannya dapat diketahui bahwa ada perbedaan secara nyata kinerja keuangan bank syariah devisa dan bank syariah non devisa dilihat dari ROA dan LAR. Perbedaan ini menunjukkan adanya perbedaan dalam manajemen aktiva atau Asset Management antara bank syariah devisa (BSM) dan bank syariah non devisa (BSMI). Namun dari sisi manajemen pasiva atau Liability Management, yakni ROE dan LDR tidak ditemukan perbedaan secara signifikan antara bank syariah devisa dan non devisa.
Penelitian lebih lanjut oleh Bakhri, (2008). Membuktikan keputusan pendanaan berkaitan dengan pemilihan sumber dana baik yang berasal dari dalam maupun dari luar perusahaan sangat mempengaruhi nilai perusahaan tersebut. Sumber dana perusahaan dari internal berasal dari laba ditahan dan depresiasi. Sumber dana eksternal perusahaan berasal dari para kreditur Pemenuhan kebutuhan dana yang berasal dari para kreditur merupakan hutang bagi perusahaan atau disebut dengan metode pembelanjaan dengan hutang. Dana yang diperoleh dari para pemilik merupakan modal sendiri.
Prinsip manajemen perusahaan menuntut agar baik dalam memperoleh maupun menggunakan dana harus didasarkan pada efisiensi dan efektifitas. Efisiensi penggunaan dana berarti bahwa setiap rupiah dana yang ditanamkan dalam aktiva harus dapat digunakan seefisien mungkin untuk menghasilkan tingkat keuntungan investasi yang maksimal. Fungsi penggunaan dana meliputi perencanaan dan pengendalian penggunaan aktiva dalam aktiva lancar maupun aktiva tetap. Agar dana yang tertanam dalam masing-masing unsur aktiva tersebut disatu pihak tidak terlalu kecil jumlahnya sehingga dapat mengganggu likuiditas dan kontinyuitas usaha, dan dilain pihak tidak terlalu besar jumlahnya, sehingga dapat menimbulkan pengangguran dana. Oleh karena itu, pengalokasian dana harus didasarkan pada perencanaan yang tepat, sehingga dana yang mengganggur menjadi kecil. Efisiensi penggunaan dana secara langsung dan tidak langsung akan menentukan besar kecilnya tingkat keuntungan yang dihasilkan dari investasi.
Dengan demikian manajer keuangan dalam menjalankan fungsi penggunaan dana harus selalu mencari alternatif-alternatif investasi untuk kemudian dianalisis dan hasil analisis tersebut harus dapat diambil keputusan alternatif investasi mana yang akan dipilih. Dengan kata lain, manajer keuangan harus mengambil keputusan investasi (investment decision).
Manajer keuangan harus mengusahakan agar perusahaan dapat memperoleh dana yang diperlukan dengan biaya yang minimal dan dengan syarat yang paling menguntungkan. Manajer keuangan harus mempertimbangkan dengan cermat sifat dan biaya masing-masing sumber dana yang akan dipilih, karena masing-masing sumber dana mempunyai konsekuensi finansial yang berbeda-beda.
Pada prinsipnya pemenuhan kebutuhan dana suatu perusahaan dapat disediakan dari sumber intern perusahaan, yaitu sumber dana yang dihasilkan sendiri oleh perusahaan, misalnya laba ditahan (retained earning). Apabila perusahaan memenuhi kebutuhan dananya dari sumber intern dikatakan perusahaan itu melakukan pendanaan intern (internal financing).
Selain sumber intern dalam memenuhi kebutuhan dananya, suatu perusahaan dapat pula memenuhi kebutuhan dananya dari sumber ekstern, yaitu sumber dana yang berasal dari tambahan penyertaan modal dari pemilik atau emisi saham baru, penjualan obligasi dan kredit dari bank. Apabila perusahaan memenuhi kebutuhan dananya dari luar perusahaan disebut pendanaan ekstern (external financing). Apabila perusahaan dalam memenuhi kebutuhan dananya dipenuhi dari dana yang berasal dari pinjaman, dikatakan perusahaan tersebut melakukan pendanaan hutang (debt financing). Jika perusahaan memenuhi kebutuhan dananya berasal dari emisi atau penerbitan saham baru, dikatakan perusahaan tersebut melakukan pendanaan modal sendiri (external equity financing). Konsep penting manajemen pendanaan adalah masalah sumber dan penggunaan dana. 
Manajemen asset dan liability terhadap besar kecilnya laba yang diperoleh perusahan akan mempengaruhi besar kecilnya dividen yang akan dibagikan. Semakin besar tingkat laba atau profitabilitas yang diperoleh perusahaan akan mengakibatkan semakin besar dividen yang akan dibagikan dan sebaliknya. Penelitian Florentina (2001) menemukan bahwa manajemen aset dan liability akan mempunyai pengaruh positif dan signifikan dengan profitabilitas.
H2: Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan asset management dan liability management terhadap profitabilitas bank pada PT. Bank Mandiri Tbk. Cabang Dili dengan PT. BII Tbk. Cabang Salatiga.
Perbandingan asset management dan liability management terhadap likuiditas
Dalam kerangka penggabungan tersebut, akhir Februari 1998, pemerintah telah mengumumkan rencana restrukturisasi bank pemerintah dengan cara penggabungan. Adapun bank pemerintah yang akan digabung adalah: Bank Ekspor Impor (Bank Exim), Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo), Bank Bumi Daya (BBD), dan Bank Dagang Negara (BDN). Secara resmi tanggal 2 Oktober 1998 penggabungan keempat bank pemerintah telah berganti nama menjadi Bank Mandiri. Sedangkan penggabungan seluruh laporan keuangan efektif dilakukan pada akhir Juli 1999 sekaligus mengurangi jumlah kantor cabang dan sumber daya manusia yang ada di empat bank tersebut.
Dari hasil penelitian Wahyuni (2007) dengan penggabungan keempat bank pemerintah tersebut diharapkan Bank Mandiri, pertama, industri perbankan Indonesia akan menjadi lebih kuat dan stabil apabila ditopang oleh bank-bank berskala besar. Kedua, intervensi pemerintah terhadap bank pemerintah semakin berkurang, apabila restrukturisasi perbankan berhasil maka besar kemungkinan Bank Mandiri akan diprivatisasi dengan tujuan memperkuat struktur permodalan, meningkatkan likuiditas dan pengembangan usaha. Ketiga, kinerja keuangan Bank Mandiri diharapkan semakin baik dibandingkan sebelum penggabungan. Keempat, semakin sehatnya Bank Mandiri, maka sektor riil yang membutuhkan jasa keuangan bank tersebut akan semakin baik dan secara makro perekonomian nasional semakin membaik di masa yang akan datang.
Penelitian Saputro (2007) PT. BII Tbk. merupakan hasil Merger dari BII dengan Maybank dengan maksudkan untuk mengarahkan perusahaan beroperasi secara efisien. Bahkan motif ini sering dijadikan indikator utama (major indicator) dari sebuah kebijaksanaan merger. Beberapa praktisi bisnis berpendapat bahwa kebijaksanaan merger dapat dikatakan berhasil apabila merger tersebut dapat paling sedikit menghasilkan apa yang disebut sinergitik (sinergy) baru, dalam arti penggabungan dua perusahaan atau lebih tersebut, bukan hanya menghasilkan penjumlahan seperti pada merger konglomerasi melainkan akan menghasilkan suatu matematika baru, dimana likuiditas yang dicapai akan jauh lebih besar dibanding likuiditas yang dicapai secara sendiri-sendiri ketika sebelum melakukan merger. Kondisi ini tentu akan menaikkan tingkat efisiensi, karena pada dasarnya operating sinergy dapat meningkatkan economy of scale, sehingga berbagai sumber daya yang ada dapat saling melengkapi, dan koordinasi yang lebih baik antarberbagai tahap produksi.
Pada prinsipnya bahwa pengabungan keempat bank yang dijadikan sebagai PT. Bank Mandiri Tbk. secara otomatis memiliki asset dan liability manajemen yang baik dan sehat sehingga dapat meningkatkan likuiditas bank yang tinggi pula, dan tidak sama dibandingkan dengan bersinerginya PT. BII dengan Maybank, yang memiliki likuiditas tidak sebesar bank lain.
H3: Terdapat perbedaan asset management dan liability management terhadap likuiditas bank pada PT. Bank Mandiri Tbk. Cabang Dili dengan PT. BII Tbk. Cabang Salatiga.

Perbandingan asset management dan liability management terhadap profitabilitas
Penelitian Fajri (2008) modal kerja merupakan atau yang termasuk elemen-elemen yang mengalami proses perputaran, untuk dapat menentukan besar kecilnya keuntungan yang diperoleh perusahaan melalui tingkat perputaran yaitu piutang akan mempengaruhi operasi perusahaan dengan tujuan untuk mencapai keuntungan yang optimal, maka setiap perusahaan akan selalu meningkatkan kemampuan usahanya untuk menghasilkan laba. Salah satunya dengan cara mengelola piutang perusahaan tersebut seefisien mungkin sehingga mampu mencapai laba yang diinginkan. Untuk dapat membantu dan mengetahui efisiensi pengelolaan modal kerja tersebut, maka yang perlu diperhatikan adalah dengan cara menghitung tingkat rentabilitasnya, yaitu kemampuan perusahaan menghasilkan laba selama periode tertentu.
Penelitian Misellina (2007) mengenai perbandingan manajemen asset dan manajemen liability perbankan pada bank devisa dan non devisa sudah pernah dilakukan. Pendekatan pengukuran kinerja yang digunakan adalah Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE) dan Loan to Deposit Ratio (LDR). Hasil penelitian Adhitya (2008) membuktikan bahwa pada tahun 2000 tidak terdapat perbedaan kinerja antara bank devisa dan non devisa jika dilihat dari ROA, ROE dan LDR, sedangkan pada tahun 2001 juga menunjukkan tidak adanya perbedaan kinerja antara bank devisa dengan bank non devisa jika dilihat dari ROA dan ROE. Sedangkan untuk indikator LDR hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan manajemen yang cukup signifikan antara bank devisa dan non devisa, yang disebabkan oleh membaiknya kondisi perekonomian Indonesia, serta diikuti penurunan tingkat suku bunga perbankan sehingga berdampak positif untuk sektor perbankan. 

Penelitian lain, Nugraha (2008) menganalisis kinerja keuangan bank syariah devisa dan non devisa dengan menggunakan pendekatan Asset Liability Management (ALMA) yang didasarkan pada rasio profitabilitas dan likuiditasnya. Sebagai objek penelitian ini adalah PT. Bank Syariah Mandiri (BSM) dan PT. Bank Syariah Mega Indonesia (BSMI).  
Kesimpulan dari hasil penelitian ini diketahui bahwa ada perbedaan secara nyata kinerja keuangan bank syariah devisa dan bank syariah non devisa dilihat dari ROA dan LAR. Perbedaan ini menunjukkan adanya perbedaan dalam manajemen aktiva atau Asset Management antara bank syariah devisa (BSM) dan bank syariah non devisa (BSMI). Namun dari sisi manajemen pasiva atau Liability Management, yakni ROE dan LDR tidak ditemukan perbedaan secara signifikan antara bank syariah devisa dan non devisa. 
H4: Terdapat perbedaan asset management dan liability management terhadap Profitabilitas bank pada PT. Bank Mandiri Tbk. Cabang Dili dengan PT. BII Tbk. Cabang Salatiga.

2.3 Pengembangan Model
Adapun model penelitian yang tertera dibawah ini sehingga dapat memberi kemudahan untuk memahami peneltian ini.
Gambar: 1. Model penelitian

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian
Berdasarkan persoalan penelitian dan tujuan penelitian, maka penelitian yang akan diteliti penulis dapat mengacu pada penelitian survey yang bersifat eksplanasi (explanatory research). Maksud penelitian tersebut untuk mengambarkan suatu generalisasi atau menjelaskan pengaruh ratio manajemen asset dan liability terhadap tingkat likuiditas dan profitabilitas yang diperoleh PT. Bank Mandiri Tbk. Cabang Dili dengan PT. BII Tbk. Cabang Salatiga pada periode 2004 sampai dengan 2008.

3.2 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian adalah perbandingan penerapan manajemen Asset dan Liability pada PT. Bank Mandiri Tbk. Cabang Dili dan PT. BII Tbk. Cabang Salatiga yang memiliki status sebagai bank asing dan memiliki pengelola-pengelola yang profesional serta memiliki sumber dana yang memadai dalam menjalankan kegiatan operasionalnya sebagai lembaga keuangan (financial institution) yang terdaftar di Bank Sentral Indonesia dan BPA (Banking Payment Authority) Timor-Leste. Sedangkan teknik pengambilan sampel dalam penelitian tersebut menggunakan purposive sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan kriteria tertentu, dalam penelitian ini obyeknya adalah PT. Bank Mandiri Tbk. Cabang Dili dengan PT. BII Tbk. Cabang Salatiga yang aktif menerbitkan laporan keuangan secara teratur beserta dengan rasio-rasio keuangan dan return sahamnya pada periode 2004-2008.

3.3 Metode Pengumpulan Data
Didalam proses penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari beberapa sumber seperti text book, jurnal, dan lain-lain. Untuk memperoleh informasi dan data yang akan diolah dalam penelitian ini, maka penulis melakukan pengumpulan data yaitu :
Penelitian Lapangan (Field Research), data yang dipergunakan adalah data sekunder yang merupakan Laporan Keuangan Triwulanan Perusahaan Perbankan untuk tahun 2004-2008. Dimana data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari data laporan keuangan bank yang ada di kantor PT. Bank Mandiri Tbk. Cabang Dili dengan PT. BII Tbk. Cabang Salatiga dan data tersebut diolah terlebih dahulu.

3.4 Metode Pengukuran Data
Variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian sesuai dengan faktor-faktor (aspek-aspek) yang dipersyaratkan dalam pengukuran manajemen dana bank oleh Bank Sentral. Menurut Siamat, (2002) Rasio-rasio yang digunakan dalam mengukur kemampuan dalam mengelola bank antara lain :
a. Rasio Efesiensi Usaha, untuk mengukur manajemen suatu bank apakah telah menggunakan semua faktor produksinya dengan tepat guna dan hasil guna, maka melalui rasio-rasio keuangan di sini juga dapat diukur secara kuantitatif tingkat efesiensi yang telah dicapai oleh manajemen bank yang bersangkutan.
1. Leverage Multiplier Ratio
Rasio yang mengukur kemampuan manajemen suatu bank di dalam mengelola aktiva yang dikuasainya, mengingat atas penggunaan aktiva tetap tersebut bank harus mengeluarkan sejumlah biaya tang tetap.
Total Asset
Leverage Multiplier Ratio =
Total Equity Capital
2. Asset Utilization Ratio
Rasio untuk mengukur kemampuan manajemen suatu bank dalam memanfaatkan aktiva yang dikuasai untuk memperoleh total income.
Operating income + Non Operating Income
Asset Utilization Ratio =
Total Asset
3. Operating Ratio
Rasio untuk mengukur rata-rata biaya operasional dan biaya non operasional yang dikeluarkan bank untuk memperoleh pendapatan.
Operating Cost + Non Operating Cost
Asset Utilization Ratio =
Operating Income

b. Rasio Likuiditas, suatu bank dikatakan likuid apabila bank bersangkutan dapat memenuhi kewajiban hutang-hutangnya, dapat membayar kembali semua depositonya, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan tanpa terjadi penanguhan. Oleh karena itu, bank dapat dikatakan likuid apabila: bank tersebut memiliki cash asset sebesar kebutuhan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya, bank tersebut memiliki cash asset yang lebih kecil dari kebutuhan likuiditasnya tetapi mempunyai asset atau aktiva lainnya (misalnya surat berharga) yang dapat dicairkan sewaktu-waktu tanpa mengalami penurunan nilai pasarnya, dan bank tersebut mempunyai kemampuan untuk menciptakan cash asset baru melalui berbagai bentuk hutang. Dalam rasio likuiditas, rasio yang dapat diukur antara lain:
1. Quik Ratio
Rasio untuk mengetahui kemampuan bank dalam membiayai kembali kewajiban kepada para nasabah yang menyimpan dananya dengan aktiva lancar yang lebih likuid yang dimilikinya.
Kas + Efek + Piutang
Quick Ratio =
Hutang Lancar

2. Banking Ratio/ Loan to Deposit Ratio (LDR)
Rasio untuk mengetahui kemampuan bank dalam membayar kembali kewajiban kepada para nasabah yang telah menanamkan dananya dengan kredit-kredit yang telah diberikan kepada para debiturnya. Semakin tinggi rasionya semakin tinggi tingkat kikuiditas bank.
Loan
Banking Ratio =
Total Deposit

3. Loan to assets Ratio
Rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi permintaan para debitur dengan aset bank yang tersedia. Semakin tinggi rasionya semakin rendah tingkat likuiditas bank.
Total Loan
Loan to assets Ratio =
Total Asset

c. Rasio Profitabilitas, rasio profitabilitas selain bertujuan untuk mengehaui kemampuan bank dalam menghasilkan laba selama periode tertentu, juga bertujuan untuk mengukur tingkat efektifitas manajemen dalam menjalankan operasionalnya bank. Pada rasio profitabilitas dapat diukur melalui:
1. Return On assets (ROA)
Rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba dan efesiensi secara keseluruhan.
Laba Tahun Berjalan
ROA =
Total Asset



2. Biaya Operasional/Pendapatan Operasional (BO/PO)
Rasio digunakan untuk mengukur perbandingan biaya operas atau biaya intermediasi terhadap pendapatan operasi yang diperoleh bank.

Biaya Operasional
BO/PO =
Pendapatan Operasional

3. Gross Profit Margin
Rasio digunakan untuk mengetahui kemampuan bank dalam menghasilkan laba dari operasi usahanya yang murni. Semakin tinggi rasionya, semakin baik hasilnya.
Pendapatan Operasi - Biaya Operasi
GPM =
Biaya Operasi

4. Net Profit Margin
Rasio digunakan untuk mengetahui kemampuan bank dalam menghasilkan laba bersih sebelum pajak (net income) ditinjau dari sudut pendapatan operasi bank
Laba Bersih Sebelum Pajak
NPM =
Pendapatan Operasi

3.5 Teknik Analisis Data
Penelitian ini akan menggunakan teknik analisis regresi berganda dengan dua variabel independen namun sebelum melakukan analsis lebih lanjut maka sebelumnya akan dilakukan pengujian asumsi klasik terlebih dahulu sehingga data-data tersebut layak dianalisis dan mampu memberikan hasil yang robust. Terkususnya untuk hipotesa tiga dan empat akan digunakan uji tes independent t-test.

Kamis, 09 Juli 2009

Tesis

Privatisasi Perbankan dan Pengaruh Terhadap Sinergi, Kredibilitas, Kepemilikan Baru dan Tata kelola.




Dr. Hadori Yunus
Hadiyanto Budisetio
2006

Abstract

The purpose of this research is to address and learn more about privatization, especially in the banking industry in Indonesia. This research will be seen purely from the academic point of views which definitely involving many aspects of the theories that have been developed by expert from overseas and local as well. The focus of this study is to identify the impact of several important variables such as synergy, credibility, new ownership, culture and good corporate governance to the bank performance after privatized. Those five variables are believed to be the critical aspects in the merger and acquisition process. In order to support this research we have developed a simple research model. This model could help simplify the way of thinking and make better framework for the research. A simple questionnaire has also been developed in order to collect the primary data from target respondents, even though the depth of the questionnaire was not proven yet. Respondents who participate in this research are coming from privatized banks, either the bank was privatized through Initial Public Offering or through strategic partner. There were 188 data collected from more than 300 questionnaires distributed to bank officers at the head office of privatized banks in Indonesia. All variables used in this research can not be measured directly. Therefore, to be more accurate, it was done through some of indicators. Sequential Equation Modeling has been chosen as the research methodology and Lisrel 8.30 and SPSS 13.0 has also been chosen as the statistic software to be used.As a result of this research, only two hypotheses can be confirmed and the other nine hypotheses can not be confirmed. These results definitely do not match with the previous research conducted by researchers from other countries, but it could be used to broaden our way of thinking whereby other situation and condition could really produce different result.

Keywords: Privatization, Questionaire, Sequential Equation Modeling



I. Pendahuluan.
Ide penelitian ini diawali dari terjadinya krisis sistem nilai tukar valuta asing, yang berkembang menjadi krisis multi-dimensional di-Indonesia. Kronologis terjadinya krisis diawali dari tertekannya nilai tukar rupiah. Gejolak kurs rupiah menjalar menjadi tertekannya industri perbankan sehingga sektor keuangan berpengaruh negatif terhadap sektor riil. Selanjutnya krisis keuangan berkembang menjadi krisis sosial serta krisis politik yang sampai kepada krisis kepemimpinan nasional. Bank Indonesia menyuntikkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang juga dikenakan bunga, sehingga ikut menjadikan pemilik bank menghadapi beban yang makin berat. Pemerintah melalui menteri keuangan dan Bank Indonesia mengambil kebijakan untuk mencabut ijin usaha 16 bank pada awal November 1997. Krisis ekonomi menjalar menjadi krisis kepercayaan yang melanda seluruh sendi-sendi perekonomian seperti indeks harga saham gabungan anjlok, sistem pembayaran kacau, sektor konstruksi dan manufaktur terpuruk, pemutusan hubungan kerja yang berdampak pada tingkat pengangguran yang tinggi dan lain sebagainya. Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) mencapai 70,8 persen, menyebabkan kesulitan industri perbankan semakin memuncak. Pemerintah Indonesia terpaksa mengambil beberapa tindakan seperti restrukturisasi perbankan, memberikan penjaminan terhadap simpanan dan pinjaman perbankan, rekapitalisasi, membekukan beberapa bank sampai dengan membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Melalui BPPN, pemerintah Indonesia menguasai sebagian besar saham-saham perbankan, baik bank swasta maupun pemerintah. Secara faktual, bank-bank yang berada dibawah pengawasan BPPN, menjadi milik pemerintah dan pada tahap berikutnya pemerintah memutuskan untuk melakukan divestasi. Pada awalnya usaha untuk melakukan privatisasi cukup tersendat, walaupun telah terbukti bahwa banyak perusahaan milik pemerintah di Afrika, Asia, Amerika Latin, Eropa Timur maupun Eropa Barat telah dialihkan ke-sektor swasta, disebabkan oleh kinerja yang buruk dan kegagalan perusahaan tersebut (Mueller, 1989) serta keinginan untuk meningkatkan efisiensi setelah privatisasi (Meggison et al., 1994). Menurut Shafik (1996) pertumbuhan volume transaksi privatisasi antara tahun 1988 dan 1993 telah terjadi lebih dari 2600 transaksi di 95 negara didunia, dan menghasilkan $271milyar. Michael (2005) menyimpulkan motivasi untuk melakukan privatisasi perbankan di-berbagai negara adalah (a) meningkatkan pendapatan negara, (b) mem-promosikan sistem ekonomi yang efisien, (c) mengurangi keterlibatan pemerintah terhadap kegiatan ekonomi, (d) mempromosikan kepemilikan saham yang lebih luas dan terbuka, (e) memberikan kesempatan untuk berkompetisi, (f) memperkenalkan disiplin pasar kepada perusahaan milik pemerintah. Sheshinski and Lopez-Calva (1998) menggambarkan bahwa, program privatisasi tidak hanya revenue yang dihasilkan namun tujuan program privatisasi lebih luas lagi, yang melibatkan komponen fundamental yaitu memperbaiki efisiensi ekonomi mikro. Secara umum dapat disebutkan tujuan dari privatisasi adalah (a) mencapai allocative and productive efficiency, (b) memperkuat peranan sektor swasta dalam kegiatan ekonomi, (c) memperbaiki kesehatan finansial sektor publik, (d) membebaskan alokasi sumber daya untuk kepentingan kegiatan pemerintah yang lebih utama, (biasanya terkait dengan kebijakan sosial). Kebutuhan dana segar atau peningkatan pendapatan negara yang mendesak, adalah alasan yang dipilih oleh pemerintah Indonesia untuk melakukan divestasi bank-bank rekapitalisasi.
Privatisasi tidak selalu merupakan jalan keluar yang terbaik. Kritik terhadap kegagalan privatisasi disampaikan oleh Bayliss (2002), terkait dengan dampaknya terhadap masyarakat miskin. Yang menjadi dilema adalah bahwa semakin lama privatisasi dilakukan, akan semakin rawan terhadap timbulnya gelombang kesulitan keuangan berikutnya, khususnya dikaitkan dengan rencana pemerintah untuk menarik kebijakan program penjaminan. Faktor penting lainnya adalah faktor sinergi, kredibilitas serta perbaikan kualitas manajemen, termasuk memperkuat perangkat hukum dan pelaksanaannya, kerangka peraturan untuk industri keuangan, serta memperbaiki lingkungan investasi untuk mengurangi resiko bisnis serta konsekuensinya terhadap resiko pinjaman. Otoritas moneter seperti Bank Indonesia harus secara terus menerus dan konsisten meningkatkan efektivitas pengawasan terhadap industri perbankan guna memastikan kualitas laporan keuangan yang tinggi, yang sangat penting untuk efisiensi dan stabilitas sektor keuangan. Kapasitas pertumbuhan untuk rekayasa dan inovasi keuangan, perlu menekankan kualitas pengawasan. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah kredibilitas mengingat tentang kegiatan usaha yang didasarkan kepada tingkat kepercayaan yang tinggi, terutama kegiatan usaha perbankan. Oleh sebab itu faktor kepemilikan, latar belakang pemilik serta kisah sukses dalam kegiatan usaha sebelumnya, akan ikut menentukan tingkat kepercayaan masyarakat. Keterlibatan pemilik yang baru dalam manajemen akan menimbulkan percampuran budaya sehingga memungkinkan untuk meneliti pengaruh faktor budaya maupun penerapan corporate governance (tata kelola perusahaan) pada masing-masing institusi. Pengaruh budaya maupun tata kelola perusahaan menjadi penting mengingat pemilik baru dari beberapa industri perbankan di Indonesia adalah perusahaan ataupun konsorsium perusahaan yang melibatkan perusahaan asing.
II. Tinjauan Teoritis.
Privatisasi dapat dilakukan melalui divestasi. Kekhawatiran akan adanya kontrol oleh pihak asing, tidak perlu dibesar-besarkan sepanjang penyandang dana baru merupakan institusi keuangan yang dapat memberikan sinergi, kredibilitas, dana segar serta manajemen yang lebih baik kepada institusi yang dibelinya.
A. Dasar Pengertian Teoritis.
Menurut Weber (1997), teori-teori dapat dipisahkan menurut tiga kelompok yaitu (1) Grand Theory; (2) Middle-range Theory; dan (3) Substantive Theory. Sebagai Grand Theory dalam pembahasan ini, dipetik dari gagasan bahwa kepemilikan swasta mempunyai keuntungan dibandingkan kepemilikan publik terutama didalam hal efisiensi maupun kesehatan sektor finansial.
Smith (1776, p. 824) menuliskan :
“In every great monarchy in Europe the sale of the crown lands would produce a very large sum of money which, if applied to the payments of the public debts, would deliver from mortgage a much greater revenue than any which those lands have ever afforded to the crown………When the crown lands had become private property, they would, in the course of a few years, become well improved and well cultivated”.
Beberapa teori-teori yang mendukung pandangan bahwa pengelolaan oleh pihak swasta diyakini lebih baik antara lain:
B. Teori Privatisasi.
Privatisasi merupakan upaya mengurangi peranan pemerintah serta memberikan kepercayaan yang lebih besar kepada swasta untuk berperan dalam sistem perekonomian suatu negara, guna memenuhi kebutuhan masyarakat.
Menurut Savas (1987) :
“The word privatize first appeared in a dictionary in 1983 and was defined narrowly as ‘to make private, especially to change (as a business or industry) from public to private control or ownership’. But the word has already acquired a broader meaning; it has come to symbolize a new way of looking at society’s needs, and a rethinking of the role of government in fulfilling them. It means relying more on society’s private institutions and less on government to satisfy the needs of the people.”
1. Privatisasi dan Efisiensi Mikro-ekonomi.
Untuk kondisi yang tidak kompetitif, yang ditandai dengan penurunan biaya rata-rata pada cakupan permintaan yang relevan dalam pasar yang khusus, tumbuhnya lebih dari satu perusahaan tidak disarankan dilihat dari sisi efisiensi, Shleifer (1998). Pertimbangan tentang masalah perjanjian serta insentif sebagai bagian yang relevan untuk mengembangkan efisiensi pada tingkat mikro-ekonomi, disebut agency view, La Porta and Lopez-de-Silanes (1998). Agency View mengenal dua penyebab terjadinya insentif yang buruk untuk efisiensi, yaitu managerial perspective, Vickers and Yarrow (1989) dan political perspective (Shapiro and Willig, (1990)). Dalam managerial perspective, ketidak-mungkinan kontrak yang lengkap memainkan peranan yang mendasar didalam menjelaskan pentingnya masalah kepemilikan (Sappington and Stiglitz (1987)).
2. Dampak privatisasi terhadap Makro-ekonomi.
Privatisasi memungkinkan pemerintah meningkatkan dana dalam jangka pendek dan meng-eliminasi kebutuhan subsidi yang permanen. Perubahan yang nyata dalam posisi finansial, ditentukan dari selisih dividen dan pajak yang dibebankan, (Perroti and Guney (1993)). Akhirnya penjualan perusahaan sektor publik akan mengurangi pertumbuhan jumlah tenaga kerja, karena fungsi yang sama. Pengangguran akan dapat dikurangi untuk jangka menengah panjang, ketika pertumbuhan ekonomi yang membaik sebagai hasil dari menaiknya efisiensi pada tingkat mikro, serta lebih stabil pada tingkat makro.
3. Teori keuntungan privatisasi (The Theory of the Gains from Privatization).
Sachs, et al. (2000b), menggambarkan tentang alasan mendasar untuk privatisasi adalah, karena situasi informasi asimitris dan masalah kontrak yang tidak lengkap, sehingga menjadikan permasalahan insentif yang rumit, dan berdampak kepada perusahaan milik publik menjadi sangat tidak efisien. Guna menerapkan privatisasi, Havrylyshyn and McGettigan (1998) menandai dua pemikiran. Pertama, menekankan pentingnya lingkungan yang kompetitif dan struktur pasar (Nellis, 1999). Kedua, menekankan untuk langsung melakukan privatisasi. Kedua pemikiran ini juga mempertimbangkan pentingnya the hardness of the firm’s budget constraint serta pentingnya mengembangkan a multitude of market institutions.

III. Variabel Penelitian.
A. Sinergi.
Sinergi dapat terjadi dimana-mana, termasuk dialam maupun di-dalam kehidupan manusia (Corning, 1996). Dua alasan yang memotivasi untuk melakukan pengambil-alihan sebuah perusahaan yaitu sinergi (synergy) dan keagenan (agency). Pengambil-alihan yang didasari oleh keperluan sinergi akan memberikan penghasilan yang lebih tinggi kualitasnya dibandingkan dengan pengambil-alihan yang didasarkan agency, (Markelevich, 2003). Distribusi keuntungan akan tergantung kekuatan tawar serta kontribusi masing-masing pihak, (Chatterjee, 1986).
1. Teori Pengambil alihan (Takeover Theory).
Pandangan umum terhadap pengambil-alihan adalah mengambil alih kontrol perusahaan lain melalui pembelian sahamnya. Teori pengambil alihan secara tradisional akan fokus pada konsep sinergi dengan alasan bahwa sinergi meliputi, economies of scale, economies of vertical integration, cost reduction, complimentary resources, tax shields, effective use of free cash flows and improved efficiencies, (Brealey and Myers, 1991 Ch.33). Teori ini sesuai dengan kebijakan pasar bebas.
2. Sumber-sumber sinergi operasional (Operating Synergy).
Sinergi operasional adalah sinergi yang memungkinkan untuk menambah pendapatan operasional, meningkatkan pertumbuhan ataupun keduanya. Yang dikategorikan sebagai sinergi operasional adalah (a) Economies of scales akan mengurangi biaya atau menambah kekuatan pasar yang akan menaikkan keuntungan serta penjualan (b) Greater pricing power dengan berkurangnya tingkat kompetisi dan pangsa pasar yang lebih luas, berdampak pada keuntungan dan pendapatan yang lebih tinggi (c) Combination of different functional strengths dimana perusahaan dengan kemampuan marketing yang kuat mengakuisisi perusahaan yang mempunyai lini produk yang baik (d) Higher Growth in new or existing markets, dimana perusahaan produk konsumen mengakuisisi perusahaan yang baru tumbuh. Dengan jaringan distribusi yang mapan akan dapat meningkatkan penjualan produk tersebut.
3. Sumber-sumber sinergi finansial (Financial Synergy).
Yang dimaksudkan dengan sinergi finansial adalah arus kas yang lebih tinggi atau biaya modal yang lebih rendah. Sedangkan yang masuk kategori sinergi finansial adalah (a) Cash slack merupakan kombinasi perusahaan dengan dana tunai yang berlebih, namun terbatas kesempatan mendapatkan proyek dan perusahaan dengan proyek yang banyak namun mempunyai dana tunai yang terbatas dapat menghasilkan nilai yang lebih tinggi (b) Debt Capacity akan bertambah karena gabungan dari dua perusahaan memungkinkan untuk mempunyai pendapatan serta arus kas yang lebih stabil dan dapat diperkirakan., (c) Tax benefits dengan memanfaatkan hukum perpajakan sehubungan dengan net operating losses to shelter income.
B. Kredibilitas.
Kredibilitas manajemen di-definisi-kan sebagai kepercayaan investor terhadap kompetensi serta kelayakan manajemen untuk dipercaya dalam masalah finansial (Hovland et al., 1953, 21). Perusahaan yang memiliki kredibilitas tinggi, secara fundamental berbeda dalam hal pendapatan serta keuntungan, dibandingkan dengan perusahaan yang mempunyai kredibilitas rendah (Lang and Lundholm, 1993). Kredibilitas berarti juga sebagai keyakinan pasar, tentang tendensi dan kemampuan sebuah organisasi. Kredibilitas adalah kemampuan untuk melakukan hal yang benar dan berhasil. Perusahaan yang berusaha meningkatkan kredibilitas harus fokus terhadap pembeberan berita negatif, mengingat nilai yang sangat tinggi. Sedangkan perusahaan yang tertarik kepada kredibilitas jangka panjang, maka perusahaan harus fokus pada kinerja perusahaan (Mercer, 2002).
C. Kepemilikan baru.
World Development Report (2002) memberikan tiga alasan tentang kepemilikan bank oleh pemerintah yaitu (1) pemerintah yang paling tepat untuk mengalokasikan kapital kepada jenis investasi dengan produktivitas tinggi; (2) Dibawah kepemilikan swasta, diperkirakan akses kredit akan terbatas sehingga membatasi pertumbuhan; (3) Kepemilikan swasta lebih mudah jatuh, yang juga berdampak terhadap stabilitas sistem finansial. Menurut Levine (1997) struktur kepemilikan dan peranan bank dalam ekonomi nasional merupakan variabel yang sangat penting sehingga rancangan privatisasi sektor perbankan, harus menjadi acuan program stabilisasi, dan sukses tidaknya proses privatisasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor politik, metodologi, waktu serta alokasi kepemilikan.
D. Budaya.
Hofstede (1980) mengatakan bahwa budaya adalah jalan hidup yang diturunkan dari satu generasi kepada generasi yang berikutnya. Koentjaraningrat (1974) membagi kebudayaan menurut unsur-unsur yang terdiri dari sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian serta sistem teknologi dan peralatan.
1. Konsep Budaya Nasional.
Hofstede (1980) meng-identifikasi-kan empat dimensi dasar dari budaya nasional yang mendasari perilaku organisasi yaitu: Power distance mempunyai arti sebagai penerimaan masyarakat terhadap ke-tidak sama-an kekuatan dan dianggap sebagai sesuatu yang normal. Individualism adalah kecenderungan manusia untuk lebih memperhatikan diri sendiri serta keluarganya, sedangkan collectivism adalah kecenderungan manusia untuk menjadi bagian dari kelompok dan saling memperhatikan satu sama lain sampai dengan derajat kesetiaan tertentu sejalan dengan kepentingan individu. Masyarakat di-dominasi oleh kesuksesan, uang dan barang. Situasi seperti ini disebut masculinity. Sebagai lawannya adalah femininity yang merupakan situasi dimana nilai masyarakat di-dominasi oleh kualitas kehidupan. Uncertainty avoidance adalah keadaan dimana manusia merasa terancam oleh keadaan yang tidak menentu. Budaya dengan uncertainty avoidance yang rendah menjadikan manusia lebih dapat menerima resiko, kegiatan organisasi masyarakatnya kurang terstruktur, sedikit aturan tertulis, para pimpinan lebih banyak yang berani mengambil resiko, higher labor turnover dan karyawan yang lebih ambisius. Organisasi memacu para personalia nya untuk memakai inisiatif sendiri dan bertanggung jawab terhadap tindakannya. Sedangkan negara yang memiliki budaya dengan uncertainty avoidance yang tinggi memiliki kegiatan organisasi yang lebih terstruktur, mempunyai ketentuan tertulis, para pimpinan tidak terlalu spekulatif, lower labor turnover dan karyawan yang tidak terlalu ambisius.
2. Konsep Budaya Organisasional.
Menurut Hofstede (1994), budaya merupakan keseluruhan pola pemikiran, perasaan dan tindakan dari sekelompok sosial yang membedakan dengan kelompok sosial yang lainnya. Hofstede (1980) menuliskan :
“The collective programming of the mind which distinguishes the members of one human group’s from another………..the interactive aggregate of common characteristics that influence a human group’s response to the environment.”
Disini Hofstede memperkenalkan istilah the collective mental programming atau software of mind untuk menyebutkan keseluruhan pola tersebut. Proses terbentuknya pola pikir, perasaan dan tindakan dapat di-analogi-kan dengan proses penyusunan program didalam komputer. Hofstede (1991) menyimpulkan enam dimensi kunci dari budaya organisasional yaitu: Budaya yang berorientasi pada proses lebih memperhatikan cara melakukan sesuatu pekerjaan. Para peserta proses cenderung kurang berani mengambil resiko dan menjalankan segala sesuatunya sesuai dengan buku. Budaya yang berorientasi pada hasil lebih memperhatikan keluaran atau hasil. Para peserta proses akan memberikan usaha maksimum untuk menyelesaikan pekerjaan dan siap mengambil resiko. Budaya yang berorientasi kepada pekerjaaan ditandai dengan sikap para pimpinan yang mengharapkan tercapainya pekerjaaan sesuai jadwal dan karyawan melakukan segala sesuatunya sesuai dengan apa yang diperintahkan. Sedangkan budaya dengan orientasi kepada karyawan, para pimpinan tidak menekan karyawan untuk berproduksi serta tidak memperhatikan kekeliruan yang dilakukan, karena para karyawan dianggap telah melakukan yang terbaik. Budaya parochial ditandai dengan identitas organisasi yang melekat kepada karyawan, dimana norma organisasi meng-kontrol perilaku. Mereka percaya bahwa ketika me-rekrut karyawan, latar belakang kehidupan sosial calon karyawan termasuk keluarganya juga dilihat. Budaya profesional ditandai oleh karyawan yang mendasarkan identitasnya sesuai dengan kinerja yang dilakukan. Kehidupan pribadi adalah urusan pribadi dan tidak mengijinkan norma organisasi mempengaruhinya. Budaya dengan sistem tertutup ditandai dengan keadaan yang sulit untuk menerima anggota baru, sangat formal dan seringkali dipenuhi dengan proses yang memerlukan banyak material. Sedangkan budaya dengan sistem terbuka ditandai dengan kemudahan untuk menerima anggota baru dalam unit kerjanya, sering kali mempunyai karyawan wanita yang lebih banyak, termasuk para pimpinannya. Budaya kontrol yang ketat ditandai dengan kebijakan serta ketentuan yang formal serta kontrol yang ketat terhadap waktu dan uang, cenderung untuk lebih sederhana, mengulang-ulang pekerjaan dan bersifat klerikal, lebih berorientasi kepada proses, lebih banyak memberhentikan karyawannya. Akibatnya karyawan sering absen sebagai kompensasi untuk melepaskan diri dari tekanan. Organisasi dengan budaya kontrol yang longgar ditandai dengan ketidak-formalan serta tidak dengan birokrasi yang panjang. Budaya normatif memberikan perhatian yang besar kepada pemenuhan prosedur dan ketentuan. Cenderung lebih tertarik kepada bagaimana sesuatu pekerjaan dilakukan. Budaya pragmatis lebih mementingkan sesuatu yang praktis dan melihat hasil pekerjaan, walaupun terkadang harus menyalahi prosedur maupun ketentuan. Organisasi pragmatis lebih meletakkan hasil pencapaian sebagai prioritas tertinggi dan bilamana hal ini akan memberikan diskon ataupun layanan khusus kepada pelanggan, akan dilakukan juga.

E. Good Corporate Governance atau Tata Kelola Perusahaan.
Financial system di Indonesia telah menunjukkan perubahan struktural yang dipacu oleh kekuatan deregulasi, perubahan teknologi serta inovasi finansial. Namun demikian perusahaan finansial masih melakukan fungsi dasar ekonomi seperti menjembatani unit surplus dan defisit, men-transformasi dan menggeser resiko yang terkait dengan transaksi finansial serta posisi neraca perusahaan. Pada jaman sekarang ini, perhatian literatur akademis banyak dicurahkan kepada masalah tata kelola perusahaan atau corporate governance. Meskipun disadari bahwa tata kelola ini mempunyai implikasi yang sangat penting bagi perusahaan finansial, namun kenyataannya tata kelola ini masih belum memainkan peranannya dalam proses reformasi sistem finansial sebagaimana diharapkan. Panduan Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) yang dikeluarkan pada April 1999 tentang tata kelola perusahaan sbb:
“Corporate governance is the system by which business corporations are directed and controlled. The corporate governance structure specifies the distribution rights and responsibilities among different participants in the corporation, such as the board, managers, shareholders and stakeholders, and spells out the rules and procedure making decisions on corporate affairs. By doing this, it also provides the structure through which the company objectives are set, and the means of attining those objectives and monitoring performance.”
1. Tata kelola bagi perusahaan finansial dan pasar finansial.
Tata kelola bagi perusahaan dan pasar finansial sangat diperlukan mengingat sifat dari proses pembiayaan oleh perusahaan finansial sangat tertutup oleh karena perlunya menjaga kerahasiaan nasabah, serta informasi yang asimitris menjadi masalah bagi tata kelola perusahaan. Chevalier and Ellison (1997) memberikan catatan bahwa defisiensi informasi menimbulkan permasalahan bagi investor terkait dengan pengaturan resiko terhadap return yang dihasilkan oleh fund managers ketika ingin mengetahui kinerja. Pola operasional dari institusi finansial selalu melibatkan beberapa proses pelimpahan kewenangan didalam mengambil keputusan serta tanggung jawab pengambilan resiko dan juga masalah perubahan. Institusi keuangan memainkan peranan yang penting tentang tata kelola perusahaan bagi perusahaan lain, karena peranannya sebagai penyedia kredit yang mengharuskan untuk memantau kinerja perusahaan tersebut, termasuk peranannya sebagai penasehat yang berdampak kepada nilai kekayaan perusahaan serta kemungkinan untuk mengambil alih. Berdasarkan analisis terhadap mekanisme pemungutan suara sebagai mekanisme tata kelola, pemilik luar secara relatif menjadi lebih efisien untuk ko-operatif. Kompleksitas yang terkait dengan manajemen resiko kredit, asset-liability management, rancangan sistem, prosedur-prosedur, laporan-laporan dan lain-lain, memungkinkan manajemen senior dan jajaran direksi untuk berasimilasi, perlu memahami permasalahan yang ada serta mengetahui posisi yang diambil oleh bank, merupakan permasalahan tata kelola yang penting dan kompleks.
2. Stakeholdings, Corporate Governance and Company Law.
Tujuan utama dari tata kelola perusahaan adalah melindungi integritas perusahaan. Permasalahan utamanya adalah bagaimana mencegah terjadinya konflik antar stakeholders, yang dapat merusak perusahaan. Oleh sebab itu masalah loyalitas, termasuk hubungan para stakeholders akan lebih utama dibandingkan dengan memproduksi produk yang lebih baik dengan harga yang lebih memadai didalam mengukur kesuksesan kegiatan usaha. Menurut La Porta, Lopez-de-Silanes, Shleifer and Vishny (2000) pendekatan hukum terhadap tata kelola perusahaan, mekanisme kuncinya adalah perlindungan terhadap investor luar mengingat ketergantungan kepada hukum dan rawan terhadap pengambil alihan. Sistem tata kelola perusahaan mendukung inovasi dengan membentuk tiga kondisi yaitu: (a) Financial Commitment,
(b) Organizational Integration dan (c) Insider Control.
F. Kinerja.
Studi mengenai kinerja bank setelah privatisasi pertama kali dilakukan oleh Verbrugge, Meggison and Owens (1999). Disimpulkan bahwa kinerja industri perbankan pasca privatisasi masih sebanding dengan kinerja perusahaan bukan bank yang juga di-privatisasi. Cornett, Guo, Khaksari and Tehranian (2000) menguji perbedaan kinerja antara bank swasta dan bank pemerintah di Korea Selatan, Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand antara periode 1994-1997. Ditemukan bahwa bank pemerintah memilik kinerja yang minim. Resesi tahun 1997 menunjukkan penurunan kinerja bank pemerintah lebih besar dibandingkan dengan bank swasta. Terbukti pula bahwa bank asing lebih efisien dan mempunyai profitabilitas yang lebih tinggi. Demirgüç and Huizinga (1999) melaporkan bahwa kondisi makro-ekonomi, perpajakan, baik secara eksplisit maupun implisit, peraturan penjaminan deposito, struktur finansial secara keseluruhan dan kepastian hukum serta pendirian perusahaan, berdampak kepada selisih suku bunga (interest rate margin), kunci pengukuran kinerja ekonomi dan profitabilitas perusahaan. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan, bahwa non-interest income sebagai bagian dari total aset, cenderung lebih tinggi untuk bank yang dikendalikan oleh pendapatan dari komisi dibandingkan dengan bank yang mengandalkan pendapatannya dari kegiatan investasi perbankan (investment banking). Fenomena ini menggambarkan perbedaan kinerja antara bank komersial retail dan bank komersial wholesale.
IV. Kerangka Pemikiran Teoritis dan Pengembangan Hipotesis
Variabel penelitian terdiri dari variabel independen, variabel intervening (perantara) serta variabel dependen. Variabel dependen dalam studi ini adalah kinerja bank yang akan dijelaskan serta di-konfirmasi-kan oleh variabel-variabel independen yaitu (1) sinergi, (2) kredibilitas, (3) kepemilikan baru, (4) budaya serta (5) tata kelola perusahaan. Variabel kredibilitas maupun variabel sinergi juga berfungsi sebagai variabel intervening untuk menganalisis pengaruh budaya maupun tata kelola perusahaan terhadap kinerja.
A. Pengaruh langsung variabel independen terhadap variabel dependen.
Penelitian ini akan menganalisis pengaruh langsung antara variabel independen terhadap variabel dependen dengan uraian sebagai berikut:
1. Variabel sinergi.
Markelevich (2003) menunjukkan bahwa akuisisi dengan motivasi sinergi akan menghasilkan kinerja jangka panjang yang lebih tinggi. Studi literatur menunjukkan pola pengaruh positif ini sebagaimana dibuktikan oleh Jensen and Ruback (1983) serta Bradley, Desai and Kim (1988). Selain itu hasil transaksi secara rata-rata akan menghasilkan neraca yang lebih kuat, sehingga rasio-rasio kinerja, khususnya yang terkait dengan leverage akan lebih baik. Sinergi yang unik atau khas, akan memberikan kontribusi yang lebih baik dibandingkan dengan sinergi yang mudah diganti, Barney (1998).
2. Variabel kredibilitas.
Variabel kredibilitas di-identifikasikan mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja bank pasca privatisasi, khususnya bilamana ada keterbukaan informasi serta keberanian untuk menyampaikan berita negatif kepada investor, (Dye, 1985). Kredibilitas perusahaan sangat terkait dengan reputasi, kehandalan, kepercayaan rekan bisnis, keinginan stratejik, integritas, kewajaran, hubungan pribadi yang mengutamakan kepentingan perusahaan, penghargaan, kekuatan kepemimpinan serta pengetahuan maupun kompetensi.
3. Variabel kepemilikan baru.
Tinjauan teoritis menunjukkan bahwa privatisasi telah memberikan hasil yang lebih baik antara lain peningkatan efisiensi, profitabilitas. Berdasarkan data dan pengalaman yang telah terjadi didunia luar, maka untuk mendapatkan kinerja yang baik dari bank pasca privatisasi, kepemilikan oleh pihak asing akan menjadi pilihan yang utama dengan berbagai alasannya. Privatisasi bank di Indonesia kebanyakan pemilik barunya adalah pihak asing.
4. Variabel Budaya.
Privatisasi industri perbankan di Indonesia dilakukan melalui metoda initial public offering atau mencari strategic partner. Struktur kepemimpinan akan berbeda, ketika pemegang saham baru menempatkan wakilnya dalam kursi pimpinan. Akibatnya timbul perbedaan budaya, baik para pimpinan maupun para karyawan. Deal and Kennedy (1982) mem-populerkan dugaan bahwa budaya adalah kunci dari kinerja yang kuat, walaupun tidak dengan tingkat akurasi yang tinggi, mengingat sampel yang diambil adalah perusahaan-perusahaan dengan kinerja sangat baik. Studi yang dilakukan oleh Kotter and Heskett (1982) serta Sǿrensen (2002) dengan data set yang sama membuktikan adanya hubungan antara budaya dengan kinerja. Meskipun belum memberikan kesimpulan yang nyata, namun paling tidak terdapat mekanisme hubungan antara budaya dengan kinerja yaitu :The extreme-value effect adalah bilamana sebuah perusahaan melakukan tindakan yang bersifat untuk memperoleh pencapaian yang tinggi, maka semua karyawan akan menilai sebagai tindakan yang baik. Dalam situasi seperti ini akan disepakati sebagai budaya yang kuat. Sebaliknya dengan perusahaan yang tindakannya bersifat biasa biasa saja akan dikatakan sebagai perusahaan dengan budaya yang lemah. The communication or socialization effect dengan dampak lebih transparan. Semua karyawan akan diamati secara cermat berdasarkan realisasi pekerjaannya. Berdasarkan penelitian sebelumnya maka tidak terlalu jelas hubungan antara budaya dengan kinerja perusahaan, walaupun terdapat indikasi tentang hubungan tersebut.
5. Variabel Tata Kelola Perusahaan.
Menurut Stiglitz (2002), privatisasi tanpa tata kelola perusahaan tidak memiliki dampak positif kepada pertumbuhan. Dalam kaitannya dengan kinerja, sangat diperlukan perangkat hukum yang dapat menjamin tata kelola perusahaan yang baik. Sesuai dengan tinjauan teoritis serta bukti-bukti dari penelitian sebelumnya menunjukkan pengaruh positif tata kelola perusahaan terhadap kinerja. Maher and Andersson (2000) memberikan bukti empiris tentang tata kelola perusahaan dan kinerja serta meng-identifikasi-kan implikasi-implikasi beberapa kebijakan. Keduanya menyimpulkan bahwa tata kelola perusahaan harus dikembangkan sejalan dengan kompetisi dan anti-trust policy, karena kelemahan dari tata kelola perusahaan sedikit banyak ketika perusahaan yang dikendalikan oleh manajemen dan sekaligus mendapatkan tekanan dari kekuatan pasar.

B. Pengaruh tak langsung variabel independen terhadap variabel dependen.
Penelitian ini juga menganalisis pengaruh tak langsung dari variabel independen terhadap variabel dependen dengan uraian sebagai berikut:
1. Variabel sinergi – kredibilitas terhadap kinerja.
Sinergi akan sangat mempengaruhi kredibilitas. Dengan sinergi, nilai perusahaan menjadi lebih besar dibandingkan dengan kombinasi dari nilai perusahaan secara sendiri-sendiri. Disamping itu kekuatan para pimpinan perusahaan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kegiatan usaha. Bukti empiris dalam restrukturisasi perusahaan menunjukkan bahwa membuang aset yang tidak berhubungan dengan bisnis inti perusahaan, akan dilihat sebagai nilai tambah oleh pasar, (Berger and Ofek, (1999)).
2. Variabel kepemilikan baru – kredibilitas terhadap kinerja.
Pemerintah sebagai pemegang saham, tidak akan menjual sahamnya kepada perusahaan yang tidak jelas keberadaannya. Dengan memperhatikan reputasi pemilik yang baru, maka dapat diperkirakan kredibilitas perusahaan akan meningkat. Hal ini akan berdampak positif terhadap kinerja perusahaan.
3. Variabel Budaya terhadap variabel Sinergi.
Pengertian tentang budaya sangat sejalan dengan maksud dari sinergi itu sendiri. Menurut Hofstede (1991) didalam lingkungan pekerjaan, perbedaan budaya lebih diperhitungkan menurut budaya nasionalnya. Budaya yang kuat dapat membentuk tingkat motivasi yang tinggi. Nilai-nilai yang dipahami bersama membuat manusia merasa nyaman bekerja, merasakan adanya komitmen dan penghargaan, membuat orang berjuang lebih keras.
4. Variabel budaya terhadap variabel kredibilitas.
Kredibilitas dunia usaha dibedakan menurut dua jenis disclosure credibility yaitu persepsi investor terhadap informasi yang dikeluarkan dan management credibility lebih menekankan kepada sifat ketahanan para manager perusahaan dengan mengacu kepada persepsi investor terhadap manager dilihat dari segi kompetensi maupun kepercayaan, (Hovland et. al. 1953, 21).
5. Variabel tata kelola perusahaan terhadap variabel sinergi.
Tata kelola perusahaan mengatur pemisahan fungsi antara setiap bagian yang terlibat didalam perusahaan seperti menejer, pemegang saham dan lain-lain. Stiglitz (2002) mengatakan bahwa dengan tata kelola perusahaan yang lemah, manajemen dapat secara leluasa dan efektif mencuri dari para pemilik saham. Keasy, Thompson and Wright (1997) menyarankan empat alternatif paradigma untuk menjelaskan mengapa permasalahan tata kelola perusahaan sering kali memberikan solusi yang saling bertentangan satu dengan yang lain. Keempat alternatif tersebut adalah The Abuse of Executive Power model, The Myopic Market model, The Stakeholder model dan Principal-Agent model. Khusus untuk Principal-Agent model menunjukkan pengaturan tata kelola perusahaan sebagai jawaban terhadap permasalahan keagenan dengan memisahkan kepemilikan serta kontrol.
6. Variabel Tata Kelola Perusahaan terhadap variabel kredibilitas.
Signifikansi pengaturan tata kelola perusahaan secara internal untuk pemegang saham didalam perusahaan finansial berpotensi untuk meningkatkan dampak perubahan teknologi. Kemampuan perusahaan finansial untuk mengembangkan sistem dan struktur internal yang memadai akan memastikan pentingnya pendelegasian tanggung jawab dalam mengambil keputusan telah mencapai bentuk yang konsisten antara manajemen dengan pemegang saham.
C. Model Teoritis sebagai kerangka pemikiran.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat dibentuk model teoritis kerangka pemikiran seperti gambar dibawah ini. Variabel-variabel yang akan diteliti digambarkan dalam bentuk elips, yang menunjukkan bahwa variabel tersebut merupakan variabel laten, yaitu variabel yang tidak dapat diukur secara langsung (unobserved). Metode penggambaran ini mengikuti konvensi Structural Equation Modelling (SEM), yang akan dipakai dalam pembahasan selanjutnya.

H1 : Terdapat pengaruh positif variabel sinergi terhadap variabel kinerja.
H2 : Terdapat pengaruh positif variabel kredibilitas terhadap variabel kinerja.
H3 : Terdapat pengaruh positif variabel kepemilikan baru terhadap variabel kinerja.
H4 : Terdapat pengaruh positif variabel budaya terhadap variabel kinerja.
H5 : Terdapat pengaruh positif variabel tata kelola perusahaan terhadap kinerja.
H6 : Terdapat pengaruh timbal balik yang positif antara sinergi terhadap kredibilitas.
H7 : Terdapat pengaruh positif variabel kepemilikan baru terhadap kredibilitas.
H8 : Terdapat pengaruh positif variabel budaya terhadap variabel sinergi.
H9 : Terdapat pengaruh positif variabel budaya terhadap variabel kredibilitas.
H10 : Terdapat pengaruh positif variabel tata kelola perusahaan terhadap sinergi.
H11 : Terdapat pengaruh positif variabel tata kelola perusahaan terhadap kredibilitas.

V. Metode Penelitian.
A. Jenis Penelitian.
Studi ini dilakukan untuk mengkaji pengaruh variabel prediktor sinergi, kredibilitas, kepemilikan baru, budaya serta tata kelola perusahaan terhadap kinerja bank pasca privatisasi dan melibatkan variabel yang dapat diukur secara langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab itu digunakan structural equation modeling (SEM) sebagai metode penelitian. SEM merupakan gabungan dari dua metode statistik yang terpisah yaitu analisis faktor dan model persamaan simultan, Ghozali (2005). Model persamaan struktural, merupakan gabungan dari analisis faktor dan analisis jalur, menjadi satu metode statistik komprehensif. Metode estimasi yang dipergunakan adalah metode estimasi maximum likelihood.
B. Populasi dan Sensus Penelitian.
Populasi di-maksud-kan sebagai keseluruhan kelompok, yang masuk dalam cakupan penelitian, sedangkan sensus adalah pengumpulan data seluruh populasi yang ditargetkan, Burns and Bush (1998). Unit analisis yang dipakai adalah data individual, dengan memperlakukan setiap responden sebagai sumber data. Sensus dilakukan terhadap Bank BCA, Bank Niaga, Bank Permata, Bank Danamon, Bank Internasional Indonesia, Bank Lippo, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BRI serta Bank Bukopin.

C. Teknik Analisis.
1. Analisis Faktor.
Tujuan analisis faktor adalah ingin mencari pengelompokkan baru variabel asli, menjadi variabel yang jumlahnya semakin sedikit. Analisis faktor ini disebut sebagai exploratory factor analysis. Analisis faktor juga dipergunakan untuk mengkonfirmasi apakah suatu konstruk yang secara teori telah dibentuk, dapat di-konfirmasi-kan dengan data empiris. Analisis ini disebut confirmatory factors analysis. Langkah kerja serta asumsi analisis faktor dapat diuraikan menurut (a) jumlah data, (b) korelasi antar variabel, (c) matriks korelasi keseluruhan, (d) menentukan jumlah faktor (e) pembentukan komposit.
2. Uji Kualitas Instrumen Pengukuran.
Pengujian kualitas terhadap instrumen pengukuran didasarkan pada validitas. Pengujian reliabilitas dilakukan pada tahap pengujian asumsi model struktural.
3. Estimasi nilai parameter.
Untuk mengkonfirmasikan hipotesis dengan menggunakan SEM. Secara keseluruhan langkah-langkah dalam SEM mengadaptasi dari Ghozali (2005).
4. Model Pengukuran dan Persamaan Struktural.
Model pengukuran terhadap variabel laten yang membentuk variabel-variabel
sinergi, kredibilitas, kepemilikan baru, budaya, tata kelola serta kinerja diuji dengan menggunakan confirmatory factor analysis.
Persamaan struktural untuk model teoritis yang diajukan adalah sebagai berikut:
SN = α1KR + α2KO + α3 GCG + δ1 …………. (1)
KB = β1SN + β2KR + β3PB + β4KO + β5GCG + δ2 …………. (2)
KR = γ1SN + γ2PB + γ3KO + γ4 GCG + δ3 …………. (3)

5. Evaluasi Kriteria Goodness-of-fit.
a.Pemenuhan asumsi-asumsi SEM.
i.Normalitas
ii.Outliers
iii.Evaluasi Multikolinearitas atau Singularitas.
iv.Uji Reliabilitas.
Construct reliability diperoleh dengan cara:
( ∑ Standardized Loading )2
Construct Reliability = ------------------------------------------------
( ∑ Standardized Loading )2 + ( ∑εj )

1.Standardized loading diperoleh dari standardized loading (standardized regression weights) tiap-tiap indikator.
2.εj adalah measurement error = 1 – (Standardized loading)2.
Variance Extracted diperoleh dengan cara :
∑ Standardized Loading2
Variance Extracted = ---------------------------------------------------
∑ Standardized Loading 2 + ∑εj
b.Evaluasi Uji Kesesuaian (Goodness-of-fit).
i.χ2 – Chi Square dan Probabilitas
ii.The Root Mean Square Error for Approximation (RMSEA).
iii.Goodness of Fit Index (GFI).
iv.Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI).
v.CMIN/DF atau χ2 relatif.
c.Perbandingan Terhadap Baseline Model.
Indeks-indeks yang digunakan untuk mengukur kesesuaian model yang di-analisis dibandingkan dengan sebuah baseline model adalah sebagai berikut:
i.Tucker Lewis Index (TLI).
ii.Comparative Fit Index (CFI).
d.Estimasi Parameter.
Estimasi parameter digunakan untuk menguji hipotesis nol yang menyatakan koefisien regresi antara hubungan sama dengan nol, melalui pengamatan terhadap nilai probabilitas untuk setiap nilai critical ratio (CR).
e.Analisis Efek Langsung, Efek Tidak Langsung dan Efek Total.
Efek langsung menunjukkan pengaruh langsung dari suatu variabel (misal X1) terhadap variabel yang lain (misal X5). Efek tidak langsung menunjukkan adanya pengaruh tidak langsung dari suatu variabel (misal X1) terhadap variabel lain (misal X5) melalui variabel lain (misal X3). Efek total merupakan penjumlahan efek langsung dengan efek tidak langsung.
6. Interpretasi dan Modifikasi Model.
Distribusi frekuensi yang tidak simetris merupakan sinyal untuk sebuah model yang kurang baik. Batas keamanan untuk jumlah residual adalah 5%, bila jumlah residual lebih besar dari 5% dari semua residual kovarians yang dihasilkan oleh model, maka modifikasi mulai dipertimbangkan.

7. Komparasi Model.
Tiga kriteria untuk meng-konfirmasi-kan model yaitu Goodness of Fit (Hair et al. (1998)) komparasi kekuatan koefisien jalur secara individual dan komparasi koefisien determinasi (Poznanski and Bline, 1997).
a. Goodness-of-Fit.
Kriteria goodness-of-fit mencakup absolute fit measure, incremental fit measure dan parsimony fit measure.
1.Absolute Fit Measure.
(a)Chi-square (Discrepancy), (b) Non-centrality Parameter (NCP)
(c)Goodness-of-fit Index (GFI), (d) Root Mean Square Residual (RMR).
(e)Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA).
2. Incremental Fit Measure.
(a)Adjusted Goodness-of-fit (AGFI), (b) Tucker-Lewis index (TLI).
3. Parsimony Fit Measure.
( a) Parsimony-adjusted Normed Fit Index (PNFI),
(b) Akaike Information Criterion (AIC) and Expected Cross Validation Index (ECVI).
b. Komparasi Kekuatan Koefisien Jalur.
Komparasi atau perbandingan kekuatan koefisien jalur didasarkan pada
kriteria bahwa koefisien yang lebih besar mengindikasikan suatu model lebih baik daripada model yang lain. Koefisien yang dibandingkan satu sama lain hanyalah koefisien yang signifikan secara statistik. Penjumlahan dilakukan dengan menggunakan angka absolut.
c. Komparasi Koefisien Determinasi.
Kriteria ketiga adalah jumlah nilai koefisien determinasi (squared multiple correlation) variabel endogen. Suatu model lebih baik daripada yang lainnya apabila memiliki nilai koefisien determinasi yang lebih besar.
D. Instrumen Penelitian.
1. Sinergi.
Diambil 10 indikator sinergi dari tiga sumber sinergi. Dari sisi kualitas sumber daya manusia ditandai dengan indikator (1) efisiensi, efektifitas dan kualitas kerja, (2) interaksi, (3) kontrol dan resiko. Sisi operasional ditandai dengan indikator (1) skala ekonomis, (2) pertumbuhan pangsa pasar, (3) kualitas produk dan (4) strategi pemasaran. Sisi kekuatan finansial ditandai dengan indikator (1) intermediasi, (2) stabilitas keuangan dan (3) keuntungan pajak. Sinergi diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Galunic, (1994) serta Eisenhardt, (1989a). Pertanyaan di-konsentrasi-kan pada fakta, bukan pada interpretasi para responden.
2. Kredibilitas.
Indikator kredibilitas meliputi 10 indikator yaitu (1) kepercayaan investor, (2) kepercayaan karyawan, (3) kontinuitas strategi, (4) mampu memberi informasi yang akurat, (5) kompeten dalam bidangnya, (6) pengetahuan, (7) kepemimpinan, (8) kerjasama, (9) integritas tinggi, (10) kepercayaan publik.
Ukuran kredibilitas didasarkan pada tanggapan subyek terhadap serangkaian item yang menggunakan skala lima poin Likert-type.
3. Kepemilikan Baru.
Sebagai indikator kepemilikan adalah (1) nilai tambah (value added), (2) kepedulian, (3) kompetisi, (4) kepatuhan, (5) kehati-hatian, (6) efisiensi finansial, (7) efisiensi operasional, (8) profesionalisme kerja, (9) kualitas pelayanan, (10) pasar saham, (11) keleluasaan. Ukuran efisiensi kepemilikan didasarkan pada tanggapan subyek terhadap serangkaian item yang menggunakan skala lima poin Likert-type.
4. Budaya.
Indikator budaya yang dipelajari meliputi 12 items yaitu (1) struktur, (2) etos kerja, (3) prestasi kerja, (4) komunikasi, (5) kepemimpinan, (6) reward and punishment, (7) norma, (8) filosofi, (9) sikap kerja, (10) ketulusan, (11) kejujuran, (12) kerja sama. Ukuran budaya didasarkan pada dua penafsiran yaitu kesamaan internal adalah derajat dimana orang-orang dalam perusahaan mempunyai kepercayaan yang sama dan ketidak-samaan eksternal yaitu derajat dimana kepercayaan dasar berbeda dengan kepercayaan masyarakat pada umumnya.
5. Tata kelola perusahaan.
Indikator tata kelola perusahaan yang dipelajari meliputi 10 indikator yaitu (1) transparansi, (2) disclosure, (3) kemandirian, (4) akuntabilitas, (5) pertanggung-jawaban, (6) kewajaran, (7) keselamatan kerja, (8) kesejahteraan, (9) evaluasi dan penilaian, (10) etika. Ukuran tentang pemahaman tata kelola perusahaan didasarkan pada tanggapan subyek terhadap serangkaian item yang menggunakan skala lima poin Likert-type. Angka yang diperoleh dari responden setelah mengisi kuesioner tentang tata kelola perusahaan akan dipakai sebagai acuan.
6. Kinerja Bank Pasca Privatisasi.
Indikator kinerja yang diukur meliputi 12 indikator yaitu (1) reaksi pasar saham, (2) cost of capital, (3) perlindungan resiko, (4) return on asset (ROA), (5) return on equity (ROE), (6) interest margin, (7) non performing loans, (8) efisiensi operasional, (9) efisiensi finansial, (10) pertumbuhan perusahaan, (11) capital adequacy ratio, (12) loan to deposit ratio.
VI. Hasil Penelitian.
Bagian ini menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan, mencakup berbagai aspek mulai dari profil responden sampai dengan diterima atau ditolaknya hipotesis yang diajukan.
A. Profil Responden.
1. Data demografis
a. Jenis Kelamin.
Tabel 1.1: Profil Responden menurut jenis kelamin


 
 
 
 
Frekuensi
 
%


Jenis Kelamin
Laki-laki
 
126

67



 

Perempuan
62
 
33











Dapat dilihat bahwa responden laki-laki lebih banyak yaitu sebesar 67 persen dibandingkan responden perempuan sebanyak 33 persen.

b. Usia.
Tabel 1.2: Profil Responden menurut usia

 
 
 
 
Frekuensi
 
%


Usia
 
<30 tahun
24
 
12.8


 

30-40 tahun
102
 
54.3


 

40-50 tahun
60

31.9


 

>50 tahun
2
 
1.1


Mayoritas responden berusia antara 30 sampai 40 tahun mencakup 54,3 persen dari keseluruhan responden yang ada. Sedangkan kelompok dengan usia diatas 50 tahun sedikit sekali perannya hanya 1,1 persen saja.
c. Pendidikan.
Tabel 1.3: Profil Responden menurut pendidikan

 
 
 
 
Frekuensi
 
%


Pendidikan
Diploma
 
10
 
5.3


 

S-1
 
134
 
71.3


 

S-2
 
41

21.8


 

S-3
 
3
 
1.6


Responden dengan pendidikan sarjana satu mendominasi pengembalian kuesioner yaitu sebanyak 71,3 persen. Sarjana strata tiga, hanya sebesar 1,6 persen.


d. Asal Bank.
Tabel 1.4: Profil Responden menurut bank asal
Bank Asal
Freq
%
Bank Asal
Freq
%
Mandiri
31
16.5
BII
20
10.6
BNI
18
9.6
Lippo
16
8.5
BRI
11
5.9
Niaga
20
10.6
Bukopin
6
3.2
Permata
22
11.7
BCA
40
21.3
Danamon
4
2.1

Responden BCA yang terbanyak mengembalikan kuesioner sebesar 21,3 persen, diikuti Bank Mandiri sebesar 16,5 persen. Bank Danamon dan Bank Bukopin tergolong yang paling sedikit dalam pengembalian kuesioner yang diedarkan.
e. Pengalaman kerja.
Tabel 1.5: Profil Responden menurut pengalaman kerja.
Masa kerja
Freq
%
Masa Kerja
Freq
%
2 tahun
6
3.2
11 tahun
13
6.9
3 tahun
11
5.9
12 tahun
14
7.4
4 tahun
10
5.3
13 tahun
12
6.4
5 tahun
16
8.5
14 tahun
6
3.2
6 tahun
9
4.8
15 tahun
7
3.7
7 tahun
8
4.3
16 tahun
4
2.1
8 tahun
26
13.8
17 tahun
3
1.6
9 tahun
11
5.9
18 tahun
0
0
10 tahun
31
16.5
19 Tahun
1
0.5
Responden dengan pengalaman kerja sepuluh tahun merupakan responden terbanyak diikuti responden dengan masa kerja delapan tahun sebesar 13,8 persen.

2. Analisis Faktor.
Konsep utama yang digunakan adalah pengukuran validitas dan reliabilitas. Ghozali (2005) mengingatkan bahwa indikator yang dipergunakan untuk merefleksikan suatu variabel juga mengandung kesalahan, sehingga didalam analisis statistik juga harus mempertimbangkan komponen kesalahan ini. Analisis faktor yang dipergunakan adalah confirmatory factor analysis (CFA). Nilai muatan faktor (loading factor) dari tiap-tiap indikator yang disyaratkan sebagai indikator pembentuk konstruk adalah lebih besar dari 0.50 (Hair et.al, 1995). Dapat pula dipakai sebagai patokan ketika model pengukuran memiliki fit yang sangat baik maka nilai estimasi atau loading factor dapat dipakai sebagai koefisien validitas.
Langkah kerja serta asumsi analisis faktor dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Jumlah data.
Pada penelitian ini akan dipergunakan 188 data yang diperoleh yang mana jumlah ini telah memenuhi persyaratan minimum 100 data.
b. Korelasi antar variabel.
Analisis faktor untuk menunjukkan korelasi antar variabel dengan menghitung korelasi parsial. Untuk maksud perhitungan tersebut diatas di-asumsi-kan bahwa variabel lain dianggap tetap. Korelasi antar variabel menggunakan nilai faktor muatan (loading factor) dimana dilakukan confirmatory factor analysis (CFA)..
c. Matriks korelasi keseluruhan.
Pada tahapan ini ukuran yang digunakan adalah Bartlett test of sphericity dan Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy (KMO-MSA). Bartlett test of sphericity harus signifikan pada level 0.000 sedangkan nilai KMO-MSA bervariasi dari 0 sampai 1. Jika nilai KMO-MSA < 0.50, maka analisis faktor tidak dapat dilakukan.
d. Hasil tes KMO-MSA and Bartlett dari setiap variabel.
Sesuai dengan hasil pengolahan data diperoleh keluaran KMO-MSA dan Bartlett’s tes sebagaimana terlihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 2: Hasil tes KMO-MSA and Bartlett dari setiap variabel
Sumber: Data primer yang telah diolah.










 
 
 
 
 
Bartlett's Test of Sphericity
 

 
KMO-MSA
Signifikansi
df
Approx Chi-square
Sinergi


0.731
0.000
45
577.866
Kredibilitas

0.824
0.000
45
590.935
Kepemilikan Baru

0.694
0.000
55
555.730
Budaya


0.862
0.000
66
814.994
Tata Kelola Perusahaan
0.660
0.000
45
429.606
Kinerja
 
 
0.716
0.000
66
780.072


B. Evaluasi Uji Kesesuaian (Goodness of Fit)
Dengan SEM, tidak boleh hanya tergantung pada suatu indeks atau beberapa indeks fit saja, namun sebaiknya mempertimbangkan seluruh indeks fit yang ada. Dengan mengikuti Hair et. al (1995) maka evaluasi terhadap kesesuaian model dilakukan melalui beberapa tingkatan yaitu:
1. Uji Kesesuaian Model Pengukuran (measurement model fit).
Tujuan melakukan evaluasi model pengukuran adalah untuk menentukan validitas serta reliabilitas indikator-indikator dari suatu konstruk.
Uji validitas adalah ukuran sampai sejauh mana suatu indikator secara akurat dapat mengukur apa yang hendak diukur, sedangkan uji reliabilitas adalah suatu pengujian untuk menentukan konsistensi pengukuran indikator dari variabel suatu variabel laten.
2. Uji Kesesuaian Keseluruhan Model (Overall Model Fit)
Sesuai hasil CFA indikator pembentuk konstruk, selanjutnya dibentuk diagram jalur model teoritis yang menghubungkan 6 variabel laten yang ada secara struktural. Diagram jalur dan indikator-indikator model fit disajikan sebagai berikut :
a. Modification index – Modifikasi Indeks.
Sebenarnya model penelitian yang fit telah terpenuhi, namun Modification Index tetap akan dilakukankan untuk dapat memperoleh model fit yang absolut.
b. Hasil Olah Data setelah Modifikasi Indeks.


Dari hasil olah data juga diperoleh persamaan struktural sbb:
SN = 0.41KR – 0.15KO + 0.34GCG (1)
KB = -0.57SN – 1.57KR + 3.00PB – 0.26KO – 0.89GCG (2)
KR = -0.27SN + 1.18PB – 0.01KO – 0.20GCG (3)

c. Tabulasi Indikator Goodness of Fit setelah Modifikasi Indeks
Tabel 3: Indikator Goodness of Fit setelah Modifikasi Indeks
Goodness of Fit Index
Cut-Off Value
Hasil Model
Keterangan
χ 2 – Chi-Square

933.86
Baik
Nilai-p
> 0.05
0.792
Derajat bebas, DF

970
RMSEA
≤ 0.05
0.00
GFI
Nilai besar
0.82
AGFI
≥ 0.90
0.80
CFI
≥ 0.95
1.00
Relative χ 2 CMIN/DF
≤ 2.00
0.96
NCP
Nilai kecil
0.00
TLI
≥ 0.90
1.12
RMR
Nilai kecil
0.066
PNFI
Nilai kecil
0.55
AIC
Independence
AIC model < AIC Saturated dan AIC Independence
2158.79
Baik
Model
1155.86
Saturated
2162.00
ECVI
Independence
ECVI model < ECVI Saturated dan ECVI Independence
11.54
Baik
Model
6.37
Saturated
11.56

d. Olah data dengan menggunakan Return on Assets (ROA).
Guna mengetahui hasil penelitian yang lebih berkualitas maka dilakukan pengolahan data return on asset (ROA) dengan model yang sama.
e. Pengolahan data dengan ROA.
Hasil olah data memperoleh persamaan struktural sebagai berikut:
SN = 0.31KO + 0.26GCG (1)
KR = -0.47SN + 3.99PB – 0.043KO – 0.99GCG (2)
ROA = - 0.23SN – 0.24KR + 1.28PB – 0.64KO – 0.40GCG (3)
Keluaran dari olah data menunjukkan hubungan yang tidak signifikan dan dibuktikan dengan nilai t yang berwarna merah.
3. Uji Kesesuaian Model Struktural (structural model fit).
Uji kesesuaian model struktural titik fokusnya ada pada hubungan antara variabel laten eksogen dan endogen, serta hubungan antara variabel endogen.
a. Hubungan Antar Variabel Terikat.
Hubungan antara variabel terikat sebagaimana diperoleh dari keluaran Beta tergambar seperti dibawah ini.



Tabel 4: Hubungan antara variabel terikat
 
 
Estimasi Parameter
S.E.
t-value
Signifikansi
KR <--- SN
-0.27
 
0.25
-1.06
N.S.
 
KB <--- SN
-0.57
 
1.75
-0.33
N.S.
 
SN <--- KR
0.41
 
0.5
0.81
N.S.
 
KB <--- KR
-1.57
 
4.6
-0.34
N.S.
 
Keterangan: N.S. = Not Significant




1.Pengaruh sinergi terhadap kinerja
- Nilai t-value sebesar -0.33 dan Estimasi parameter sebesar -0.57, menunjukkan pengaruh sinergi yang tidak signifikan terhadap kinerja.
Hipotesis 1 tidak dapat diterima.
2.Pengaruh kredibilitas terhadap kinerja
- Nilai t-value sebesar – 0.34 dan Estimasi parameter sebesar -1.57, menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan terhadap kinerja.
Hipotesis 2 tidak dapat diterima.
3.Pengaruh kredibilitas terhadap sinergi
- Nilai t-value adalah 0.81 (< 1.96) berarti bahwa hubungan struktural pengaruh kredibilitas terhadap sinergi tidak signifikan.
- Estimasi parameter sebesar 0.41 menunjukkan pengaruh positif kredibilitas terhadap sinergi.
4.Pengaruh sinergi terhadap kredibilitas
- Nilai t-values adalah -1.06 ( < 1.96) berarti bahwa hubungan struktural pengaruh sinergi terhadap kredibilitas tidak signifikan.
- Estimasi parameter sebesar -0.27 berarti bahwa terdapat pengaruh yang negatif antara variabel kredibilitas terhadap sinergi.
Hipotesis 6 tidak dapat diterima.
b. Hubungan Antar Variabel Terikat dan Bebas.
Keluaran Gamma menggambarkan pengaruh variabel eksogen independen terhadap variabel endogen dependen. Dengan mengacu kepada keluaran yang dihasilkan, dapat terlihat hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas yang dipakai dalam penelitian sebagaimana tertera pada gambar dibawah ini:



Tabel 5: Hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas
 
 
Estimasi Parameter
S.E.
t-value
Signifikansi
SN <--- KO
-0.15
 
0.35
-0.45
N.S.
 
SN <--- GCG
0.34
 
0.17
2.02
S
 
KR <--- PB
1.18
 
1.27
0.93
N.S.
 
KR <--- KO
-0.01
 
0.40
-0.02
N.S.
 
KR <--- GCG
-0.20
 
0.34
-0.59
N.S.
 
KB <--- PB
3.00
 
9.36
0.32
S
 
KB <--- KO
-0.26
 
1.30
-0.20
N.S.
 
KB <--- GCG
-0.89
 
2.43
-0.36
N.S.
 
Keterangan: N.S. = Not Significant
S = Significant


1. Pengaruh variabel budaya terhadap sinergi.
- Nilai t-value sebesar – 0.45 dan Estimasi parameter sebesar -0.15, menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan dari budaya terhadap sinergi.
Hipotesis 8 tidak dapat diterima.
2. Pengaruh variabel tata kelola perusahaan terhadap sinergi.
- Nilai t-value sebesar 0.34, menunjukkan pengaruh yang positif dari tata kelola perusahaan terhadap sinergi.
- Estimasi parameter sebesar 2.02 menunjukkan pengaruh tata kelola perusahaan yang signifikan terhadap sinergi.
Hipotesis 10 dapat diterima.
3. Pengaruh budaya terhadap kredibilitas.
- Nilai t-value sebesar -0.01 dan Estimasi parameter sebesar -0.02, menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan dari budaya terhadap kredibilitas.
Hipotesis 9 tidak dapat diterima.
4. Pengaruh kepemilikan baru terhadap kredibilitas.
- Nilai t-value sebesar 0.93, menunjukkan pengaruh yang positif dari kepemilikan baru terhadap kredibilitas.
- Estimasi parameter sebesar 1.18 menunjukkan pengaruh kepemilikan baru yang tidak signifikan terhadap kredibilitas.
Hipotesis 7 tidak dapat diterima.
5. Pengaruh tata kelola perusahaan terhadap kredibilitas.
- Nilai t-value sebesar -0.59 dan Estimasi parameter sebesar -0.20, menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan dari tata kelola perusahaan terhadap kredibilitas.
Hipotesis 11 tidak dapat diterima.
6. Pengaruh kepemilikan baru terhadap kinerja
- Nilai t-value sebesar 0.32 dan Estimasi parameter sebesar 3.00, menunjukkan pengaruh yang positif dari kepemilikan baru terhadap kinerja.
Hipotesis 3 tidak dapat diterima.
7. Pengaruh budaya terhadap kinerja
- Nilai t-value sebesar -0.20 dan Estimasi parameter sebesar -0.26, menunjukkan pengaruh budaya yang tidak signifikan terhadap kinerja.
Hipotesis 4 tidak dapat diterima.
8. Pengaruh tata kelola perusahaan terhadap kinerja
- Nilai t-value sebesar -0.36 dan Estimasi parameter sebesar -0.89, menunjukkan bahwa tata kelola perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja.
Hipotesis 5 tidak dapat diterima.

C. Pengaruh antar Variabel.
1. Korelasi antara dua variabel.
Dari Correlation Matrix of ETA on KSI terlihat bahwa hubungan paling kuat terjadi antara kepemilikan baru dengan kredibilitas yaitu sebesar 0.91. Keadaan ini dapat dimengerti mengingat perubahan kepemilikan akan berdampak langsung dan nyata yang dilihat oleh pasar. Hubungan yang paling lemah terlihat antara kinerja dengan sinergi sebesar -0.01.
Tabel 6: Correlation Matrix of ETA on KSI
 
SN
KR
KB
PB
KO
GCG
SN
1.00
 

 

 
KR
0.23
1.00
 
 
 
 
KB
-0.01
0.41
1.00
 

 
PB
0.47
0.91
0.49
1.00
 
 
KO
0.35
0.79
0.38
0.85
1.00
 
GCG
0.45
0.47
0.01
0.67
0.53
1.00

2. Regresi antara variabel.
Kontribusi relatif variabel laten independen yang mempengaruhi variabel laten endogen perlu untuk di-indentifikasi. Perhatikan keluaran Lisrel pada bagian Regression Matrix ETA on KSI seperti tabel 21 dibawah ini.
Tabel 7: Regression Matrix ETA on KSI
Sumber: Keluaran Lisrel
 
PB
KO
GCG
SN
0.43
-0.14
0.23
KR
1.06
0.03
-0.27
KB
1.09
-0.23
-0.60

3. Efek Tidak Langsung dan Efek Total.
Keluaran Total and Indirect Effects menunjukkan pengaruh tidak langsung dan pengaruh total variabel independen terhadap variabel dependen Pengaruh tidak langsung adalah pengaruh suatu variabel independen terhadap suatu variabel dependen lainnya yang di-mediasi oleh satu atau lebih variabel perantara.
D. Komparasi Model.
Ghozali (2001) mengatakan bahwa jika telah ditemukan model yang fit sebagaimana di-indikasi-kan oleh indikator-indikator goodness of fit seperti RMSEA, maka komparasi koefisien jalur dan determinasi tidak perlu dilakukan lagi.

E. Pembahasan.
1. Pelaksanaan privatisasi.
Tabel 6 dibawah ini menunjukkan bulan dan tahun serta metoda privatisasi yang dilakukan pada masing-masing bank yaitu:
Tabel 6: Privatisasi/Divestasi Bank
Sumber: Website masing-masing bank
Bank
 
Bulan/Tahun
Metoda
 
Mandiri

Jul-03
 
Initial Public Offering
 
BNI
 
Nov-96
 
Initial Public Offering
 
BRI

Nov-03
 
Initial Public Offering
 
Bukopin
 
Jul-06
 
Initial Public Offering
 
BCA

Aug-01
 
Strategic Partner
Niaga
 
Oct-02
 
Strategic Partner
Danamon

May-03
 
Strategic Partner
BII
 
Nov-03
 
Strategic Partner
Permata
 
Aug-04
 
Strategic Partner
Lippo
 
Dec-98
 
Strategic Partner

Tabel diatas menggambarkan bahwa privatisasi dilakukan dalam jangka waktu yang relatif pendek yaitu berkisar 3 tahun sampai dengan 5 tahun. Dari sepuluh bank yang di-privatisasi tersebut diatas terdapat lima bank yaitu Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BRI, Bank Bukopin dan Bank BCA tidak mengganti pimpinannya ataupun mengikut sertakan wakil dari pemegang saham yang baru. Dengan tidak adanya keikut-sertaan wakil dari pemegang saham yang baru maka terdapat situasi sebagai berikut:
a.Sinergi yang diharapkan terjadi antara pemegang saham lama dengan yang baru, antara karyawan lama dengan yang baru, pimpinan yang lama dengan baru tidak terjadi secara nyata.
b.Perubahan budaya yang diperkirakan akan terjadi oleh karena adanya pemegang saham baru, terutama budaya kerja yang baru juga tidak terjadi.
c.Perbedaan kredibilitas secara nyata antara sebelum dan sesudah privatisasi juga tidak terlihat, mengingat pelakunya masih sama.
Sedangkan kelima bank yang lain yaitu Bank Niaga, Bank Danamon, Bank BII, Bank Lippo dan Bank Permata telah memasukkan wakil pemegang sahamnya yang baru kedalam posisi-posisi strategis seperti komisaris, direktur utama, maupun direktur disamping posisi lain dibawah direksi. Kurun waktu privatisasi yang dilakukan belum cukup lama, maka perubahan-perubahan yang diharapkan terjadi sesuai dengan teori privatisasi masih belum terlihat nyata. Dipastikan kebenarannya bahwa “privatization is a process, not an event”, Verbrugge, Meggison and Owens (1999).
2. Privatisasi dilakukan secara bertahap.
Privatisasi di Indonesia dilakukan secara bertahap dimana pemerintah melepas sahamnya secara sebagian-sebagian, sehingga berdampak pada proses sinergi yang diharapkan terjadi antara pemegang saham lama dengan yang baru juga berjalan secara bertahap. Kredibilitas perusahaan pun, terutama bank yang pada awalnya milik pemerintah tidak dilihat ada perubahan yang signifikan oleh para investor. Keadaan ini sejalan dengan Otchere and Chan (2003) yang mengatakan bahwa privatisasi parsial hanya memberikan perubahan kinerja yang sangat terbatas. Shleifer and Vishny (1996) mengatakan bahwa privatisasi parsial masih membuka kesempatan bagi politikus untuk mempengaruhi kinerja bank guna kepentingan politik.
3. Kinerja menurut Return on Assets.
Peneliti terdahulu mengelompokkan indikator kinerja menurut profitabilitas, efisiensi operasional, perlindungan resiko serta economies of scale. Sedangkan indikator profitabilitas dikelompokkan menurut Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Non-Performing Loan (NPL) serta Net Interest Income (NII). Penelitian ini memakai ROA rata-rata dimana pengambilan data dimulai sejak bank tersebut di-privatisasi
Tabel 9: ROA rata-rata Bank
Sumber: Laporan Triwulan Bank Indonesia
Bank
ROA rata-rata
Bank
ROA rata-rata
Mandiri
2.03
BII
2.56
BCA
5.24
Niaga
2.75
BNI
2.10
Permata
-18.78
BRI
3.52
Lippo
-31.19
Danamon
5.96
Bukopin
2.83

Bank BCA dimana pemegang saham baru tidak ikut campur didalam operasional perusahaan tetap menunjukkan ROA yang semakin membaik. Peneliti tidak memakai data return on equity (ROE) sebagai bahan penelitian karena masalah akurasi yang disebabkan oleh pengaruh besarnya bad loan yang dihapus bukukan.
4. Penelitian secara keseluruhan.
Mengacu kepada hasil penelitian, dapat dilihat bahwa beberapa variabel telah memberikan pengaruh positif terhadap variabel lainnya. Kredibilitas berpengaruh positif kepada sinergi. Kepemilikan baru bergaruh positif kepada kinerja. Kepemilikan baru berpruh positif kepada kredibilitas. Budaya bergaruh positif kepada kredibilitas dan tata kelola perusahaan berpengaruh positif kepada sinergi. Bilamana dikaitkan dengan masa rivatisasi yang relatif masih sangat singkat, maka pengaruh-pengaruh positif tersebut telah menunjukkan arah yang sejalan dengan teori yang ada. Sejalan dengan hasil olah data, kepemilikan baru memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja. Pengaruh signifikan tata kelola perusahaan terhadap sinergi juga diperoleh, namun belum signifikan terhadap kinerja. Bank Indonesia mengeluarkan peraturan Bank Indonesia tentang pelaksanaan Good Corporate Governance pada tanggal 30 Januari 2006, maka dipahami bilamana tata kelola perusahaan masih belum terlihat pengaruhnya terhadap kinerja bank.
F. Keterbatasan.
Dalam proses penelitian ini dijumpai beberapa keterbatasan-keterbatasan yang tentunya akan memberikan dampak terhadap hasil akhir yang diperoleh. Adapun keterbatasan yang ada antara lain, jumlah bank yang telah di-privatisasi masih sangat sedikit, sehingga data yang dapat dikumpulkan relatif sedikit. Keterbatasan referensi termasuk jurnal yang dapat dibaca untuk menambah pengetahuan serta wawasan, baik secara teori maupun pengetahuan tentang hasil-hasil penelitian sebelumnya. Kurun waktu dilakukannya privatisasi yang berbeda-beda berdampak kepada pengumpulan data yang berbeda pula. Kedalaman dari setiap pertanyaan pada kuesioner yang dipergunakan masih perlu disempurnakan untuk dapat memperoleh hasil yang lebih baik. Singkatnya waktu penelitian termasuk waktu untuk mengisi kuesioner oleh para responden, sehingga tidak tertutup kemungkinan dimana responden memberikan jawaban dengan serba seadanya.

VII. Kesimpulan.
Berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh dari kuesioner yang diterima, dapat ditarik beberapa kesimpulan, implikasi serta saran sebagai berikut:
A.Kesimpulan.
1.Privatisasi industi perbankan yang telah dilakukan belum menunjukkan perbaikan profitabilitas perusahaan sebagaimana diharapkan, khususnya dilihat dari ROA yang ada. Namun demikian ROA yang ada menunjukkan tren yang menaik sehingga dapat pula disimpulkan bahwa privatisasi memang memberikan kinerja yang lebih baik. Keadaan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya.
2.Penelitian yang dilakukan telah memberikan hasil yang cukup baik meskipun belum dapat dikatakan sempurna. Hasil cukup baik dapat dilihat dari model fit yang diperoleh sebagaimana diperlihatkan dalam evaluasi goodness of fit.
3. Sinergi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja seperti di-teori-kan oleh para ahli sebelumnya, disebabkan oleh karena lima bank tidak mengganti pimpinannya dan tidak memasukkan wakil-wakil kedalam jajaran pengambil keputusan. Selain itu jangka waktu penelitian dengan waktu privatisasi yang masih terlalu singkat ikut menjadi penyebab.
4. Kredibilitas ternyata tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja bank pasca privatisasi.
5. Kepemilikan baru ternyata memberikan pengaruh signifikan terhadap kinerja bank pasca privatisasi. Keadaan ini menunjukkan bahwa pergantian kepemilikan memberikan dampak yang positif. Secara teoritis pemilik baru yang merupakan institusi finansial yang kuat akan memberikan kinerja keuangan yang lebih baik bagi bank pasca privatisasi.
6. Budaya tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja menunjukkan bahwa proses privatisasi yang dilakukan belum memperhatikan faktor budaya antara pemilik baru dengan para karyawan ataupun budaya yang telah terbentuk sebelumnya. Namun demikian keadaan ini sebenarnya mengkonfirmasikan bahwa masalah budaya sangatlah marjinal dan tidak mempunyai pengaruh yang berarti.
7. Tata kelola perusahaan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja maupun kredibilitas, namun memberikan pengaruh yang positif terhadap sinergi. Keadaan ini dapat dipahami mengingat Bank Indonesia baru menerbitkan ketentuan tentang tata kelola perusahaan pada tanggal 30 Januari 2006 yang lalu.
Akibatnya dapat dipahami bilamana tata kelola perusahaan masih belum sepenuhnya dijalankan oleh seluruh jajaran dalam bank.
8. Kepemilikan baru tidak berpengaruh positif terhadap kredibilitas sebagaimana di-teori-kan, karena tidak semua pemilik baru setelah privatisasi berasal dari pihak-pihak yang mempunyai bidang usaha sejenis.

Referensi
Barney, J., (1998), “Returns to Bidding Firms in the Mergers and Acquisitions: Reconsidering the Relatedness Hypothesis,” Strategic Management Journal, Summer Special Issue 9: 71-78.
Bayliss, Kate, (2002), “Privatization and Poverty: The Distributional Impact of Utility Privatization,” Annals of Public and Cooperative Economics 73: 603-625.
Berger, P. G. and Ofek, E. (1999), “Causes and Effects of Corporate Refocusing Programs”, Review of Financial Studies, Vol. 12, pp. 311-345.
Bradley, M., A. Desai, and H. Kim, (1988), “Synergistic Gains from Corporate Acquisitions and Their Division between the Stockholders of Target and Acquiring Firms”, Journal of Financial Economics 21, 3-40.
Brealey, R. A., and Myers, S. C., (1991), Principal of Corporate Finance, McGraw-Hill, 4th ed., 1991.
Burns, Alvin C. and Ronald F. Bush, (1998), Marketing Research International Edition. New Jersey: Prentice Hall International, 2nd ed., 1998.
Chatterjee, S., (1986), “Types of Sinergy and Economic Value: The Impact of Acquisitions on Merging and Rival Firms,” Strategic Management Journal 7(2): 119-139.
Chevalier, J. and G. Ellison (1997), “Risk taking by Mutual Funds as a Response to Incentives”, Journal of Political Economy, 6, 105, December, 1167-1200.
Cornett, M. M., Guo, L., Khaksari, S., Tehranian, H., (2000), “Performance Differences in Privately-owned versus State-owned banks: An International Comparison”. Working paper, World Bank. Southern Illinois University at Carbondale, Suffolk University and Boston College.
Corning, P.A., (1996), “Synergy and the Systems Sciences,” Retrieved September 7, 2005 from the World Wide web: http://complexsystems.org/commentaries/sept97.html
Deal, T., and A.A. Kennedy (1982), Corporate Cultures: The Rites and Rituals of Corporate Life. Addison Wesley, Reading MA.
Demirgüç-Kunt, A., Huizinga, H., (1999), “Determinants of commercial bank interest margins and profitability: Some international evidence,” The World Bank Economic Review 13, 379-408.
Dye, R., (1985), “Disclosure of Non-Propietary Information,” Journal of Accounting Research 23: 123-145.
Ghozali, Imam (2001), Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Ghozali, Imam, (2005), Model Persamaan Struktural, Konsep dan Aplikasi dengan Program AMOS ver. 5.0., ed.II, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hair, J.F., Anderson, R.E., Tatham, R.L., and Black, W.C., (1998), Multivariate Data Analysis (5th etn), New Jersey, Prentice-Hall International: UK.
Havrylyshyn, Oleh, and Donald McGettigan, (1998), “Privatization in Transition Countries: A Sampling of the Literature,” IMF Working Paper 99/6 (Washington: International Monetary Fund).
Hofstede, G. (1980), Cultures Consequences: International Differences in Work-Related Values, London: Sage Publication.
Hofstede, G. (1991), Culture and Organizations: Software of the mind, Mc Graw Hill, London
Hofstede, G. (1994), Cultures and Organizations: Intercultural Cooperation and Its Importance for Survival, London: HarperCollins Publishers.
Hovland, C., I. Janis, and H. Kelley, (1953), “Communication and Persuasion,” Yale University Press: New Haven, Connecticut.
Jensen, M.C. and Ruback, R.S., (1983), “The Market for Corporate Control: The Scientific Evidence”, Journal of Financial Economics, Vol.11, pp.5-50.
John, K. and Ofek, E. (1995), “Asset Sales and Increase in Focus”, Journal of Financial Economics, Vol. 37, pp. 105-126.
Keasey, K., Thompson S., and M. Wright (eds), (1997), Corporate Governance: Economic and Financial Issues, Oxford University Press, Oxford.
Kotter, J.P. and Heskett, J.L. (1992), Corporate Cultures and Performance, Canada: Maxwell Macmillan
La Porta, R., Lopez-de-Silanes, F., Shleifer, A. and Vishny, R.W., (2000), “Investor Protection and Corporate Governance”, SSRN Working Paper Series http://papers.ssrn.com/paper.taf?ABSTRACT_ID=183908.
Lang, M., and R., Lundholm, (1993), “Cross-Sectional Determinants of Analyst Rating of Corporate Disclosures,” Journal of Accounting Research 31(2): 246-271.
Levine, R., (1997), “Financial development and economic growth: view and agenda”, Journal of Economic Literature, 35, 688-726.
Maher, M. and Andersson, T. (2000), “Corporate Governance: Effects on Firm Performance and Economic Growth” forthcoming in Renneboog, L.; McCahery, J.; Moerland, P. and Raaijmakers (eds), Convergence and diversity of corporate governance regimes and capital markets, (Oxford university Press).
Markelevich, A., (2003), “Examining the Performance of Corporate Acquisitions Based on the Motive for the Acquisition.” Doctoral Dissertation, City University of New York Baruch College.
Mercer, M., (2002), “The Credibility Consequences of Manager’s Decisions to Provide Warnings about Unexpected Earnings,” Doctoral Dissertation, Emory University of Atlanta, Goizueta Business School.
Michael, Andrews A., (2005), “State-Owned Banks, Stability, Privatization and Growth: Practical Policy Decisions in a World without Empirical Proof”, International Monetary Funds Working Paper WP/05/10
Mueller, Denis G., (1989), “Public Choice.” Cambridge, United Kingdom: Cambridge University Press.
Nellis, John, (1999), “Time to Rethink Privatization in Transition Countries?” Discussion Paper 38, International Finance Corporation, World Bank.
OECD (1995), “Financial Markets and Corporate Governance”, Financial Market Trends, No. 62, Nov.
Otchere, I., Chan, J., (2003), “Intra-Industry Effects of Bank Privatization”, Journal of Banking and Finance 27, 949-975.
Perotti, Enrico and Serhat Guney (1993), “The Structure of Privatization Plans,” Financial Management 22, 84-98.
Poznanski, Peter J., and Dennis M. Bline, “Using Structural Equation Modeling to Investigate the Causal Ordering of Job Satisfaction and Organizational Commitment among Staff Accountants,” Behavioral Research in Accounting Vol. 9 (1997): 154-198.
Sachs, Jeffrey, Clifford Zinnes, and Yair Eilat, 2000b, “The Gains from Privatization in Transition Economies: Is ‘Change of Ownership’ Enough?” CARE II Discussion Paper 63 (Cambridge: Massachusetts: Harvard Institute for International Development).
Sappington, D.E., and J., Stiglitz (1987), “Privatization, Information and Incentives,” Journal of Policy Analysis and Management 6, 567-582.
Savas, E.S. Privatization: The Key to Better Government. New Jersey: Chatham House Publishers, Inc., 1987.
Shafik, Nemat (1996), “Selling Privatization Politically,” Columbia Journal of World Business.
Shapiro, Carl and Robert, Willig (1990), “Economic Rationales for the Scope of Privatization,” in Suleiman and Waterbury (1990).
Sheshinski, Eytan and Lopez-Calva, Felipe Luis (1998), “Privatization and Its Benefits: Theory and Evidence”. Paper prepared as part of the Consulting Assistance on Economic Reform (CAER) II project at the Harvard Institute for International Development, Harvard University.
Shleifer, Andrei (1998), “State versus Private Ownership,” mimeo, Harvard University.
Shleifer, Andrei and Robert, Vishny (1996), “A Theory of Privatization,” Economic Journal 106: 309-319
Smith, Adam (1776), An Inquiry into the Nature and Cause of the wealth of Nations, [Edition by Oxford University Press, 1976]
Sommer, E., (1996), “Synergy, an introduction,” Retrieved September, 7, 2005 from the World Wide Web: http://www.worldtrans.org/ISSS_Primer/seminzk.html
Sǿrensen, J.B., (2002), “The Strenght of Corporate Culture and the Reliability of Firm Performance,” Administrative Science Quarterly, Forthcoming.
Stiglitz, Joseph (2002), Globalisasi dan Kegagalan Lembaga-Lembaga Keuangan Internasional. Alih bahasa, Ahmad Lukman; editor, Adi Susilo. Jakarta: Ina Publikatama, 2003.
Verbrugge, J.A., Meggison, W.L., Owens W.L., (1999), “State Ownership and The Finansial Performance of Privatized Banks: An Empirical Analysis”. Working Paper University of Georgia, University of Oklahoma, University of Georgia.
Vickers, John and George Yarrow (1989), “Privatization: An Economic Analysis,” Cambridge, Massachusetts: MIT Press.
Weber, Jeffrey A. (1997). “Merging the Metaphysical and Epistemological Aspects of Uncertainty: A Theoritical Vision,” Pennsylvania Senate Policy Development and Research Office. www.pamij.com.